Bab 11: Cairon Bevel

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cairon menatap Gruen dengan tegas dan berkata, "Sampaikan kepada para kesatria untuk memperketat penjagaan, kita tidak boleh lengah."

"Apa ada yang mengganggu Anda, Tuan?" Gruen mengangkat sebelah alisnya.

"Kesatria istana yang mengantar Mia..." Cairon memejamkan mata, menggantung ucapannya sambil menarik napas panjang sebelum melanjutkan, "dia adalah salah satu pengawal putra mahkota. Aku tidak yakin kalau tidak ada hal yang terjadi saat Mia keluar tadi."

Gruen diam saja, dia memberi tahu pada bawahannya untuk menyampaikan perintah Cairon kepada para kesatria.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kita harus berjaga - jaga. Barang kali kita akan kedatangan tamu malam ini." Cairon menyesap tehnya. "Apa Mia sudah tidur?"

Gruen mengangguk, "pelayan yang membantu Nona membersihkan diri bilang beliau sudah tertidur setelah mandi dan makan."

"Baiklah." Cairon bangkit dari tempat duduknya, dia keluar dari ruangan pribadinya, "aku akan melihat Mia sebentar."

Gruen membungkuk, membereskan cangkir teh yang sudah ditinggal Cairon. Sementara itu, Cairon menghampiri kamar Mia dengan hati yang penuh kekhawatiran. Saat dia memasuki ruangan yang tenang, dia melihat Mia yang tertidur pulas di ranjangnya. Wajahnya terlihat damai, tetapi kekhawatiran masih terpancar dari mata Cairon.

Mia, kuharap kau tidak melakukan hal - hal yang mengancam keselamatanmu lagi kali ini...

Dia mendekati Mia dengan langkah hati-hati, berusaha tidak membangunkannya. Cairon mengulurkan tangannya dengan lembut, mengelus rambut Mia yang terhampar di bantal. Dia merasakan kelembutan dan kehangatan dalam setiap sentuhan. Menggenggam sedikit rambut Mia di tangannya, Cairon menundukkan kepalanya dan mencium lembut kening Mia. Setelah itu, dia berbisik dengan suara lembut.

"Mia, sayangku, aku sangat khawatir tentangmu," ucap Cairon dengan penuh kelembutan. "Aku ingin kau tahu bahwa aku akan melindungimu dengan segala yang ku miliki. Jangan terlibat dalam hal-hal yang membahayakan. Aku hidup hanya untukmu."

Cairon melihat wajah Mia dengan penuh cinta dan kelembutan. Dia berharap Mia bisa merasakan betapa dalam kasih sayang Cairon terhadap putri tunggalnya itu. Lalu, dia berdiri di samping ranjang, menjaga Mia dalam tidurnya yang damai.

"Aku mungkin bukan ayah yang baik untukmu. Tapi aku tidak akan membiarkan kesedihan dan kesengsaraan mengganggu kebahagiaanmu." Cairon tersenyum tipis menatap Mia yang terlelap. "Selamat tidur, semoga bermimpi indah putriku...."

Cairon mengambil langkah pasti menuju pintu keluar, ketika tiba-tiba sebuah suara yang aneh terdengar dari luar gedung. Dia langsung mengeluarkan pedangnya dan berjalan menuju sumber suara. Akan tetapi saat Cairon berbelok di koridor dan melihat tidak ada siapapun di sana. Padahal sebelumnya pria itu mendengar ada sesuatu yang berpijak di sana.

"Ada sesuatu yang tidak beres," ucap Cairon, suara tegasnya penuh kekhawatiran.

Cairon mencari pengawal terdekat yang sedang berpatroli, menyelipkan tangannya ke dalam mantelnya dan meraih pedangnya yang tergantung di pinggangnya. "Ada penyusup di sini. Sampaikan pada para kesatria untuk memperketat penjagaan segera."

Sementara itu, di dalam kamarnya Mia membuka mata perlahan sambil berbalik badan. Gadis itu menatap ke pintu kamar yang sudah tertutup. Mia kemudian berjalan ke arah meja belajar, dan menarik salah satu laci di sana. Kemudian mengeluarkan sebuah buku diary milik Mia Bevel yang asli.

Jadi ternyata Cairon sangat menyayangi Mia.

Tapi kenapa sikapnya dingin begitu?

Bukankah dengan demikian dia malah akan membuat putrinya salah paham?

Apa Mia Bevel yang asli juga salah paham terhadap ayahnya?

Saat Mia berniat membuka lembaran diary milik Mia Bevel yang asli, mendadak semilir angin malam yang menusuk kulit berembus. Sontak gadis itu menoleh ke arah jendela. Mia terkesiap. Ada sesosok pria berdiri di jendelanya lalu melompat masuk dalam gerakan yang cepat.

"Si- siapa kau?" Mia mundur, dia mengambil pena dan mengacungkannya.

Pria itu maju beberapa langkah, saat dia memuka penutup wajahnya, helai rambut perak yang bercahaya di timpa sinar bulan tertangkap netra Mia. Sepasang mata amber itu menatap Mia intens.

"Kau tidak akan bisa melukai siapapun dengan pena, Mia Bevel." Suara baritonnya yang datar membuat Mia langsung mengenali pria itu.

"Anda lagi...." Mia menghela napas panjang, "kenapa Anda selalu muncul disekitar saya? Apa sekarang Anda tertarik pada saya?"

Mia bersedekap, dia menatap tajam ke arah Damian yang menyamar. "Sekarang Anda menyusup ke kamar saya, jadi jelaskan apa yang-"

CRASH!

Mia terbelalak, cipratan darah mengenai wajah dan gaun tidurnya. Mendadak Damian menarik tangannya. Tepat saat seorang pembunuh bayaran masuk ke dalam kamar Mia, dan Damian dengan sangat cepat mengayunkan pedangnya untuk menyerang penyusup itu. Menebas lehernya hingga tak bernyawa.

"I- itu... Itu...." Mia tergagap, belum sempat dia mencerna keadaan, mendadak muncul beberapa penyusup lagi yang masuk ke dalam kamarnya.

Trang!

Suara pedang yang beradu megnagetkan para penyusup itu. Salah satu pedang penyusup itu terpelanting menjauh. Damian berdiri tegak di tengah kamar Mia, tangan kanannya memegang pedangnya yang terhunus. Suara langkah berat terdengar mendekat, dan beberapa sosok muncul dari kegelapan. Mereka adalah penyusup yang berani mencoba menyerang Mia di tempat yang seharusnya aman.

"Jangan bergerak!" seru Damian dengan suara tegas, memperingatkan para penyusup yang berani ini. "Siapa yang berani mendekat akan mati!"

Tiga orang penyusup berjalan mendekati Damian dengan tatapan penuh keberanian. Mereka menyadari bahwa mereka menghadapi lawan yang tangguh. Namun, mereka tidak gentar, dan senjata mereka terhunus dengan siap.

"Kalian yang akan mati!"

Tanpa ragu, salah seorang penyusup melancarkan serangan pertama. Dia melompat ke depan dengan pisau terhunus, berusaha menusuk tubuh Damian. Namun, Damian meloncat ke samping dengan cepat, menghindari serangan tersebut.

"Kau pikir semudah itu, sialan?!"

Dalam sekejap, Damian melancarkan serangan balasan yang cepat dan presisi. Pedangnya bergerak dengan keahlian yang memukau, memotong ruang dengan kecepatan kilat. Satu per satu, penyusup-penyusup itu terjatuh, terluka oleh serangan Damian yang tangguh.

"Maju kalian, akan kuhabisi satu per satu!" Damian mengangkat pedangnya, melindungi Mia di balik punggungnya.

Namun, tidak hanya tiga penyusup itu yang berani menyerang. Dua orang lainnya yang semula bersembunyi di sudut ruangan, meloncat dengan senjata terhunus menuju Damian. Mereka berusaha memanfaatkan momen ketika Damian terlibat dalam pertempuran sengit dengan yang lain.

"Hei, awas!" Mia berteriak saat ada orang yang menyerang dari samping.

Damian dengan sigap menyadari ancaman di sampingnya. Ia melompat ke arah berlawanan dengan lincah, memutar tubuhnya dan menghadapi serangan kedua penyusup tersebut. Dia memutar pedangnya dengan penuh keahlian, memblokir serangan mereka dengan tepat.

"Mia, ke sini!" Damian menarik tangan Mia dengan cepat.

Pertempuran semakin sengit di dalam kamar Mia. Gerakan Damian yang tangkas dan mantap, memberikan tekanan pada penyusup-penyusup yang kian terdesak. Dengan gerakan lincah, ia menghindari serangan dan memberikan pukulan yang mematikan.

Sementara itu Cairon segera mendatangi kamar Mia bersama para kesatria kediaman Bevel. Pria itu membuka kamar dengan cepat sampai suara bantingan pintu terdengar.

BRAK!

"Mia!" Cairon berteriak, dia melihat Mia di belakang Damian. Berdiri kaku dengan tubuh gemetaran. Pria itu kemudian melirik Damian, "tolong menyingkir, Yang Mulia."

Damian tersenyum miring sambil menyingkir, ya... tidak mungkin jendral besar sekelas Marquess Bevel tidak mengenaliku, kan?

Dengan langkah mantap, Cairon mendekati Mia yang berdiri terpaku di tengah kamar. Dia menatap Mia dengan penuh perhatian, memastikan bahwa Mia tidak terluka.

"Mia, apakah kau baik-baik saja?" tanya Cairon dengan suara lembut, kemudian dia merengkuh tubuh Mia dengan erat. "Maaf.... maaf karena aku terlambat."

Mia masih belum memahami keadaan, tapi dia kemudian menatap mata abu - abu Cairon yang memancarkan kekhawatiran mendalam.

"A- ayah...." Mia mendadak terisak. Dia tidak tahu kenapa air matanya langsung tumpah saat bertatapan dengan Cairon. Sorot hazelnya bergetar, dan Mia langsung masuk ke dalam pelukan Cairon. "Ayaaaaahhh....!"

Melihat putrinya menangis ketakutan, Cairon menepuk - nepuk punggung Mia dengan lembut. Kemudian dengan penuh kasih sayang mengecup keningnya.

"Ayah di sini, Mia..." Cairon berbicara dengan suara yang lembut dan hangat. "Jangan takut, Ayah di sini...."

Dengan berurai air mata, Mia menatap wajah Cairon yang diliputi kecemasan. Sang Marquess benar - benar ketakutan. Sumpah, Cairon mungkin tidak akan bisa membayangkan bagaimana kalau dia harus kehilangan Mia. Cairon kemudian menoleh pada para kesatria.

"Panggil pelayan untuk menemani Mia." Perintahnya dengan suara dingin, kemudian pria itu menatap pada sosok Damian yang masih berdiri di sana. "Yang Mulia Putra Mahkota, sepertinya Anda berhutang penjelasan pada saya."

Damian mengangguk kecil. Pria ini... apa dia benar - benar menyayangi Mia Bevel?

"Saya juga memiliki sesuatu yang ingin disampaikan kepada Anda, Tuan Bevel." Damian melirik ke arah Mia sekilas, "bisa kita berbicara di tempat lain?"

Damian sudah mengira sebelumnya bahwa Cairon memang menyayangi Mia. Tapi, melihat sendiri adegan barusan adalah jackpot. Meskipun netral dalam hal politik, Cairon Bevel memiliki nilai dukungan yang besar. Karena itulah semua orang berusaha merebut hatinya. Tapi, tidak ada yang berhasil sejauh ini. Sebab Cairon sangat dingin dan tidak punya kelemahan. Bahkan dia tidak peduli sama sekali pada putrinya yang pembuat onar.

Sekarang aku mengerti.

Cairon Bevel bukan jendral berhati besi seperti kabar yang beredar.

Dia justru berpura - pura menjadi si hati besi demi melindungi Mia Bevel.

Sebab.... kalau semua orang tahu bahwa putrinya menjadi kelemahan, maka semua orang akan mengarahkan target pada sosok Mia Bevel.

Pria ini.... hanya sedang berusaha melindungi Mia.

Semua orang tidak tahu. Dibalik sikap dinginnya, dia sangat menyayangi Mia. Pria itu sengaja bersikap acuh tak acuh pada putrinya.

Damian mengulum senyum tipis, "Tuan Bevel... saya punya penawaran untuk Anda."

Cairon menoleh dan mengerutkan keningnya, "jangan kurang ajar, meskipun kau putra mahkota, kau tidak akan bisa mengendalikanku, bocah."

"Saya yakin Anda akan tertarik." Damian kemudian berbisik, "saya akan menjamin nyawa dan keselamatan Mia."

Cairon Bevel memicing, "ikut aku."

>>><<<

a/n: maaf kemarin bab 10 belum ter-publish ternyata. jadi bab 10 di publish barusan, lalu ini bab 11-nya, kalau sudah baca bab ini dan belum baca bab sebelumnya, silakan balik ke bab sebelumnya biar nggak bingung ya, Berries~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro