Seduhan Kebanggaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Hening. Hanya ada suara denting cangkir yang beradu dengan sendok logam. Sayup-sayup terdengar dengung halus pemanas udara di sudut ruangan.

Perempuan itu duduk terpekur di sofa. Pembicaraan terakhir mereka masih meninggalkan pahit dalam benaknya. Ibu kandung, dituduh membenci anaknya sendiri. Dia tidak menganggap hal tersebut mustahil, tetapi juga tidak pernah melihat perlakuan kasar sang ibu pada anaknya.

"Ini, hanya ada kopi susu. Kau tidak keberatan?" tawar lelaki itu kepadanya.

Walau sempat ragu, perempuan itu menerima juga cangkir hangat berisi cairan cokelat-krem, harum yang baru selesai diseduh untuknya. Sekali, dua kali, tiga kali hirupan dibutuhkan untuk menenangkan pikirannya.

"...Sedap," gumamnya. "Tidak sia-sia waktu satu setengah tahunmu bekerja sambilan jadi pegawai kafe, Alex!"

Lawan bicaranya, lelaki jangkung yang dipanggil Alex itu tersenyum. Senyum tulus pertama yang dia lihat hari itu.

"Kau tahu," ujar lelaki itu memulai. "Dari tahun-tahun terakhirku sekolah dulu, keahlian menyeduh minuman saja yang kupelajari karena aku memang menyukainya. Hasilnya mungkin tidak seberapa bila dibandingkan karya barista profesional, tapi aku cukup puas bila teman-teman dekatku menikmatinya."

Perempuan itu menghirup perlahan kopi susu di cangkirnya sembari mencoba meresapi kata demi kata yang diucapkan oleh Alex kepadanya.

Ekspresi lelaki itu selagi bercerita tentang seduhan teh favorit dan jenis-jenis kopi tampak santai. Nada suaranya riang. Berbeda jauh dengan ketika mereka bicara tentang pekerjaan, terlebih lagi bila pembicaraan mereka menyinggung tentang rumah dan keluarga.

"Baiklah...," ujar perempuan itu setelah menghabiskan isi cangkirnya. "Aku tidak akan berkomentar lagi perkara keluargamu. Tapi sebagai gantinya kau juga harus lebih hati-hati terhadap kesehatanmu!"

"Deal!" timpal lelaki itu dengan senyum lebar.

Bertahun-tahun mengenalnya bukan berarti perempuan itu memahami seluruhnya tentang Alex. Memaksakan penilaian pribadinya pada lelaki itu hanya akan menimbulkan perselisihan tak penting.

Perempuan itu baru akan melangkah pulang ketika teman lamanya itu menambahkan,"Di rumah itu jangankan belajar menyeduh teh, menuangkan minumanku sendiri saja tidak mungkin."

Pintu pun tertutup.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro