Bab 25

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Aku sudah mengira akan banyak anak yang di tempat penampungan. Tapi aku tidak menyangka bahwa anak yang dijual akan sebanyak ini. Aku merinding melihat tempat remang-remang yang berisi banyak penjara, di mana satu ruangan terdapat puluhan anak. Entah mengapa aku merinding melihat semua ini.

"Kau tak apa?" Tanya Eren, dia memegang tanganku. Membuatku merasa lebih baik.

"Iya, tidak apa-apa."

Kami berjalan ke sepanjang lorong itu. Setiap langkah salalu tersorot tatapan memelas dari anak-anak itu. Tapi aku harus bisa tetap tegar. Walau hatiku sakit melihat tubuh mereka yang dekil dan kurus. Malang sekali nasib mereka dijual oleh otang tua sendiri. Mereka lebih nampak di sebut budak.

"Kenapa ada banyak sekali?" Gumamku.

"Aah, karena beberapa dari mereka tidak dijual karena utang. Tapi sengaja dijual," jawan Eren.

Bukan terpaksa, tapi dipaksa. Betapa malang mereka semua. Keluar dari sinipun belum tentu mereka akan bahagia. Ini sebenarnya jelas perdagangan manusia berkedok sosial. Sial, minatku menjadi Ratu muncul. Aku tidak ingin melihat anak-anak seperti ini.

Aku menghentikan langkahku. "Eren, semua anak ini dijual atas nama kerajaan kan?"

Dia menatapku. "Tentu saja."

Aku menghela nafas panjang. "Aku mau mereka semua untukku."

Tidak hanya Eren, tapi Laya dan beberapa prajurit juga Luv yang sedang mendampingi kami terkejut mendengarnya. Suara cekikikan terdengar dari arah Laya, membuatnya langsung mendapat tatapan sinis dari Luv. Laya buru-buru mengentikan tawanya, walau jelas dia sedang menertawakan sesuatu. Agak menjengkelkan, karena saat ini aku sedang serius.

"Tidak masalah, dengan jumlah sebanyak ini mereka bisa bekerja di seluruh istana selain tempatmu."

"Aku tidak ingin semua dipekerjakan," aku berjalan mendekati salah satu sel. Kutatap anak-anak malang ini. "Aku ingin mereka saja."

Eren tersenyum padaku. "Apa yang akan kau lakukan pada mereka? Memberikan mereka berkeliaran di kota juga tidak akan baik."

Aku menatap Laya, Laya seperti sudah tahu maksudku. Karena dulu aku pernah mengatakannya pada Laya saat menjadi Arin. Aku tidak ingin melihat anak-anak malang seperti Miaa dan adiknya. Anak yang tinggal di tempat asing tanpa kasih sayang. Juga dalam novel, Milica juga mengingatkan hal yang sama. Akhirnya ada satu hal yang membuatku dan Milica itu terikat.

"Aku ingin membuat rumah singgah untuk mereka," jawabku dengan senyuman.

"Rumah singgah? Sama dengan panti asuhan bukan."

"Walaupun sama, tapi jelas beda. Yaa, walaupun mereka dijual untuk dipekerjakan, tapi setidaknya ada tempat sesaat yang membuat mereka nyaman. Tidak seperti saat ini."

"Menarik juga," sahutnya.

"Aku akan menjadi Ratu kan, jadi aku tidak ingin melihat anak malang seperti mereka lagi," tegasku.

Eren sempat melongok mendengar ucapanku. Lalu dia terkekeh kecil dan berjalan mendekatiku. Eren mengelus kepalaku, membuatku merasa malu, apalagi saat ini sedang di depan orang banyak. "Baiklah apapun untuk calon Ratu." Sebuah kecupan mendarat di keningku. Dan karenanya, tubuhku tiba-tiba kaku dan mati rasa. Ayo Mili sadar, bukan saatnya seperti ini.

"Bawa mereka ke istana, boleh kan mereka di istana-istana kosong itu?" Tanyaku. Aku tidak berani menatap wajahnya karena hal tadi.

"Baiklah, kepala pelayan siapkan tempat untuk mereka. Dan Luv, urus perpindahan mereka sementara," pinta Eren. Ternyata dia tegas juga, kenapa baru sekarang.

"Baik yang Mulia!" Jawab Laya dan Luv bersamaan.

"Sementara ya?" Gumanku. Tentu saja mana mungkin mereka permanen di sana. "Yang sudah cukup umur jadikan dia kandidat pelayanku. Sisanya akan kuurus sendiri."

"Padahal kau belum menjadi Ratu, tapi sudah berlagak seperti Ratu," kekeh Eren.

"Bukankan anda yang meminta kepala pelayan melatihku menjadi Ratu?" Tanyaku dengan ketus.

Eren melirik ke arah Laya, entah kenapa itu bukan tatapan yang baik. "Kurasa dia memang bisa membantumu."

"Siapa, Laya?"

"Aku akan memindahkan mereka ke istana kosong itu, dan beberapa akan ku pilihkan untuk menjadi kandidat pelayanmu. Tentu saja kau yang memilih mana yang berhak masuk ke istanamu," jelas Eren.

Aku tersenyum lebar. "Terimakasih Eren. Aku juga akan membuat proposal tentang rumah singgah itu," ujarku riang.

"Terserah kau saja. Jadi urusan kita di sini selesaikan?"

"Hmm iya," jawabku. Lagipula mau ke mana lagi. Iya sih aku ingin ke kota untuk memberi barang-barang.

"Bagaimana jika kita jalan-jalan ke kota," cetua Eren. Dia seperti bisa membaca fikiranku saja. Padahal aku tidak mau pergi dengannya. Tapi memangnya ada pilihan jika itu soal Raja.

"Baiklah, aku juga ingin menghabiskan banyak uang di kota."

Eren menggandeng tangaku, dan menarikku keluar tempat ini. Kami hanya melangkah berdua, karena saat aku melihat ke belakang, Laya Luv dan yang lainnya hanya berdiri diam. Tunggu, jangan bilang ini sebuah kencan? Serius aku akan kencan dengan pria setampan dia? Tapi dia kan Raja. Ini keberuntungan apa kesialan sebenarnya.

#

"Bukankah dia pantas untuk menjadi Ratu," gumam Laya.

"Aku tidak ingin mendengar itu dari kau. Bagaimana Raja bisa seenaknya memberi jabatan untukmu," sinisnya.

Laya tidak merasa kesal mendengarnya, sebaliknya dia malah merasa geli. "Soal perpindahannya, anda yang mengurus bukan. Kalau begitu saya undur diri," ujat Laya sambil melangkah pergi.

"Raja memerintahkanku untuk tidak ada yang mengikutinya."

"Tapi tuan putri tidak bilang saya harus menjauh darinya. Lagipula saya ingin membeli roti di kota. Juga tuan tidak sibuk boleh bergabung, sayangnya iya."

Laya mengabaikan tatapan tidak suka dari pria itu. Dan terus berjalan keluar tempat ini. Sejak awal dia bertemu dengan ksatria itu, hawa membunuh terus mengarah padanya. Padahal dia tidak melakukan apapun. Bahkan posisi Laya sekarang adalah anjing peliharaan Raja.

Berbeda dari Luv, ada seorang lagi yang juga merepotkan jika bertemu dengan Laya. Karena orang itu dia harus mengutus anak-anak sebanyak ini di istana nanti. Laya terus berfikiran, akan dia apakan orang itu. Dan sialnya orang itu muncul di hadapan Laya ketika dia hanya beberapa langkah keluar dari tempat penampungan itu.

Laya langsung menundukkan pandangan. "Salam untuk yang mulia Duke."

Zeron menatap Laya, terutama rambut Laya yang digulung dengan pita. Tanpa meminta izin Laya terlebih dulu, Zeron menarik pita itu. Laya terkejut ketika rambutnya tiba-tiba terurai. Padahal Laya sudah berusaha payah meningkatnya.

"Apa yang sedang anda lakukan!" Bentak Laya.

"Wah, lihat ini, seorang kepala pelayan membentak Duke."

Bagaimana Zeron bisa tahu Laya kepala pelayan, padahal dia baru satu hari ini menjabat. Laya langsung menyimpulkan bahwa tidak semua mata-mata Zeron dicabut.

"Maaf ketidak sopanan saya. Tapi anda sendiri berbuat seperti itu pada saya." Padahal Laya tidak ingin berbicara seformal ini padanya.

"Aku juga minta maaf, aku hanya ingin mendapat sesuatu yang bisa membuatku teringat padamu." Lagi-lagi Zeron tersenyum yang membuat Laya kesal. "Bagaimana jika kali ini kau menemaniku minum lagi?" Kata-kata itu terdengar seperti paksaan bagi Laya. Karena jika berurusan dengan Zeron, dia tidak memiliki opsi untuk menolak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro