Chapter 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lagi-lagi malam menghampiri mereka. Tetapi malam ini, adalah malam di hari ke-enam. Besok adalah hari ketujuh. Hari dimana mereka akan melakukan pengepungan sekaligus menyerang Kota Yudu. Semua prajurit sedang bersiap dan menunggu perintah dari Victor. Suasana tenang namun mencengkam menimbulkan adrenalin tersendiri. Victor mengangkat tangannya, melepas burung elang berukuran besar itu ke udara. Berdiri di depan tandanya sambil melihat burung tersebut terbang semakin jauh, kemudian menghilang seperti ditelan oleh langit.

Rora berjalan mendekati Victor. Menghampiri pria tersebut seraya mengencangkan armor di bagian lengan. Rora merasa sedikit gelisah, walaupun ini bukan pertama kali ia terjun dalam pertempuran. Bahkan mungkin sudah tidak bisa dihitung jumlahnya. Victor bisa melihat kegelisahan itu ketika Rora berhenti disampingnya.

"Berjanjilah padaku jika kamu harus mementingkan keselamatan mu." Ucap Victor kepada Rora. Kemudian, Rora hanya membalas santai pernyataan Victor. "Kita lihat nanti. Toh, ini pertempuran terakhir. Kamu juga tidak boleh lengah."

Victor meraih lengan Rora. Menggenggam tangan sang jenderal, kemudian memandang langit malam yang bertabur bintang. "Justru itu, karena ini pertempuran terakhir, kamu harus kembali dengan selamat."

"Kita sudah sampai sejauh ini. Aku ingin kita bisa memasuki Kota Yudu bersama dan mengambil alih kerajaan. Intinya, kamu harus selamat." Lanjut Victor. Ia semakin mengeratkan tangan mereka. Rora ikut memandangi langit malam itu. Kehangatan pun mulai menyelimuti mereka. Pikiran dan perasaan Rora perlahan menjauhi kegelisahan. Victor membuat Rora merasa tenang.

"Aku berjanji, akan kembali dengan selamat dan memenangkan pertempuran ini. Tetapi sebagai gantinya, kita harus merayakannya dengan pesta anggur terbaik, ya?" Goda Rora seraya ia melirik Victor dengan jahil. Victor yang menyadari hal tersebut, mengambil sesuatu dengan tangan kosongnya dari saku pakaiannya. Meraih sebuah botol berisikan anggur dan mengayunkannya di hadapan Rora.

"Aku membawanya dari Kota Liang. Anggur berumur lima puluh tahun yang kutemukan di ruang bawah tanah."

"Astaga, kamu menyimpan barang sebagus itu sejak lama?"

"Ya. Tidak sengaja kutemukan. Saat pertempuran ini selesai, ayo kita nikmati anggur ini bersama."

Mereka berdua saling tersenyum. Membayangkan kemungkinan terbaik jika mereka berhasil merebut Kota Yudu. Rora kembali menatap langit malam itu. Ia menyandarkan kepalanya pada pundak Victor. Sedangkan Victor, masih menatap Rora lekat.

"Setelah pertempuran ini, apa yang akan kamu lakukan?" Tanya Victor spontan yang ada di benak-nya. Penasaran dengan jawaban sang jenderal.

"Hmm … mungkin berpetualang? Atau melanjutkan usaha yang pernah kakak ku lakukan. Aku ingin membangkitkan kembali keluarga Xue." Balas Rora santai. Victor mengangguk perlahan.

"Jadi, kamu tidak akan mengabdi kepadaku lagi?"

"Ah tenang saja, aku akan setia kepada mu selalu, Yang Mulia Victor. Dimanapun aku berada, aku akan selalu mengingat jasamu." Pernyataan Rora, tanpa Victor sadari, membuat Victor sedikit cemas. Tidak ingin jauh dari wanita disampingnya. Tetapi, Victor tidak bisa melarang Rora. Karena takut jika Rora akan membencinya.

Malam itu, pada hari ketujuh. Tepat bulan berada di atas mereka, mereka bisa melihat pintu Kota Yudu yang menjulang tinggi di langit malam bertabur bintang. Malam yang membentang tanpa batas itu, membuat mereka bersiaga.

Rora dengan posisi tersembunyinya bersama beberapa prajurit dan Victor disisinya. Menghembuskan nafas pelan. "Sebentar lagi."

"Pegang pedangmu erat-erat." Bisik Victor kepada Rora disampingnya.

"Ingatlah jika aku selalu dibelakangmu."

※※※


Pagi telah datang. Situasi Istana Kekaisaran sangat sengit akibat medan perang yang panas. Pengepungan sedang berlangsung. Para prajurit Kota Yudu dengan ambisinya, melemparkan batu pada prajurit Victor. Begitu sebaliknya, para prajurit Victor melemparkan bola api sebagai balasannya. Hal ini membuat mereka berhenti dan harus bertahan, terlebih lagi para prajurit yang menggunakan kuda.

"Naik ke menara, cepat!" Pintah Rora sambil berteriak kepada beberapa anggotanya. Sambil menepis batu yang datang ke arahnya, Rora berlari mendekati menara. Kemudian, Rora bersama beberapa anggotanya, memanjat menara bersama mereka dengan tali yang sudah mereka kaitkan di atas. Segera mereka melihat bahwa mereka semakin dekat ke tembok kota melalui menara.

Ketika sampai pada menara tersebut, Rora dan anggotanya segera berlari mendekati prajurit Kota Yudu yang sibuk melemparkan batu dengan ketapel busur berukuran besar itu.

"Hancurkan ketapel busur tersebut! Jatuhkan mereka!"

Rora memimpin di depan. Dengan cekatan, ia menebas beberapa kepala prajurit itu dengan cepat. Diikuti oleh anggota lainnya yang sibuk menumbangkan prajurit lainnya, serta menghancurkan ketapel busur tersebut. Tidak lama setelah mereka menumbangkan beberapa anggota prajurit Kota Yudu, datanglah lagi prajurit tersebut dengan langkah serbu bersama seseorang yang menggunakan armor berbeda dari yang lainnya.  Rora menggigit bibir, merasa sebal.

"Sebaiknya kalian menyerah." Ucap seseorang tersebut, memimpin pasukan. Panglima Jenderal dari Kota Yudu. Lagaknya yang sedikit arogan, membuat Rora semakin sebal.

"Tidak akan. Justru sebaliknya, Anda yang harus menyerah karena Raja Chen telah diujung tanduk. Bukankah begitu?" Cela Rora kepada Panglima itu. Ia menyeringai kepada lawan dengan bangga.

Di tengah kerumunan, Panglima tersebut meludah sembarangan, tatapannya tertuju pada Rora seperti berapi-api amarah. Rasa kebenciannya mulai meluap.

"Wanita seperti mu, beraninya berlagak sombong dan sok kuat. Sangat tidak cocok untukmu!" 

Pukulan genderang perang terdengar dan sangat memekakkan telinga di barisan musuh. Bunyi "ba-dum", "ba-dum" terdengar jelas. Prajurit tersebut berbalik arah, mengangkat wajahnya yang arogan. Pria yang umurnya lebih tua sepuluh tahun dari Rora, berteriak keras memerintahkan.

"Angkat senjata kalian. Kobarkan semangat kemenangan kita! Jangan sampai kalah kepada mereka yang memberontak kepada Raja Chen!" Teriak Panglima tersebut dengan bangga, lalu diikuti oleh sorakan para prajurit Kota Yudu.

"Cih, merepotkan." Batin Rora. Ia menggertakkan giginya.

Dengan posisi siap, Rora tidak boleh lengah. Kemenangan sudah didepan mata, Rora tidak boleh menyerah. Perjuangannya akan terbayarkan sebentar lagi. Hanya menunggu waktu.

※※※※

Panas pertempuran yang semakin sengit. Angin yang bertiup membawa hawa dingin yang pahit. Darah kering yang sebelumnya mengalir--tetapi sekarang membeku di bilah pedang Rora. Ia diam-diam mengencangkan cengkeramannya di gagang pedangnya. Sedikit lagi, mereka tiba di Istana Kekaisaran. Ia tidak boleh mundur. Beberapa tombak menghujani Rora, dengan siap Rora menepis tombak tersebut dengan pedangnya yang ia ayunkan kesana kemari dengan lihai. Tiba-tiba saja seseorang menyerang Rora dari samping ketika Rora sedikit lengah, belati yang hampir mengenai leher Rora, tetapi tidak berhasil dan justru mengenai helaian rambut Rora yang diikat satu.

Rora segera menendang prajurit yang menyerangnya secara brutal. Membuat prajurit tersebut tersungkur dan merintih kesakitan.

"Hanya segitu kemampuanmu? Dimana Raja Liang? Perlihatkan kekuatanmu!"

Omong kosong, batin Rora. Para prajurit mulai berdatanganan untuk menyerang Rora dan anggotanya tanpa memberi Rora cela untuk bernafas lega.  Rora menyiapkan kuda-kudanya, menggerakkan kaki ke arah kanan, dan menebaskan pedangnya ke arah musuh yang mengacungkan pedang pada Rora.

Dari belakang, satu prajurit siap menyerang Rora dengan pedangnya. Tiba-tiba saja, suara dentang terdengar--panah berbulu menerobos udara. Terlihat sinar es yang langsung memisahkan pedang silver lawan. Rora dengan cepat, menghindar. Lantas, kepala panah itu menembus langsung ke permukaan gendang yang berbunyi. Sehingga  beberapa gendang tiba-tiba terhenti.

Rora menoleh kebelakang, melihat sosok yang ia kenali menunggang kuda sambil mengangkat busurnya. Victor, dengan gagah mengambil anak panah lagi untuk dilemparkan. Di tengah kericuhan ini, ditengah bahaya yang menanti mereka, selama Rora melihat ke arah Victor--itu cukup membuat tekad Rora semakin kuat.

Gerbang Istana Kekaisaran Kota Yudu berhasil mereka robohkan. Para prajurit Victor baik yang berkuda maupun tidak bergerak maju tanpa patah semangat. Kemenangan hampir mereka raih, bahkan suara elang terdengar dan terbang bebas di atas mereka.

Tidak banyak prajurit Raja Chen yang berjaga--atau mungkin beberapa sudah pergi meninggalkan tempat ataupun tewas. Victor turun dari kudanya. Para prajuritnya berhenti ketika Rora memberi kode. Victor maju terlebih dahulu, beberapa penjaga disana mengangkat pedang dan bersiaga. Namun, tidak berniat menyerang. Rora mengikuti Victor dibelakangnya, berjaga-jaga serta was-was jika sewaktu-waktu serangan datang ke arah mereka.

Segerombolan pria berkumis putih dengan pakaian yang seragam khas menteri tiba-tiba berlari keluar dari Istana. Victor menghentikan langkahnya, menatap para menteri menghampirinya. Kemudian, mereka menundukan kepala kepada Victor.

"Yang Mulia Victor! Anda akhirnya kembali. Maafkan kami tidak bisa membantu Anda sebanyak yang kami bisa." Ucap menteri tertua yang berada di barisan paling depan.

"Beberapa tahun telah berlalu pada pemerintahan Raja Chen. Banyak rakyat jelata menderita karena pajak yang berat dan kesulitan mencari kebutuhan hidup akibat perbuatan Raja mereka." Ucap Victor tegas. Dibawah langit yang cerah, Victor menyeringai kecil. Atensinya kembali pada menteri dihadapannya.

"Dimana Raja Chen? Bawa saya kesana."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro