kenangan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

<pertanyaan> Apa definisi hidup bahagia? </pertanyaan>

Pertanyaan ini sungguh akan menimbulkan jawaban yang subjektif. Bahkan, jawaban sepintas 'senang setiap hari' adalah komentar subjektif, walaupun frasa itu dapat dikategorikan sebagai jawaban yang bersifat umum. Ukuran 'kebahagiaan' seseorang berbeda, tidak bisa ditakar layaknya gula. Tidak ada satuan yang dapat menggambarkan kebahagiaan, juga tidak ada alat ukur yang dapat menimbang kebahagiaan.

Manusia adalah makhluk yang dinamis, satu hal bagi orang lain belum tentu cukup bagi seorang lainnya. Apa yang membuat seseorang merasa cukup di hari itu belum tentu akan sama di hari berikutnya.

Manusia adalah makhluk yang tak pernah puas. Ketika ia telah mendapatkan satu hal yang membuatnya merasa cukup, ia akan meminta lebih. Ia akan meminta terus. Ia akan memenuhi gelas itu hingga penuh dengan seisi alam semesta bila perlu.

<pernyataan>Subjektivitas bahagia perlu diperluas.</pernyataan>

Elizabeth baru memikirkan soal dalamnya kebahagiaan ketika ia menginjak umur tiga belas tahun. Saat itu, ia baru saja pulang dari sekolah rakyat - sekolah yang diperuntukan untuk anak-anak yang tinggal di Slum yang berusia kurang dari lima belas tahun.

Lima belas tahun adalah batas umur minimal untuk seseorang bekerja di belantara KINGDOM secara resmi. Secara tidak resmi, tidak usah ditanyakan. Negara futuristik mana pun tetap memiliki mereka-mereka yang bekerja di bawah umur semestinya.

Di sekolah-sekolah itu, mereka akan belajar cara membaca, menulis, dan perlahan cara untuk 'melek' teknologi walau mereka ada di daerah yang terbilang 'kumuh' atau 'buangan'.

Ruangan kelas ada di mana saja, biasanya ditandai oleh atap aluminium yang rata. Beberapa yang tertarik mengikuti kelas akan duduk berjejal di bawah atap, beralaskan semen yang juga rata (yang kadang panas atau dingin, tergantung cuaca). Di antara tempat sekolah itu, di sisi kanan dan kirinya tidak boleh ada bangunan lain seperti rumah atau toko, menghindari adanya gangguan bising atau interferensi sinyal.

Di satu-satunya tembok lapang yang membatasi ruangan kelas dengan bangunan di sampingnya akan ada rekaman bahan ajar untuk hari itu. Bahan ajar akan berlangsung kurang lebih tiga puluh menit, dan pelajaran itu akan ada di sana selama satu minggu sebelum topiknya diganti di minggu berikutnya.

Tidak ada yang dinamakan 'guru', hanya ada dinding semen, alas semen, dan atap aluminium; para murid tidak pernah meminta lebih.

Hari ini, Elizabeth mempelajari dasar coding, yang menurut anak-anak panti lain adalah hal tergampang di dunia. Peserta kelas diharapkan mengerjakan tugas untuk membuat sebuah tatap muka sederhana yang terdiri dari beberapa tombol.

Elizabeth paham tugas yang diberikan, namun belum tentu ia bisa meminjam satu-satunya komputer di panti untuk mengerjakan tugas sekolah. Ada beberapa anak tertua yang selalu menguasai komputer, sampai akhirnya mereka diomeli dan diusir oleh pemilik panti - sebut saja 'Nyonya'.

Yang Elizabeth ingat, ia telah hidup cukup lama di panti itu, salah satu dari banyak tempat yang ada di Slum untuk anak-anak dengan latar belakang tidak jelas. Elizabeth tidak pernah mempertanyakan alasan dia ada di sana kepada Nyonya, berbeda dengan anak-anak yang penasaran dan akhirnya marah ketika tahu bahwa mereka telah 'dibuang'. Elizabeth selalu menganggap anak-anak seperti mereka tidak tahu cara berterima kasih ke Nyonya, yang selama ini sudah menyediakan tempat untuk mereka tidur dan makanan untuk mereka makan.

Sama seperti sekolah rakyat, 'panti' ini ada untuk anak-anak di bawah lima belas tahun. Setelah mereka berumur cukup, Nyonya akan melepas mereka untuk bekerja. Anak-anak itu tidak akan pernah kembali ke panti, atau ke Slum.

"Panti ini dikelola oleh para bangsawan kelas yang ingin memiliki pekerja legal. Bentuk investasi."

Nyonya pernah berkata itu sesekali, tetapi Elizabeth belum paham arti di balik kata-kata tersebut hingga ia berumur empat belas tahun.

Hari itu, hari yang cukup terik dengan kadar kelembapan yang rendah. Elizabeth tidak menghitung berapa kali sudah ia mengelap keringat ketika ia mendaki undakan tangga sempit menuju lapangan utama yang ada sebelum daerah panti. Biasanya, ia selalu mengagumi mural-mural aneh yang tidak bisa ia baca tulisannya di tembok bata itu, namun cuacanya terlalu panas untuknya berpikir terlalu banyak.

Di jam-jam siang itu biasanya anak-anak tua belum kembali ke panti, ia bisa bersantai di ruang utama yang teduh sambil melihat Nyonya yang sedang menjahit baju-baju atau tirai-tirai yang berlubang.

Sedari tadi pagi, lapangan utama itu penuh, tepat di dekat area panti. Lapangan utama di titik M itu dibatasi oleh beberapa rumah di sebelah utara dan timur, terbentuk menyerupai sudut. Ada layar besar yang Elizabeth bisa lihat dari kejauhan, suara sayup-sayup seseorang tengah berseru lantang, dilanjutkan dengan tepuk riuh orang-orang yang hadir, berdiri menghadap sosok yang ada di bawah layar besar.

Ah, Elizabeth ingat. Kalau tidak salah, ada satu 'politisi' dari 'bangsawan kelas' yang datang ke sana untuk menyampaikan 'orasi'.

"Pria itu nanti akan datang ke panti. Dia-lah pemilik panti ini, namanya Duke Lakspur," Nyonya mengatakan ini tadi malam, sambil ia ditemani Elizabeth mencuci piring-piring bekas makan malam. "Baik-baik saja di depan pria itu. Mungkin dia akan memberimu uang saku."

Elizabeth tertarik dengan kerumunan itu, tapi ia juga tertarik untuk membaca ban berjalan berisi berita yang melayang tinggi di atas langit, tidak terganggu oleh atap-atap rumah.

Setelah bisa membaca, Elizabeth selalu mencoba membaca apa yang ia bisa baca. Berbeda dengan anak-anak lain yang akan membaca sesuatu dengan lisan dan keras-keras, Elizabeth akan terdiam, melihat kata demi kata yang ada sebelum melihatnya sebagai kalimat. Ia tetap melakukan itu walau sudah berumur tiga belas tahun, membuatnya terkesan lamban.


Pesta Seleksi Society telah dibuka di kediaman utama Regelia.

Saham pabrik garam sintetik melonjak drastis setelah diresmikannya peraturan baru kemaritiman.

Sistem telah diperbaharui menjadi 5.0; apa saja perubahannya? Nantikan himbauannya pada  pukul 18.


Setelah puas membaca dan mendengar tepukan keras lagi-lagi berkumandang dari kerumunan, Elizabeth mencoba mendekat menuju keramaian itu.

Sebelum akhirnya ia mendengar suara terputus dari interkom yang semula menggaungkan kalimat-kalimat berupa janji yang sulit Elizabeth cerna. Sebelum akhirnya hadirin yang berdiri tegak seluruhnya jatuh, satu per satu. Menyusul kemudian, ledakan terlokalisasi terjadi di belakang tempat tersebut, menghasilkan angin yang membuat Elizabeth tunduk namun tidak menimbulkan suara.

Elizabeth pernah melihat artikel tentang bom ketika bahan ajar menyuruhnya untuk membuat kliping digital mengenai bahan-bahan berbahaya.

<artikel>
Dulu, bom bersuara sangat keras dan menimbulkan kehancuran yang luar biasa. Dengan teknologi, bom bisa dibuat tidak menimbulkan suara, namun masih mempertahankan efeknya yang dahsyat. Api yang dihasilkan juga tidak sebanyak dulu. Bom ini bisa dikendalikan dengan jarak sangat jauh asal terpasang oleh chip kendali terbaru. Orang-orang yang tidak menyaksikan ledakan bom mungkin akan mengira itu tidak bersumber dari bom, tetapi sebuah arus pendek listrik! Hanya orang-orang yang melihat ledakan yang akan merasakan tremornya yang sangat kecil itu menggelitik di bawah kaki mereka. Menarik ya?

</artikel>

Tunggu.

Yang entah-siapa-di-balik-semua-ini ledakan, adalah panti-nya, 'kan?



<pertanyaan>Apa definisi hidup bahagia?</pertanyaan>


Minggu-minggu awal dilatih di bawah seorang Elise Cardis adalah neraka tersendiri bagi Elizabeth.

Sekarang, di dua puluh tiga tahun ia berjalan di muka KINGDOM, ia menyandang nama 'Elizabeth Cardis', dan Madam Elise memanggilnya dengan 'Liz' karena merasa namanya terlalu panjang.

Secara dokumen tertulis, Elizabeth Cardis adalah anak angkat yang dibawa sendiri oleh Elise. Seluruh masa lalu dan latar belakang Elizabeth Cardis sudah dirancang sedemikian rupa oleh Madam Elise sehingga tidak ada yang akan menanyakan perihal Elizabeth berasal dari tong sampah atau bukan.

Sebuah pertanyaan yang lama Elizabeth telah lupakan kembali ke permukaan seusai dirinya menempuh (dan bertahan) di salah satu kelas kepribadian khusus yang diajarkan oleh sang Madam sendiri. Ada tanda tanya besar di dalam kepala Elizabeth mengenai perlunya seorang bangsawan minum teh dengan urutan main tertentu, namun, pertanyaan itu kembali dan ada lebih besar dari biasanya.

"Liz?"

"Hmm?"

"Sudah selesai menganalisis data klien?"

"Ah, belum, Madam."

Elise Cardis datang dengan dua cangkir kopi dari dapur, ia menaruh keduanya di atas meja kayu panjang, di samping beberapa buku yang mengeluarkan cahaya berpendar berbentuk peta Divisio Tessa dari tahun ke tahun. Data street scanner tengah ada di layar utama rumah itu, daftarnya terus bergulir seiring dengan orang-orang yang berbondong-bondong mendatangi pasar dan kantor pemerintahan di siang bolong.

Mata Elizabeth mengerjap melihat ada tiga laki-laki dengan topi fedora masuk ke lobi administrasi. "Apakah orang-orang itu yang diincar klien kita?"

Elise berdengung, "Observasi yang bagus, tapi sayangnya bukan."

"Bukan? Tapi kata klien, ciri-cirinya-"

"Coba kamu masuk ke control panel pemindai di kantor administrasi dan unduh data terbaru."

<pertanyaan>Apa definisi hidup bahagia?</pertanyaan>

Setelah disibukkan dengan kelas kepribadian dan pelajaran mengenai sejarah dan etika, Elizabeth juga turut membantu pekerjaan Madam Elise. Neraka, mendapati dirinya melakoni peran bangsawan yang selalu ia anggap sok tinggi dan kuasa. Surga, mendapati dirinya melakukan sesuatu yang sangat ia sukai: meretas dan menganalisa.

<argumen>Apa ini adalah hidup bahagia?</argumen>

Dalam beberapa menit, data yang ia ambil diam-diam dari street scanner telah muncul di layar utama. Parameter-parameter tertentu yang semula tidak terlihat dari kaca mata luar data kini mulai bermunculan. Madam Elise tengah menyeruput kopinya dengan santai, kepalanya ia telengkan ke arah Elizabeth yang mulai mencatat parameter yang belum pernah ia lihat sebelumnya di komputer layang pribadinya.

"Kurang cepat, tapi biarlah. Sudah bagus seminggu kamu nggak muntah-muntah selesai instalasi Sistema Cardis." Elizabeth menggeram ke arah sang Madam, yang hanya tergelak puas menanggapi. Ia kemudian menurunkan cangkir, tangannya terbuka ke daftar parameter yang bermunculan.

"Oke, jadi, apa yang bisa kamu simpulkan, Liz?"

"Tiga orang itu adalah ... virtual avatar."

"Tepat," seringai sang Madam begitu lebar. "Atau lebih tepatnya, virtual avatar yang dipakaikan skin."

"Skin? Semacam kode untuk baju?" tangannya mulai mencatat.

"Tidak sekedar baju, jadi virtual avatar ini seperti, ada di kondisi dasar mereka, tidak memiliki identitas dari si pemilik avatar, dan si pemilik avatar memakaikannya 'kulit' sehingga ia terlihat seperti orang lain dan terpindai seperti orang lain."

"Rumit, Madam."

"Oh? Kamu belum tahu soal dummy brain, ya?"

Dahinya mengernyit, "Apa itu?"

"Basis virtual avatar sebelum akhirnya dibentuk menjadi pribadi virtual yang memiliki identitas sesuai orang yang membuatnya. Mungkin dulu ada yang menyebutnya dengan manekin, tapi karena ini adalah sebuah 'otak', semua orang menyebutnya sebagai dummy brain."

Elizabeth tertegun. Suara ketukan Madam Elise di atas meja kayu seakan seperti hitungan mundur untuknya berpikir, meski ini bukan sebuah kuis. Ia mengetik perlahan terminologi itu di catatannya, Sistema Cardis yang ada di dirinya belum bisa melakukan hal-hal seperti menangkap kata kunci dari suara.

"Baik. Jadi, dummy brain ini tidak difinalisasi ke tahap avatar, tetapi bangsawan itu bisa memakaikan kode pada dummy ini untuk menipu street scanner dan secara tidak langsung, lolos dari deteksi Sistem?"

"Bravo, Liz." tepuk tangan dari Madam Elise adalah sebuah penghargaan tertinggi yang bisa sang kepala keluarga berikan pada Elizabeth, dan itu sejenak membuatnya kaget, wajahnya merona sedikit merah. "Aku tahu kamu bisa paham dengan cepat."

"Artinya, semua bisa mengelabui street scanner sekarang?"

"Ini juga apa yang kupakai kalau aku perlu keluar bertemu dengan Madame Tess," ya, dan ternyata, Madam Elise dan pemimpin Divisio Tessa adalah teman akrab! Sebuah antiklimaks! Toh, Elizabeth sudah menyangka bahwa Madam Elise suka menggoda Madame Tess.

"Kamu ingat, 'kan, pas kamu bilang kalau aku ini Baron, bukan Baroness, mm?"

Elizabeth mengangguk, mendecih dengan volume sekecil mungkin melihat dirinya yang yang dipuji sekarang mulai diejek.

"Ini bukan teknologi lama, kok. Sepuluh tahun yang lalu, orang-orang tertentu sudah mulai memakainya."

"Eh?"

Madam Elise memberi jeda untuknya menghabiskan kopi miliknya. Sementara, kopi milik Elizabeth belum tersentuh sama sekali. Madam Elise bersedekap, mendorong punggungnya lebih dalam ke pelukan kursi kayu. Pandangannya ditoleh pada Elizabeth dengan ekspresi datar, bibirnya perlahan ditarik memunculkan senyum yang pahit.

"Ledakan pantimu, bersamaan dengan ledakan di kediaman Regelia yang merupakan situs Pesta Seleksi Society, dilanjutkan dengan pencurian credit besar-besaran dan pemutusan komunikasi; terorisme siber yang didalangi oleh banyak kepala namun dijatuhkan pada satu nama."

Elizabeth menahan geliat nafas, bibirnya mendadak kaku.

"Selama ini benar kalau Duke Lakspur ternyata ... sudah mati?"

"Padahal dia yang dihujat oleh semua orang, ya? Sayangnya dia hanya boneka," Madam Elise berujar.

Di benak Elizabeth, ia melihat lautan api ketika ia mendekat ke arah panggung dan rumah-rumah yang meledak. Api itu menelan segalanya, perlahan tapi pasti, di tengah terik matahari yang membuat si jago merah terlihat terang dan membutakan. Tidak akan ada yang menyelamatkanmu ketika kamu celaka di Slum, Elizabeth tahu mengenai peraturan tidak tertulis itu, sehingga ia hanya menyaksikan merah yang melalap panti dan mungkin jasad Nyonya yang tengah dijilat-jilat oleh api.

Di kejauhan, berita terkini berkumandang, seseorang bernama Lakspur yang bergelar Duke tengah dilumpuhkan setelah meledakkan situs Pesta Seleksi Society dan tempat lain yang tidak disebutkan.

Di umur tiga belas tahun, Elizabeth hanya bisa menutup telinga dan terduduk diam, bingung menyertai dirinya lagi tidak ada orang yang menolongnya. Dirinya yang sudah kosong terasa semakin hampa, dan ia semakin tidak tahu bagaimana cara mengisinya.

Padahal ia bisa bersantai di hari itu bersama Nyonya. Lalu di esok hari, ia akan pergi lagi ke sekolah menyerahkan tugas.

Elizabeth sudah tidak punya tempat karena Duke Lakspur.

Tapi, ada yang janggal.

Siapa yang ada di podium tadi, kalau bukan seorang laki-laki pemilik panti yang menjanjikan sesuatu yang indah dan membuat para penduduk Slum di sekitar berbondong untuk mendengarkan?

"Boneka?"

Elizabeth tidak suka suaranya yang mencicit. Seakan ia memaksa kata-kata untuk keluar dari tenggorokan.

"Teroris itu memakai nama Duke Lakspur karena dia punya hak prerogatif di Pesta Seleksi Society. Kenyataannya, dia menolak untuk memakai hak itu dan pergi ke Slum untuk agendanya sendiri," Madam Elise menerangkan tanpa jeda. "Mungkin sekelompok teroris itu marah melihat pembangkangan sang Duke dan mereka membungkamnya?"

Nafasnya kembali tercekat, Elizabeth kini melongok sempurna ke arah sang tuan rumah.

"Tunggu, Madam, kenapa anda bisa tahu banyak soal itu?"

Elise Cardis sekedar menggeleng-geleng mendengar pertanyaan itu, walau bibirnya lengkung dalam tawa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro