Chapter 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sepuluh hari telah berlalu, sepuluh hari juga atas kemenangan mereka. Malam itu terlihat sangat ramai, lentera dan hiasan berwarna warni itu menyelimuti kota. Rasa tenang dan nyaman para rakyat terlihat jelas di ekspresi mereka. Kaisar baru telah berganti, ia tidak melakukan pembantaian di kota yang direbut juga tidak membunuh siapa pun. Victor, benar-benar memberi seluruh kerajaan yang harmonis dan bahagia. Dan menjanjikan sebuah perdamaian dan kesejahteraan hingga akhir hayatnya.

Angin malam bertiup sedikit kencang, udara dingin menyelimuti, sebotol anggur berada di tangan Rora. Ia bersandar pada dinding pagar yang berada di hadapannya. Sesekali menyesap anggur sembari memperhatikan keramaian Kota Yudu dari halaman istana.

Sudah sepuluh hari Rora tidak bertemu dengan Victor semenjak saat itu. Dia sibuk dengan kewajiban barunya sebagai Kaisar dan menutupi kekurangan tanggung jawab Raja Chen yang berantakan. Pertanyaan Victor terus terngiang-ngiang di kepala Rora, ia kembali meneguk anggurnya dengan sedikit kesal. Terdengar suara burung elang memekik telinga Rora, membuat ia tersadar dari lamunannya. Burung tersebut terbang ke arah Rora, kemudian berhenti di lengan sang wanita yang berbalut sarung armornya. Rora tersenyum, mengelus bulu elang tersebut dengan gemas.

"Bagaimana kamu sampai disini, kawan?"

Burung elang milik Victor, yang awalnya hanya dipelihara sebagai hiburan saja. Tidak disangka bahwa burung elang ini cukup ganas, terutama di medan perang.

"Terima kasih telah berperang bersama kami. Pasti tidak nyaman ya tinggal di istana? Apa perlu aku meminta Victor untuk melepaskanmu?"

"Dia kubiarkan seperti ini, tidak ku masukan ke dalam kurungan." Suara Victor terdengar beserta langkah kakinya yang menghampiri Rora. Ketika Victor berdiri di sampingnya, burung elang tersebut beranjak pergi. Terbang di langit malam yang bebas dan akan kembali sesuka hatinya.

"Apakah sudah terbiasa tinggal disini?" Tanya Victor lembut penuh perhatian.

Sambil meneguk anggur yang berada di genggamannya, Rora memilih untuk tidak menatap Victor. Fokus terhadap cahaya lampu di Kota Yudu. Kemudian, Rora menggeleng,"Tidak, belum. Lagipula aku juga ingin rumah yang luas dan uang yang berlimpah seperti jenderal yang lain."

Setelah kemenangan berhasil diraih, Victor menganugerahkan rumah dan harta pada beberapa jenderal lainnya. Diikuti oleh beberapa prajurit yang pantas mendapatkannya. Sedangkan Rora sendiri justru tinggal di sebuah siheyuan yang pernah ditinggali oleh permaisuri, ibu dari Victor. Rumah yang tidak begitu besar namun tidak begitu kecil, halaman yang berukuran kecil untuk seukuran istana kekaisaran. Namun, tempat tinggal ini nyaman, di halaman ditanami oleh berbagai jenis bunga pula.

"Lalu mencetak sejarah sebagai pedagang terkaya di Kota Yudu?"

"Ya, benar sekali."

Ketika Rora akan meneguk anggur nya lagi, Victor meraih botol anggur dari tangan Rora. Tatapannya sayu menatap Rora. Sang wanita menoleh ke arah Victor sambil mengerutkan kening.

"Cukup. Kamu ini keras kepala sekali." Ucap Victor pelan, kemudian ia menghela nafas. Victor menutup botol anggur, memasukan botol tersebut di saku pakaiannya.

"Aku jadi teringat, ketika aku menyelamatkanmu di pintu gerbang Kota Liang. Mata anak panah itu dalam sekali menusuk pundakmu. Kamu hanya terdiam menahan rasa sakit itu tanpa menangis."

Rora membungkukkan badan, meletakkan kedua tangan di atas dinding pagar tersebut. Melirik ke arah Victor.

"Aneh ya? Tetapi ajaibnya, sentuhan dan suara mu saat itu membuatku tenang. Memanggil nama ku ketika aku hampir tak sadarkan diri karena pendarahan." Jelas Rora kepada Victor. Sang pria menautkan tatapannya pada Rora.

"Di masa itu, kamu sering bermimpi buruk dan sulit tidur. Aku harus memegangi tangan mu agar kamu bisa tidur nyenyak."

Rora tersenyum kecut ketika mendengar pernyataan Victor. Mengingat lima tahun lalu, ketika Rora masih tenggelam dalam mimpi buruknya dan juga realita yang menimpa Rora. Mimpi yang memperlihatkan Rora memandangi Sang Kakak yang tertusuk berkali-kali, atau terkadang dirinya sendiri berada ditengah-tengah lautan manusia dengan genangan darah. Karena itu, Victor selalu menemani Rora agar ia bisa tertidur dengan nyenyak di masa-masa sulit Rora. Dimana ia tidak bisa berbuat banyak akibat luka yang diderita.

Rora bergidik ngeri mengingat mimpi buruk itu. Kemudian, Victor meraih tangan Rora. Memegang tangan yang lebih kecil daripada miliknya. Tangan Rora tidak selembut dulu ketika Victor sering menggenggam tangan Rora. Tetapi, rasa hangat yang menyentuh masih sama.

"Aku tidak pernah ingin meninggalkanmu. Tetapi, aku sendiri juga masih bimbang."

Rora menghembuskan nafas. Lagi-lagi mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kepala Rora mulai terasa pusing, nafas nya mulai terasa pendek. Tetapi ia berusaha bersikap biasa saja dihadapan Victor.

"Ketika seorang Kaisar baru saja naik tahta, akan diadakan upacara pengorbanan suci. Upacara sakral yang tidak boleh dilewatkan." Victor tersenyum kecil, masih menggenggam tangan Rora.

"Upacara itu dilakukan oleh Kaisar dan Permaisuri. Selama beribu-ribu tahun, ritual ini tidak pernah dilewatkan. Ayah ku, harus menikah di usia enam belas tahun bersama dengan permaisuri karena tidak memiliki pilihan lain untuk melakukan ritual tersebut."

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" Tanya Rora penasaran kepada Victor. Sesekali ia melirik Victor disampingnya.

"Kementerian Ritus telah sibuk selama dua hari terakhir ini. Mempersiapkan persembahan yang diperlukan dan pakaian upacara untuk upacara tersebut. Lalu mereka terus bertanya kepada ku—  “Bagaimana kita harus mempersiapkan pakaian upacara Permaisuri?”

Victor mengangkat sedikit sudut bibirnya. Kemudian, mengangkat genggaman tangan yang saling menggenggam itu--mencium punggung tangan Rora yang terikat dengannya. Rora bisa merasakan itu. Kehangatan yang perlahan mengalir ke tubuhnya, selain alkohol dari anggur yang mulai menguasai dirinya.

"Kamu tidak langsung mencari wanita yang akan menjadi permaisurimu?"

"Tidak."

"K-kenapa? Kamu tampan dan punya kuasa. Kamu tidak akan ditolak begitu saja."Ucap Rora asal. Padahal Rora tidak ingin menanggapi pernyataan itu, tetapi kepalanya tidak bertindak sesuai yang Rora inginkan. Ia semakin mabuk, pandangannya mulai kabur. Pipi nya memerah.

Rora tidak bisa menahan rasa pusing yang ia rasakan. Sekilas yang ia ingat, sebotol anggur berukuran besar hampir ia habiskan sekaligus malam ini--tidak heran jika ia pusing sekarang. Keseimbangan Rora mulai goyah, ia menggigit bibir nya yang dingin dan kering.

Kesadaran Rora akhirnya menipis, sehingga Victor menangkap tubuh sang wanita dalam pelukannya. Merengkuh tubuh Rora yang sudah tidak sadarkan diri. Tertidur dalam kehangatan yang Victor berikan.

"Bodoh, aku hanya ingin dirimu."

※※※※

"Tolong tambahkan arang pada perapian." Pintah Victor kepada dayang istana ketika ia memasuki rumah yang menjadi tempat tinggal Rora untuk sementara. Membawa Rora dalam kedua tangan serta pelukan, lantas meletakkan Rora pada tempat tidur yang Rora gunakan selama sepuluh hari ini.

"Hari ini cuaca sangat dingin, kenapa kamu justru di luar dan meminum anggur yang sudah dingin?" Omel Victor pelan. Ia mengambil selimut di sisi tempat tidur. Menyelimuti Rora yang sudah terlelap.

Victor menghembuskan nafas. Menggeleng-gelengkan kepala melihat Rora. Kemudian, ia mengelus puncak kepala sang wanita dengan lembut ketika Victor duduk di tepian tempat tidur.

Dibantu para dayang, Victor menyeka perlahan dahi Rora menggunakan kain dengan air hangat yang baru saja diambilkan. Kemudian menyapu wajah Rora agar sang wanita tidak kedinginan. Para dayang membantu Victor melepaskan beberapa armor yang terbuat dari besi dari tubuh Rora. Menyisakan hanfu berlapis berwarna putih.

"Yang Mulia Victor, silahkan beristirahat. Biarkan kami yang menjaga Jenderal disini." Ucap salah satu dayang yang mengambil arang tadi.

"Tidak perlu. Kalian bisa kembali beristirahat. Saya akan disini, karena Jenderal kalian akan sulit beristirahat tanpa diriku."

"Baik, Yang Mulia. Para penjaga menunggu Anda di luar. Panggil kami jika Anda membutuhkan sesuatu."

Para dayang beranjak pergi dari ruangan. Menyisakan Victor dan Rora di ruangan itu. Victor mendengus pelan, lalu meletakkan dagunya di dahi Rora. Memposisikan dirinya sejajar dengan Rora agar Rora merasa nyaman. Saat kepala Rora menyentuh Victor yang berada disampingnya, Rora menekan tepat ke dagu Victor. Ia bisa melihat raut wajah Rora jauh lebih tenang.

Karena sepanjang tahun, Rora mempertahankan kebiasaan selalu berjaga-jaga, dan tidak berani tidur terlalu lelap. Selalu was-was terhadap sekitar. Terkadang, hal itu membuat Victor kesal.

Beberapa jam telah berlalu. Pukul setengah satu pagi, tiba-tiba Rora terbatuk membuat Victor membuka kedua matanya saat Rora spontan terbangun dan terbatuk-batuk. Victor mengambilkan segelas air yang di meja nakas tepat di samping tempat tidur. Memberikannya kepada Rora sembari membantu sang wanita untuk minum.

"Apakah kamu mual?"  Tanya Victor pelan, kedua alisnya sedikit mengerut. Cemas.

Kepala Rora sedikit lebih baik dari pusingnya. Tenggorokannya kering, sehingga ia terbangun dan batuk. Setelah Rora selesai minum, ia menggeleng pelan. Sebagai jawaban tidak.

"Mau aku buatkan teh?"

Victor berbicara di atas kepala Rora saat kepala Rora diletakkan kembali diatas bantal. Rora lagi-lagi menggelengkan kepala. Matanya kembali terpejam.

Rora memiringkan kepala nya, dan justru menghadap ke arah Victor yang berada disampingnya. Setelah mengembalikan gelas air, Victor menarik Rora untuk mendekat kepadanya. Membawa Rora masuk kedalam pelukannya.

"Tidurlah lagi. Matahari belum muncul, sebaiknya dimanfaatkan untuk tidur lagi." Deru nafas Victor bisa Rora rasakan. Kehangatan yang menyelimutinya, membuat Rora jatuh tertidur lebih dalam lagi.

Ketika suara ayam jantan berkokok dengan sangat lantang. Victor terbangun. Subuh sudah menghampirinya, ada jadwal pelatihan di lapangan pagi ini. Sebelum Victor beranjak pergi, ia mendekatkan wajahnya kepada dahi Rora yang tenang dalam tidurnya. Mengecup dahi Rora cukup lama sebelum akhirnya Victor melepaskan kecupan. Dengan begitu, Victor beranjak pergi dari sisi Rora dengan perasaan tenang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro