Bab 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Entah ini sebuah keajaiban atau bagaimana, Arin muncul dihadapannku. Aku tidak bisa menahan diri, dan langsung menangis sambil memeluknya. Aku sangat senang dia ada di sini. Rasanya seperti mimpi kami hidup kembali dan masih saling mengingat. Di saat itu juga aku merasa sedih, karena Arin membungkuk, memperkenalkan dirinya, dan memintaku menjadikannya pelayannya.

Setelah pesta, aku tidak langsung bertemu Arin. Karena dia harus mengurus beberapa hal sebelum resmi di istana sebagai pelayanku. Kufikir malam itu aku tidak bisa tidur, namun karena kelelahan aku ketiduran tanpa sempat mengganti pakaian. Dan saat aku bangun, matahari sudah berdiri di atas istana.

Aku membuka mata karena merasa gerah, yang pertama kulihat adalah Lilia yang melihatku cemas. "Nona sudah bangun? Apa ada bagian tubuh Nona yang sakit?"

Aku bangun, kepalaku terasa sakit, dan badanku pegal. "Kurasa aku butuh air dingin."

Lilia memberikan gelas yang sudah dia siapkan tadi. Aku melihat sekeliling, hanya ada Lilia. Padahal biasanya ada Keyra dan Giana juga beberapa pelayan. Dan tidak tampak Norin dan Niran, apalagi Arin.

"Ke mana yang lain?" Tanyaku.

"Hmm, yang Mulia memanggil mereka Nona," jawab Lilia pelan.

"Haaa, kenapa?" Teriakku. Kenapa Eren memanggil mereka semua? Apa  mereka habis membuat kesalahan. Atau waktuku di sini sudah habis? "Kau kenapa tidak pergi juga?"

"Saya disuruh mempersiapkan Nona. Yang Mulia ingin makan bersama Nona."

Kepalaku masih sakit, dan badanku pegal-pegal. Padahal aku ingin rebahan sampai Arin datang. Tapi kalau situasinya seperti ini apa boleh buat. Aku turun dari ranjang, dan langsung ke kamar mandi. Lilia mengikuti ke belakang. Dia membantuku melepas pakaian dan perhiasan. Dia juga sudah menyiapkannya air panas dengan aroma trapi agar aku sedikit rileks. Selama aku mandi, Lilia ke sana kemari menyiapkan gaun dan perhiasan juga riasan yang akan kugunakan. Setidaknya beri satu pelayan, aku kasihan melihat Lilia.

#

"Kau pucat sekali hari ini?" Tanya Eren ketika meliahku sampai.

"Saya cuma baru bangun tidur," jawabku sambil berusaha tersenyum.

Tidak seperti biasa, hari ini kami makan di gazebo taman. Aku jarang sekali jalan-jalan ke istana lain. Tidak kusangka ada taman secantik ini. Aku langsung duduk di kursi berwarna putih, senada dengan warna gazebo dan mejanya. Baru saja aku duduk, pelayan langsung menghidangkan makanan untukku.

"Ku dengar kau tidak suka daging," ujar Eren.

"Bukan tidak suka, jaga-jaga kalau itu bukan daging manusia."

"Haa, apa?"

Eh... Aku keceplosan. Sial gini nih efek bangun tidur langsung disuruh pergi dari kamar. Nyawaku belum terkumpul tolong. "Maaf yang Mulia saya agak ngelantur," kekehku.

Hari ini berbeda dari sebelumnya. Wafel dengan madu, sudah lama aku tidak makan karbohidrat seperti ini. Sekarang aku benar-benar jadi manusia herbivora, hiks. Aku memotong sebagian kecil wafel itu, dan memasukannya ke mulut. Tekstur lembut dan manisnya madu bersatu, benar-benar lezat.

"Syukurlah kau suka." Eren tersenyum tipis.

"Ngomong-ngomong, kenapa semua pelayan dan dayang saya dipanggil?" Kecuali Lilia, tapi dia juga pergi setelah mengantarku ke sini.

"Hanya evaluasi sedikit. Jangan khawatir, aku tidak akan menyiksa mereka."

Dia ternyata tahu apa yang kufikirkan. "Lalu apakah Arin, maksudnya penari yang semalam itu juga ikut evaluasi?"

Senyumannya pudar, aku benar-benar tidak mengerti maksud ekpresinya. "Kau seperti sangat dekat dengan penari itu."

"Dia sahabatku dari kecil. Karena ada satu hal, kami berpisah sangat lama," jawabku dengan senyuman.

"Dia meninggalkanmu? Atau kau meninggalkannya? Karena perpisahan pasti ada yang pergi terlebih dahulu."

Pasti tidak masuk akal jika kubilang kami berpisah karena maut. Kami mati bersama, dan saat bangun sudah terpisah satu sama lain. Aku pasti dianggap gila. "Takdir yang memisahkan kami. Saat aku menjadi putri, aku tidak bisa melihatnya lagi. Kurasa dia juga begitu."

Seingatku Eren tahu bahwa Milica merupakan anak adopsi Raja. Milica yang cantik di adopsi Raja ketika ibunya yang merupakan seorang pelayan meninggal. Sejal saat itu dia terasingkan di istana kecil dengan seorang pelayan bisu. Walaupun tau itu, dia tetap membawa Milica ke sini. Mungkin yang ia fikirkan dulu saat aku masih menjadi anak pelayan, aku bisa bermain dengan penari itu. Namun saat aku menjadi putri, kami tidak boleh saling bertemu satu sama lain.

"Cerita yang cukup sedih," jawabnya datar.

Aku tersenyum kesal. Dia pasti tidak peduli dengan itu. Orang yang membantah seluruh keluarganya mana paham tentang persahabatan. "Lalu pada dia sudah ke istana?"

"Tadi pagi, setelah ini kau pasti bertemu dengannya. Padahal pelayanmu sudah banyak, apa kurang?"

"Saya ingin menjadikannya dayangku, apa bisa?"

Dia terdiam untuk beberapa saat. Lalu mendengus keras. "Terserah kau saja, asal kau tidak merasa kesepian di kerajaanku."

"Eren mengkhawatirkannku?"

Dia langsung tersedak mendengarnya, lalu menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Aku berusaha menolongnya, tapi dia tidak mengizinkannku mendekatinya. Telinganya merah, apa dia benar-benar khawatir padaku? Entah kenapa udara di sini semakin panas saja. Jantungku juga mulai bersikap. Dia tidak suka padaku kan?

"Kau habiskan saja, aku masih ada pekerjaan." Dia berdiri dan langsung meninggalkannku.

Aku masih terdiam sambil melihat kepergiannya. Pikiranku kacau berusaha memikirkan apa maksud dari perilakunya tadi. Makannya masih banyak, dan biasanya dia menungguku selesai makan baru pergi. Tunggu apa aku merasa kecewa dia pergi begitu saja? Ayolah ingat statusmu tolong, dasar aku.

"Hubungan kalian nampak baik," ujar seseorang.

Aku melinguk dan mendapati Arin berdiri di samping gazebo. Aku langsung tersenyum senang, dan berdiri lalu mendekatinya. Dia tersenyum tipis padaku.

"Bukankah tidak pantas putri mendatangi dayangnya?" Tanyannya.

"Bodoh amat, aku dari dulu benci sistem kasta seperti ini. Ngomong-ngomong kenapa kau pakai cadar? Wajahmu tidak rusak kan?"

Dia terkekeh, lalu membuka cadarnya. Aku terbungkam melihat wajah Arin yang ternyata lebih cantik dari perkiraannku. Padahal dia hanya memakai gaun terusan dengan lengan pendek berwarna abu-abu, tapi Kenapa aku terus berdecak kagum.

"Aku benci melihat orang melihat wajahku seperti itu." Dia kembali menutup wajahnya lagi. "Lagipula dari dulu aku ingin berpenampilan seperti ini. Di dunia sebelumnya pasti aneh jika aku hanya memakai bikini tapi memakai penutup wajah."

"Benar, kau pasti di cap psk jika seperti itu di tempat umum. Ngomong-ngomong selama ini kau kemana saja? Kenapa kau tidak menemuiku?"

Dia melihat sekeliling, memang dari tadi tidak ada pengawal atau prajurit. Mungkin dia memastikan lagi agar tidak ada yang mendengar percakapan kami. Dia yang menulis Novel tentang dunia ini. Pasti dia tahu jelas berapa banyak mata-mata yang mengincar Milica.

"Aku sudah bilang, aku ingin menari keliling dunia. Dan sekarang aku sudah berkeliling benua dan menari, makannya aku menemuimu," tegasnya.

"Kau tahu aku menjadi Milica?" Dia mengangguk. "Kenapa bisa, apa kau Dewi di sini?"

"Kau berlebihan, aku cuma gadis penari yatim piatu tau,huhuhu," rengeknya. Aku tidak percaya dengan semua itu. Dia pasti lebih dari Manusia biasa. "Itu tidak penting. Tapi untunglah kau masih hidup dan akur dengan Raja."

"Memangnya kau akan menyelamatkanku?"

"Sebenarnya iya, tapi sekarang tidak lagi. Kau bisa mengurus dirimu sendiri. Apa kau betulan menjaga wanita jahat? Pasti menyengakan," dia terkekeh.

"Kau jahat sekali. Lalu apa yang ingin kau lakukan sekarang?"

Dia mendengung cukup lama dengan sorot mata ke sisi lain. "Aku ingin menyelamatkan semua orang dari akhir menyedihkan."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro