Bab 10: Hampir Saja!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mia kembali ke mansion keluarga Bevel saat hari sudah gelap. Jimmy menghentikan kereta kuda di depan gerbang utama. Pria itu turun utnuk memberitahu penjaga gerbang, lalu kembali melanjutkan perjalanan sampai ke dalam. Kereta kuda berhenti di depan pintu utama mansion Bevel.

Jimmy membuka pintu kereta kuda, lalu membantu Mia dan Zoey turun. Mereka berdua keluar dari kereta itu dengan wajah gelisah. Mia menatap ke arah pintu utama dan melihat kepala pelayan, Mr. Gruen, bersama dengan beberapa pelayan lainnya berdiri di sana dengan tangan bersilang di dada mereka.

Akh! Sialan!

Kenapa orang ini malah masuk lewat pintu utama?!

Gawat, kami ketahuan!

"Zoey, kemana kau membawa Lady Mia yang sedang sakit sampai pulang selarut ini, dan lagi... tanpa izin?" tanya Mrs. Gruen dengan nada tegas. "Apa kau tidak tahu kalau lady butuh banyak istirahat?"

Zoey tidak bisa menjawab. Dia hanya tertunduk dan sama sekali tidak bisa menatap Mr. Gruen. Mia melirik sekilas ke arah pria paruh baya yang tampak tegas. Mr. Gruen terlihat lebih tua dari Cairon. Padahal seingat Mia, menurut informasi dari Zoey, usia mereka tidak berjarak terlalu jauh. Tapi, wajah Cairon itu tidak bisa di bilang tua atau menakutkan. Sebaliknya, wajah Cairon berhenti menua saat usianya menginjak 30 tahun karena sudah menguasai teknik berpedang dengan energi aura.

"Zoey, aku bicara padamu." Mr. Gruen tampak tidak sabar, dia tidak mungkin memojokkan Mia, jadi dia terus - terusan menekan Zoey. "Apa kau juga yang memakaikan pakaian lusuh ini pada Lady Mia?"

"Eh... a- anu... itu...." Zoey kehilangan kata - kata. Dia benar - benar tidak tahu apa yang harus dikatakan.

Mia merasa kasihan pada Zoey, tapi jantungnya juga berdebar kencang. Akhirnya dia berdalih, "Ehm... Mr Gruen, kami hanya pergi ke toko kue kecil di ujung jalan," jawabnya dengan cemas.

Cairon yang sedang duduk di ruang tamu utama mendengar suara kepala pelayan dan segera bangkit dari kursinya. "Apa toko kue itu memiliki sesuatu yang istimewa, sehingga putriku harus menyamar sebagai rakyat biasa hanya untuk makan di sana?"

Mia terkejut saat mendengar suara bariton Cairon yang tegas dan berat. Pria itu menyisir rambut coklat keabuannya dengan tangan. Kemudian mendesah panjang. "Kenapa kau harus pergi diam - diam, Mia?" Cairon menjeda, kemudian menhadap ke arah kepala pelayannya. "Guen, siapa yang mengantar Mia kembali?"

Mr. Gruen menatap Zoey dengan pandangan tajam seolah-olah mencoba membaca dirinya. "Saya menemukan Lady Mia dan Zoey berjalan kembali dengan kereta kuda, Tuan. Saya khawatir karena Lady Mia sedang sakit," jelasnya.

Cairon menatap Mia dengan tatapan tajam. "Nah... jadi apa yang sebenarnya terjadi, Mia?"

Mia merasa jantungnya berdetak semakin cepat. Dia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan Cairon. Namun, sebelum dia sempat berkata apa-apa, Zoey dengan cepat menjawab, "Tuan Marquess... mohon maafkan Lady Mia. Ini semua salah saya. Tadinya saya hanya mengajak Lady Mia jalan - jalan karena dia tampak bosan. Tapi tidak disangka kami malah tersesat dan dibantu oleh kesatria dari istana. Dia mengantar kami pulang. Mohon Tuan Marquess mengampuni saya."

Cairon menatap Zoey dan kemudian Mia sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, aku mengerti. Tapi, di lain waktu, kalian harus mendapat izinku atau Gruen sebelum pergi meninggalkan mansion ini," katanya dengan nada tegas.

Mia mengangguk sambil merasa lega. Cairon kemudian kembali duduk di kursinya dan melanjutkan membaca koran, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Wajahnya tetap dingin seperti saat Mia pertama kali melihatnya di istana. Orang itu tampak acuh tak acuh, tapi sepertinya cukup perhatian di saat yang sama. Wanita itu tersenyum tipis, teringat bahwa setidaknya Mia Bevel masih cukup diperhatikan di rumah. Tapi Cairon tetap saja ayahnya Mia Bevel yang asli. Bukan ayah yang Mia kenal selama bertahun - tahun di dunia asalnya.

Setidaknya, meskipun Cairon Bevel bersikap dingin dan angkuh...

Dia tidak mengabaikan Mia. Bahkan kalau di pikir - pikir...

Bukankah Cairon selalu membereskan masalah yang di ciptakan oleh Mia Bevel yang asli?

"Lady, silakan beristirahat." Mr. Gruen akhirnya membungkuk sopan pada Mia.

Mia menarik nafas lega, dia melirik ke arah Jimmy yang masih berdiri di samping kereta kuda dan berterima kasih padanya. "Terima kasih sudah mengantarkan kami pulang, Sir Jimmy." ucapnya.

Jimmy tersenyum dan mengangguk. "Tidak perlu terima kasih, Lady. Ini sudah menjadi tugas saya. Kalau begitu, saya permisi....," kata Jimmy sebelum meninggalkan mansion Bevel.

Beberapa pelayan langsung membantu Mia masuk dan naik ke kamarnya, membantu gadis itu untuk mandi dan berganti pakaian. Sementara itu Zoey juga harus membersihkan diri. Saat semua pelayan kembali ke pekerjaannya masing - masing, Cairon melipat korannya, kemudian menatap Mr. Gruen dengan gusar.

"Gruen...."

Kepala pelayan itu membungkuk sopan, "ya, My Lord?"

"Cari tahu ke mana Mia pergi, siapa Jimmy, dan apa yang sudah terjadi di tempat itu." Cairon menatap lurus ke jendela sambil memberikan perintah. "Dan persiapkan keberangkatan kita ke wilayah Bevel secepatnya. Kita akan berangkat tiga hari lagi."

Mr. Gruen mengangguk paham, "saya mengerti, Tuan."

***

Di sisi lain, Damian sudah kembali ke istana secara diam - diam. Dia langsung masuk ke ruang kerjanya di istana putra mahkota, dan membaca beberapa berkas yang dikirimkan. Pekerjaannya tidak banyak, tapi Damian sudah mulai mengambil alih urusan - urusan kecil dan administrasi umum kerajaan Forence.

"Yang Mulia, apa Anda membutuhkan penghilang rasa sakit?" Sherka terlihat cemas saat Damian beberapa kali mengerutkan keningnya, seperti sedang menahan sakit. "Apa luka Anda baik - baik saja?"

"Aku baik - baik saja." Damian menjawab singkat, "pergilah ke kediaman Bevel dan periksa apakah para pembunuh itu mengincar Mia Bevel."

"T- tapi Yang Mulia...."

"Ikuti saja perintahku." Damian tidak menoleh dari kertas - kertas di mejanya. "Pembunuh bayaran itu mengincarku. Tapi tadi aku bersama Mia Bevel. Dalangnya pasti akan mencoba untuk membunuh Mia Bevel, setidaknya malam ini."

"Rumah Marquess Bevel? Kalau iya, mereka percaya diri sekali." Sherka tampak tidak percaya.

"Sherka... orang - orang itu bisa menggunakan kontrak darah teratai hitam. Paham maksudku?" Damian akhirnya menatap Sherka. "Aku tidak peduli pada Mia Bevel."

Damian meletakan pena dan menghela napas. "Aku juga tidak mengincar dukungan dari Marquess Bevel yang netral dalam politik. Tapi, kalau Mia Bevel sampai celaka, Cairon Bevel pasti akan menyelidikinya. Aku tidak mau menjadi musuh panglima besar Forence."

"Bukankah orang - orang bilang Carion Bevel tidak peduli pada putrinya?"

"Sherka, pakai otakmu. Kalau Cairon tidak peduli pada Mia, tidak mungkin orang yang kaku seperti dia mau repot - repot membereskan setiap masalah yang diperbuat Mia Bevel yang jahat." Damian berdecak kesal, "sudah pokoknya bawa beberapa pasukan khusus dan lindungi Mia Bevel. Aku yakin orang itu setidaknya akan mencoba menyerang kediaman Marquess Bevel."

Sherka mengangguk paham, "baik, saya akan menjalankan perintah Anda."

Sepeninggal Sherka, Damian duduk di meja kerjanya yang tertutup oleh tumpukan dokumen. Dia mengambil secarik kertas dan mulai menulis, menghentikan pekerjaannya untuk sesaat ketika ada ketukan pelan di pintu.

"Yang Mulia, ini saya Tricia. Apakah saya boleh masuk?" Tricia bertanya sambil membawa sebuah nampan camilan.

"Tentu saja," Damian menjawab, tersenyum pada Tricia. Wanita itu masuk ke dalam ruangan dan menempatkan nampan di atas meja Damian. "Terima kasih, itu terlihat enak."

"Anda kelihatan lelah." Tricia menatap Damian dengan intens. "Apakah pekerjaan ini begitu menyita waktu istirahat Anda?"

Damian hanya tersenyum tipis. "Ya, lumayan. Cukup banyak pekerjaan hari ini."

Tricia duduk di kursi di dekat Damian. Dia memperhatikan Damian yang terlihat agak terpukul. "Ngomong - ngomong... Yang Mulia, apakah Anda berhasil tentang misi hari ini?"

Damian menaikkan sebelah alisnya. "Seperti yang kau lihat, aku baik - baik saja."

"Apa yang terjadi?" Tanya Tricia. Wanita itu sepertinya terlihat tidak yakin dengan jawaban Damian. Biasanya pria itu akan langsung menceritakan apa saja.

"Tidak apa-apa," Damian menggeleng, mencoba mengalihkan perhatiannya kembali ke dokumen di depannya. "Hanya beberapa masalah administrasi yang membingungkan. Ngomong - ngomong bagaimana keluargamu? Apa kakak tirimu masih sering mengganggu?"

Damian mengalihkan pembicaraan, dan Tricia menyadari itu. Tapi dia tidak mengambil resiko untuk melanjutkan pertanyaan tentang misi rahasia Damian. Jadi dia memasang wajah cemberut dan merengkuh lengan Damian dengan manja.

"Soal itu... Yang Mulia... apakah menurut Anda saya ini tidak pantas berada di sisi Anda?" Tricia terdengar menyedihkan saat mengatakannya. "Kakak tiri saya mengadakan pesta minum teh, dia berbicara dengna teman - temannya soal saya yang tidak pantas berada di sisi Anda."

Damian tersenyum, dia kemudian melepaskan rengkuhan manja Tricia pada lengannya. Rasa nyeri akibat luka yang di tekan kembali memudar. Sebagai gantinya, Damian menangkup wajah Tricia dan menatapnya dengna intens.

"Bukankah aku sudah mengatakannya berkali - kali padamu?" Damian tersenyum, "kau sangat pantas, Tricia. Jangan lupakan apa alasanku jatuh cinta padamu."

Tricia pun mengangguk puas, dia memeluk Damian sambil tersenyum. "Terima kasih, Yang Mulia. Saya juga mencintai Anda."

Damian membalas pelukannya, tapi tidak ada senyuman yang terpancar di wajahnya. Pria itu diam - diam berpikir tentang serangan hari ini. Misi yang hanya diketahui oleh orang - orang penting sekalipun ternyata masih bocor juga.

Aku harus waspada.

Ada pengkhianat di antara orang - orang yang mengetahui informasi itu.

Mulai saat ini, tidak akan ada yang tahu apapun tentang tindakanku.

Termasuk Tricia sekalipun.

"Yang Mulia...." Tricia memanggil Damian pelan, "Anda yakin baik - baik saja?"

"Ya, Tricia. Aku sebaik yang kau lihat." Damian tersenyum lembut. "Jangan khawatir, aku bahkan tidak terluka sedikitpun. Misi kali ini sukses besar."

Tricia tercenung sebentar, tapi ia langsung mengubah wajahnya yang sempat tampak tidak terlihat terlalu yakin, tetapi dia tidak bertanya lagi. Mereka duduk bersama dan makan camilan, menyempatkan diri untuk berbicara tentang pekerjaan mereka dan berbagai hal lainnya.

Yang Mulia... apa yang Anda sembunyikan dari saya?

Tricia menatap Damian dengan penuh tanda tanya.

. >>><<<

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro