Bab 9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Arin mengayunkan ayunan, membuatnya terbang tinggi dengan berdiri di papan kayu itu. Aku hanya diam melihatnya yang asik sendiri. Padahal dia sudah besar, tapi masih bertingkah seperti anak kecil. Arin memang selalu seperti itu. Saat dia lelah, dia akan berhenti dengan menghela nafas panjang dan tersenyum pada langit. Lalu melontarkan kalimat itu.

"Hocas focas, berilah dia kebahagiaan!" Dia selalu menunjuk ke arahku.

Setelah itu aku tertawaan terbahak-bahak. Kalimat itu seperti sebuah mantra yang membuatku bisa tertawa dan melupakan masalahku. Apalagi melihat ekpresinya yang polos seperti anak kecil dengan badan wanita dewasa.

"Jika suatu saat kita berpisah, pasti itu mantra pengingatmu," ujarku.

Dia terkekeh. "Kalau begitu jika kita berpisah lama, dan kita bertemu lagi tapi tidak saling kenal. Anggap saja ini mantra agar Mia tahu kalau itu aku," ucapnya dengan polos.

"Memang kau mau meninggalkanku?" Dengusku.

"Kita kan tidak tahu apa yang ada di masa depan. Jaga-jaga saja."

"Lagipula jika kita berpisah apa yang ingin kau lakukan?"

"Hmmm, mungkin keliling dunia dan menari."

Aku tercengir. "Kelas balet saja dirimu sering bolos."

"Ya maaf."

Suara tawa kami berpadu menjadi nada di langit senja. Padahal sudah lama aku tidak bermimpi dengan masa laluku. Tapi hari ini mimpi itu kembali muncul. Suara tawa Arin membangunkanku. Yang pertama kulihat adalah ukiran emas di atas kasurku. Dengan kain-kain tipis di sekitarnya. Aku bangun dan memeluk lututku.

"Aku butuh mantra itu lagi," gumamku.

#

Hari ini pesta pertunanganku. Seperti biasa, aku bangun sebelum matahari terbit. Tapi kali ini Dayang dan Pelayan sudah masuk ke kamarku. Mereka menyuruhku mandi dengan mawar, madu, dan susu. Lalu meriasku dan mengenakanku gaun. Aku hanya diam dan kali ini entah mengapa aku sedang malas menjadi wanita jahat. Semalam aku memimpikan tentang Arin. Andai bisa, aku ingin kembali ke masa itu. Atau minimal Arin juga di sini, memberiku mantra kebahagiaan.

"Apa Nona sedang memikirkan sesuatu? Nona tampak sedih," ujar Niran dengan raut cemas.

Aku tersenyum dan mengelus kepalanya. "Tidap apa-apa, aku cuma gugup akam menjadi pusat perhatian seluruh kerajaan."

Dia tersenyum riang. "Tentu saja, Nona sangat cantik. Seperti peri cahaya yang turun dari langit."

Dia memamggilku sama dengan Eren. Aku terkekeh. "Peri? Apa itu cerita dongeng."

"Nona baru di kerajaan Matahari, jadi mungkin Nona belum dengar dengan peri cahaya," sambung Lilia.

"Apa itu sejenis mitologi atau mitos negara ini?"

"Sejenisnya, tapi sebagai orang menanggap dia benar-benar ada. Konon katanya Raja awal membuat kontrak dengan para peri Cahaya untuk membuat kerajaan Matahari. Raja awal itu ingin membuat negeri yang selalu terkena cahaya dan makmur, dan terbentuk lah kerajaan Matahari yang selalu mendapat Cahya matahati juga makmur seperti ini," jelas Lilia.

"Ibuku bilang peri cahaya bermata biru dan berambut kuning emas, bukankah itu seperti Nona?" Ujar Niran.

Aku terkekeh sekali lagi. "Kalau begitu aku pasti akan mendapatkan perhatian luar biasa nanti. Karena Raja bertunangan dengan peri Cahaya."

Sejujurnya aku benci menjadi pusat perhatian. Dari kecil aku selalu bersembunyi dan menjadikannya Arin sebagai tameng. Berbeda denganku, Arin selalu menjadi pusat perhatian. Namun terkadang bukan dalam hal baik. Walau begitu dia tetap tersenyum riang seperti tak terjadi apa-apa. Masa lalunya sangat kelam, dan tragisnya dia pergi dengan cara seperti itu bersamaku.

Kali ini aku menggunakan gaun kuninh yang berlapis-lapis tanpa lengan. Yang kurang dari sosok Milica mungkin hanya dada yang besar. Sudahlah, yang terpenting aku sangat cantik sekarang. Riasan sederhana namun memperjelas kecantikan alamiku. Lalu khusus hari ini, aku menggunakan tiara kerajaan yang sudah digunakan turun temurun oleh para kekasih Raja.

Saat aku keluar dari istana, Eren sudah menungguku di tangga keluar. Aku terpesona melihatnya, dia benar-benar lebih tampan dari sebelumnya. Dia menatap ke arahku, dengan senyum tipis. Sejak kapan senyumannya membuat jantungku berdetak kencang. Dia mengulurkan tangan, dan entah mengapa tanganku gemetaran saat menggapainya.

"Sepertinya kau gugup," ujarnya.

"Jelas saja, pasti banyak wanita yang iri denganku. Semoga saja tidak ada yang mengutukku," celotehku.

Dia terkekeh. "Tentu saja, kau tunangan Raja. Dan wanita paling tercantik di kerajaan ini."

"Apa Anda sedang menggoda saya?"

"Anggap saja itu pujian yang mengejek."

Aku mendengus kesal, kami jarang bertemu. Tapi  setiap bertemu, dia semakin kesal daripada sebelumnya. Di ujung jalan aku melihat kuda putih yang nampak sangat cantik. Aku tersenyum dan berjalan cepat ke kuda itu dengan menarik tangan Eren.

"Apa kita akan naik ini?" Tanyaku antusias.

"Sebenarnya kau menaiki kereta kuda agar tidak kepanasan," jawabnya.

Aku merasa kecewa. Pasti sangat elegan jika aku menaiki kuda sekali saja. Apalagi kuda putih. Saat di film, seorang putri yang menaiki kuda terkesan sangat anggun. Tapi betul juga, aku pasti akan kepanasan nanti. Sudahlah kapan-kapan saja aku naik kuda.

Eren menyengir padaku, itu bukan bertanda bagus. Benar saja, dia tiba-tiba menggendongku, dan menaikkanku ke atas kuda. Aku yang panik langsung memegang seddle kuda itu. Yang lebih mengejutkan, Eren juga menaiki kuda yang sama, dan duduk di belakangku.

"Kau harus duduk tegap saat naik kuda."

Dia menarik tubuhku ke belakang. Membuat punggungku menempel Dengan badannya. Sekali lagi aku merasakan otot perut itu.

"Apa tidak masalah jika seperti ini?" Tanyaku.

"Tidak apa, sekali-kali aku ingin membuat rumor yang bagus."

"Maksud anda tentang Raja yang memiliki hubungan harmonis dengan tunangannya?"

"Ternyata kau paham juga," sabutnya sambil tersenyum.

Aku terdiam dengan wajah memerah. Detak jantungku sangat berisik. Tapi sebenarnya aku tidak masalah berda seperti ini dengan pria tampan. Ini kesempatan langkah untuk wanita yang jomblo belasan tahun sepertiku. Ya walaupun sekarang tidak bisa dibilang seperti itu. Sudahlah, nikmati saja saat-saat seperti ini.

Parade dimulai dari dalam istana, memutari seluruh ibu kota, dan kembali lagi ke istana. Ini lebih meriah daripada yang ku bayangkan. Di Novel tidak ada acara seperti ini, atau aku yang lupa. Semakin lama aku semakin melupakan isi Novel.

Raja dan tunangannya berada di barisan terdepan, ya tidak juga sih. Karena di depan, kanan kiri, dan belakang ada prajurit kerajaan. Di belakang terdapat para penari-penari dan pemain musik seperti drumband. Ada juga para ksatria yang mempertontonkan kemampuan pedang. Para penyanyi yang melakukan suara merdu. Dan bakat-bakat lain seperti akrobat. Parade ini seperti ajang menunjukkan bakat. Semua orang bisa ikut dan menunjukkan bakat mereka ke seluruh kerajaan.

Taburan bunga terus mengenaiku sejak keluar dari istana. Ada juga potongan kertas warna warni, dan Glitter yang di lemparkan oleh para penduduk yang melihat ke arahku. Kebanyakan dari mereka benar-benar terpesona dengan kecantikanku. Aku melambai-lambai dengan anggun dan pelan menyapa mereka. Walau beberapa dari mereka, terutama para putri bangsawan memandangku dengan iri. Aku juga sempat melihat wajah Eletra yang sangat cemburu padaku. Kurasa acara seperti ini tidak masalah sesekali diadakan. Ini membuatku lupa bahwa aku sedang bertahan hidup di istana yang mengerikan itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro