Bab 29

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Ini rencana yang luar biasa nona Chaterine, saya tidak menyangka anda paham dengan arsitektur," pujiku pada gadis berambut ikla cokelat ini.

"Tuan putri terlalu memuji, ini belum apa-apa," sahutnya.

Sebenarnya aku sama sekali tidak paham soal ini, bahkan aku tidak tahu cara membaca cetak biru yang diberikan nona Chaterine padaku. Aku pernah membaca buku tentang arsitektur, tapi hanya berisi teori-teori. Ada yang bilang praktek lebih mudah daripada teori,tapi ternyata sulit.

Tatapan bersinar Chaterine melihat anak-anak yang saat ini sedang bermain di halamam istana. Mereka cukup lebih baik daripada sebelumnya, yang kotor, kurus, dan menyedihkan. Walau sebagian dari mereka belum sepenuhnya pulih. Tapi pasti waktu bisa mengobati semua luka.

"Apa anda ingin melihat tempat itu nona, kebetulan saya akan ke sana lusa untuk pertama kalinya," ajakku.

"Waah, boleh. Saya juga penasaran dengan wilayah yang diurus Duke Zeron, saya dengar itu tempat yang indah, Aquies."

Benar, tempat yang akan ku bangun rumah singgah adalah wilayah Duke Zeron. Bukan tanpa alasan aku membangun tempat di lahan orang yang harusnya kumusuhi. Zeron sangat terobsesi dengan tahta, sebelum dia memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukan pemberontak, dia sebisa mungkin akan menjaga citra. Tentu dia tidak akan menolak pembangunan ini. Dan jika ada hal seperti seseorang yang ingin mengambil untung dari anak-anak ini, aku bisa menggunakannya untuk menyalakan duke Zeron.

"Kalau begitu sampai jumpa lusa nona Chaterine, dan terima kasih hadiah kecilnya untuk anak-anak."

"Saya yang berterima kasih."

"Lilia akan mengantarkan anda."

Lilia langsung menuntut Chaterine keluar dari istana ini. Selang beberapa lama, pelayan lain membersihkan meja yang tasi berisi cemilan dan teh. Mereka juga mengelap, dan menyisakan vas bunga dan menuangkan teh hangat ke cangkir baru.

"Tuan putri," seorang anak perempuan mendekati. Senyum lebar nampak di wajahnya yang lugu.

Aku tersenyum ramah, "Ada apa?"

Dia menyodorkan sebuah mahkota bunga yang ia buat sendiri untukku. "Ini mahkota untuk Ratu," ujarnya riang.

Aku menundukkan kepala, dan anak tadi memasangkan mahkota bunga itu padaku. Suara tawa riang terdengar darinya, dia melambaikan tangannya padaku sebelum pergi kembali bersama teman-temannya. Entah kenapa rasanya sangat membahagiakan.

"Hocus focus, kurasa mantra itu sudah tidak berguna untukmu," aku tahu itu pasti Laya.

"Apakah pekerjaanmu sudah selesai?"

"Tentu, aku sudah terbiasa dengan tugas seperti ini."

"Seolah kau sudah bekerja lama, padahal baru sebulan."

Dia mendengung lama. "Tidak juga, tapi tidak penting. Hari ini ada kelas, kau masih akan duduk di sini?"

Sebenarnya aku masih ingin tetap di sini, karena sangat menenangkan duduk melihat orang lain tertawa. Tapi, ada hal yang harus kulakukan untuk mempertahankan semua senyum ini. Aku melepaskan mahkota bunga tadi, dan memberikannya pada Laya saat aku berdiri.

"Wah, ini sama seperti Miaa kecil buatkan untukku. Sepertinya bagi mereka kau adalah Ratu sejati," ujarnya.

"Jangan membuatku tertawa."

"Kau benar-benar berubah Milica, berbeda dengan dulu," desisnya sambil berjalan satu langkah di belakangku.

"Tentu saja dulu aku Miaa dan sekarang Milica."

Laya tetkekeh. "Kau benar-benar lupa. Tapi setidaknya sekarang kau dekat dengan Yang mulia, awalnya aku khawatir tentang itu."

Seketika ingatanku tentang makam malam hari itu melintas. Ketika first kiss ku dengan Eren, aaa pasti wajahku merah sekarang. Tidak, aku pasti akan diejek habis-habisan oleh Laya jika menceritakan hal itu.

"Tentu saja, aku tidak ingin menjadi malang terus."

"Baguslah, kau harus memperhatikan posismu. Lawanmu sekarang adalah Eletra, Marquess tua itu pasti akan melakukan apapun agar putrinya bisa menggantikanku."

"Tentu saja, dia salah satu antagonis yang harus kuhadapi."

"Tidak, hanya dia yang harus kau hadapi. Zeron akan aku urus."

Aku terbelangak mendengarnya, sampai-sampai langkahku berhenti. Aku membalikkan badan, lalu menatap sorot mata yang tegas dan dingin dari Laya. Dia benar-benar serius mengatakan itu. Padahal dia tahu, bahwa Zeron lebih menyusahkan daripada Eletra. Apa benar dia masih ingin menyelamatkan semua orang dari akhir menyedihkan.

"Apa yang akan kau lakukan padanya, bahkan saat itu Eren tidak bisa apa-apa."

"Nona, alur ceritanya berbeda saat ini. Daripada Zeron, ada hal yang lebih membahayakan. Mempertahankan posisimu sebagai calon ratu lebih penting daripada melawan rayap dalam kayu itu. Saat aku sudah menjadi Ratu, baru kau fikirkan dia. Tapi sebelumnya pasti aku sudah mengurusnya," tegas Laya dengan percaya diri.

Aku tidak begitu mengerti dengan yang ia katakan. Kata-kata seperti sebuah kode yang harus kucahkan sendiri. Aku sudah lama tahu bahwa Laya sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Dia terkesan lebih misterius sejak pertama kali bertemu sebagai Laya. Apapun yang dia sembunyikan, jelas dia tidak ingin aku tahu apalagi terlibat.

"Kata-katamu terlalu berbelit-belit, terserah kau saja."

Aku melanjutkan langkahku dan pergi ke ruang belajar. Baru saja aku duduk, Laya langsung menaruh tumpukan buku yang harus kubaca. Harus kuakui, Laya sangat kompeten. Dia menjadi kepala pelayan dengan sangat baik, dan dia masih bisa menjadi guru bagiku. Biasanya seorang bangsawan akan dikirim guru khusus untuk mengajar. Dan istana sebenarnya pernah punya guru khusus itu, tapi sudah dibunuh oleh Eren beberapa tahun yang lalu. Aku mengetahui dari Laya.

"Kau pasti seorang bangsawan kelas atas, jika tidak mana mungkin kau bisa melakukan semua ini dengan mudah," ceplosku.

Laya sempat nampak tegang, tapi dia jelas langsung menepis ucapanku. "Bisa dibilang aku memang seorang putri bangsawan. Tapi bukan bangsawan kelas tinggi. Kalau benar, pasti banyak yang mengenaliku."

"Kau sendiri menutup wajah. Lagipula sudah berapa lama pergi dari rumah?"

"Hmm, 5 tahun yang lalu mungkin."

"Tunggu, kau masih 13 tahun?"

Dia menyipitkan matanya. "Sebenarnya aku lebih tua darimu. Jangan difikirkan, lagipula selama itu aku masih berkeliaran seperti ini."

"Kau itu sebenarnya disuir kan?" Aku menundukkan kepala dan kembali membaca buku.

"Hmmm, tidak juga. Ceritanya sangat rumit."

"Dan kau pasti tidak ingin mengatakannya. Aku sudah tahu. Sampai kapan kau di sini? Sampai aku menjadi ratu?"

"Hmmm, bisa jadi." Aku hanya mendengus dan memutar kedua mata. Lebih baik tidak akan kutanyain hal itu lagi.

#

Kamar hening yang cukup sempit. Hanya ada kursi meja, ranjang, dan sebuah lemari. Buku-buku nampak berantakan di atas meja. Dan banyak lembaran kertas menempel di tembok kamar. Beberapa jatuh ke lantai karena tertipu angin yang masuk dari jendela.

Laya masuk ke kamarnya. Dia langsung membuka cadarnya, dan merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Ini bukan kehidupan pertamanya sebagai kepala pelayan, namun karena berselang waktu yang lama, dia lupa bahwa akan sangat melelahkan.

Seekor burung Pipit masuk ke kamarnya. Laya berdiri dan mendekati burung itu. Kertas terikat di kakinya. Laya mengambilnya, lalu membiarkan burung tadi terbang. Dia hanya sekali membava isi dari kertas itu. Dan tanpa mengulang lagi, Laya langsung membakarnya dengan api dari lilin yang menyala di kamarnya.

"Akhirnya Raja benar-benar memanfaatkanku. Bisa-bisanya anjing berbulu biru itu memcium bauku. Kalau begitu malam ini, aku harus mengorbankan sesuatu," gumamnya sambil tersengir.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro