Bab 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Di kerajaan Matahari, bulan selalu terlihat terang, walaupun bukan bulan purnama. Terkadang, suara penduduk yang bercengkrama dan minum bersama bergema sampai ke istana. Karena di Istana, suasananya selalu sunyi dan senyap.

Di salah satu istana yang tak terpakai setiap malam seorang gadis mengedap ke sana. Terkadang ia menutupi dirinya dengan kain, atau tudung. Dia selalu memakai gaun tidur. Dan sangat lincar ke sana kemari. Saat dia memperlihatkan kepalanya, akan nampak rambut indah seperti baluran madu yang terpapar sinar bulan. Dia sangat cantik samapi tidak cocok jika harus menginjakkan kakinya ke atas atas. Seperti biasa, yang ia lakukan adalah mengeluh di bawah bulan.

"Sial tidak kusangka akan bertemu Eletra secepat ini. Tapi aku puas banget liat wajahnya yang kek gitu. Salahnya sendiri punya niat buruk ke Milica. Rasanya aku ingin mempermainkannya terus-menerus. Dia sendiri terlalu caper ke Raja. Walaupun aku tidak peduli dengan itu sih. Tapi kalau dibiarkan dia bisa membuat hidupku menderita. Ya walaupun yang membuat Milica mati itu Duke Zeron. Berbeda dari yang lain, dia tidak bisa kupermainkan. Benar-benar cwok menyebalkan. Tapi tidak semenyebalkan Eren sih. Aaaa, kenapa dia tampan sekali. Pesona tokoh utama memang beda," keluhnya panjang lebar.

Wajahnya langsung terlihat agak cerah setelah mengeluarkan semuanya. Dia tersenyum sambil menatap bulan. Seolah bulan adalah teman untuk mendengarkan ceritanya. Namun selalu sorot matanya terlihat sedih. Terkadang dia berdoa semoga hari berikutnya akan lebih baik. Atau agar ada mantra yang membuatnya bahagia. Dan mungkin ada seseorang yang bisa memeluknya saat itu. Namun dia hanya menghela nafas, karena dia tahu itu tidak mungkin.

Dia tidak tahu bukan cuma bulan yang mendengar ceritanya. Dia tidak tahu istana yang ditanganinya tiap malam itu di tinggali seseorang. Tidak ada cahaya di dalamnya bukan berarti tidak ada orang. Di balik semak-semak orang itu selalu tersenyum mendengar keluhan sang gadis. Dia menjadikan cerita gadis itu sebagai hiburan malam setelah ia penat bekerja. Mata abu-abu selalu menyipit ketika muncul keinginan untuk keluar dari persembunyian, dan memeluk gadis itu dari belakang. Namun ia menahannya, karena menurut ini bukan waktunya.

#

Acara selanjutnya adalah hiburan. Aku duduk di sebuah tempat duduk khusus, samping tempat duduk Eren. Sebuah aula besar yang saat ini dipenuhi orang-orang. Berbeda dari acara sebelumnya, kali ini hanya para bangsawan dan orang penting yang datang. Sebenarnya aku sangat lelah, tapi mana mungkin bintang utama pergi sebelum acara selesai.

Pintu aula di buka. Suara gemercik lonceng kecil terdengar bersamaan para penari dengan pakaian erotis masuk ke aual. Aku terkejut melihat hiburan ini, apa benar ini cocok dengan acara pertunangan? Apalagi semua penari itu adalah wanita cantik dengan tunuh bagus yang hanya memakai lingerie. Ini sih lenih pantas dibilang hiburan om-om cabul. Suara seruling dan gendang terdengar harmonis, serirama dengan gerakan mereka.

Mereka menggoyangkan pinggul, dan menggerakkan tangan seperti air. Semuanya tersenyum sambil sesekali menggoda para penonton di sana. Dari gerakannya ini seperti tari perut di Mesir. Ternyata di dunia ini juga ada. Aku melirik Eren, reaksinya diluar dugaan, sangat dingin. Apa dia tidak punya nafsu pada wanita seksi dan cantik di depan.

Satu penari lagi datang terakhir. Berbeda dari yang lain yang memakainya pakaian cerah, dia malah memakai pakaian abu-abu. Sama seperti rambutnya yang berwarna keperakan. Dia juga memakai cadar, sehingga orang-orang yang bisa melihat mata merahnya yang tajam. Gerakannya nampak mencolok, sepertinya dia adalah bintang utama acara ini. Gerakannya juga sangat memukau, tidak banyak menggoda Seperti penari lain, tapi bisa membuat yang melihatnya terpesona. Entah kenapa bentuk matanya terkesan familiar bagiku. Tanpa kusadari, aku ikut menikmati penampilan mereka.

"Kau tampak lelah?" Tanya Eren yang memberikan cangkir minuman padaku. Darimana dia dapat minuman ini?

"Ah iya, sedikit," jawabku. Aku mengambil minuman itu.

Baunya seperti alkohol. Apa ini tidak apa-apa? Jangan-jangan orang ini ingin membuatku mabuk dan melakukan 'itu' bagiku. Sial fikitanku traveling membayangkan bagaimana otot perutnya.

"Apa kau tidak kuat alkohol? Wajahmu merah padahal hanya mencium baunya."

Oke lebih baik berhati-hati. "Maaf yang mulia, saya tidak minum alkohol."

Dia tersenyum dan mengambil cangkirku kembali. "Kenapa kau tidak bilang. Kau suka jus jeruk?"

Kenapa dia perhatian padaku, atau hanya perasaan ku saja. "Iya yang mulai."

Aku baru sadar ada pelayan di sampingnya. Ternyata dia yang mengambil minuman tadi. Tentu saja, Raja mana mungkin mau berdiri dan berjalan mengambil minuman sendiri apalagi di acaranya sendiri.

Waktu berjalam cepat dari yang ku perkiraankan. Penari-penari itu berbaris lurus, dan memberi salam. Sebelum satu per satu dari mereka keluar aula. Suara ledakan terdengar di luar istana. Kembang api meluncur ke langit malam kerajaan Matahari. Suara ledakan itu mengejutkanku, aku langsung menutup mata dan telinga. Sebenarnya aku takut dengan suara kembang api. Menginginkanku dengan kenangan kelam di masa lalu.

Sebuah tangan meraba kepalaku, dia menyingkirkan tanganku yang menutup telinga, dan tangan itu menggantikannya. Eren lalu menggeser kepelaku, agar aku bisa melihat kembang api itu. Namun aku masih menutup mata.

"Bukalah matamu, ini sangat indah," bisiknya.

Entah bagaimana aku tidak mendengar suara ledakan itu lagi. Aku pun membuka mata. Mataku langsung di manjakan dengan gemerlap cahaya warna-warni kembanh api. Mereka sangat banyak dan besar sampai menutupi seluruh langit. Ini pertama kali aku melihat kembang api seindah ini   tanpa takut. Dengan diluncurkannya kembang api, pesta pertunangan ini berakhir.

Aku keluar dari aula dengan menggandeng tangan Eren. Aku benar-benar lelah, rasanya ingin sekali aku cepat ke kamar dan tidur. Mungkin karena seharian ini aku bersama Eren, aku tidak merasa canggung menggandengnya seperti ini.

Di luar istana aku berpapasan dengan Duke Zeron, dan beberapa penari yang sedang berlutut. Aku benci sistem kasta yang membuat mereka terlihat rendah di depan orang lain. Eren sebagai Raja pun hanya lewat, dan tidak peduli dengan itu. Aku pun kali ini terpaksa diam, karena seperti itulah sistem dunia ini.

Salah satu dari mereka berdiri. Wanita yang mengenakan cadar tadi. Dia yang tiba-tiba berdiri membuat pengawal Raja bergerak dan mengelilinginya. Apalagi dia menunjuk ke arahku. Aku berhenti berjalan, dan melihatnya.

"Hocas focas, berilah dia kebahagiaan!"

Suara itu, kalimat itu, tidak mungkin.... Tanpa kusadari aku meneteskan air mata. Aku melepas genggaman Eren. Dan tanpa pikir panjang langsung berlari dan memeluk wanita itu.

"Arin! Tidak kusangka kau ada di sini. Aku sangat merindukanmu. Aku takut, aku takut sendirian di sini. Aku sangat kesepian. Syukurlah ternyata kau juga di sini," rengekku.

"Lama tidak bertemu Miaa, untunglah kau masih hidup."

"Kau bercanda! Huawaaaa!"

Aku menangis keras sambil memeluk Arin. Mengabaikan tatapan heran orang-orang di sana. Termaksud Eren yang terbelalak melihatku. Dia tampak menggigit sebagai kecil bibirnya. Dan mengepal kedua tangannya.

Arin melepas pelukanku, dia mundur beberapa langkah kebelakang. Aku hanya diam dan mengelap air mataku. Aku tahu dia sedang tersenyum di balik cadarnya itu. Dia memberiku hormat dengan mengangkat sedikit roknya, dan menundukkan badan.

"Saya Laya Arinayr, izinkan saya berada di samping Nona sebagai pelayan Nona yang setia."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro