Bab 30

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Malam yang sunyi, seorang pria berambut hitam dengan mata silver terang masih duduk di meja kerjanya. Menatap setiap dokumen yang ada, dan sesekali menghela nafas debar. Ketenangan yang sempat ia rasakan beberapa saat lalu memdadak hilang, ketika angin kencang masuk ke dalam ruangannya dan mematikan semua lilin di sana. Dia tidak bisa melinguk, karena sebuah benda dingin tajam menggaris antara kepala dan tubuhnya. Ujung benda itu dipegang oleh seorang gadis dengan mata merah rubi dengan rambut panjanh perak yang terurai.

"Kau memakai pakaian seperti itu bisa menimbulkan kesalah pahaman," ujar Eren.

Pakaian yang hanya menutupi dada, dan rok panjang yang kanan kirinya terdapat belahan terbuka. Laya menyengir, dia sama sekali tidak menyesalan menodongkan pedang ke leher Raja kerajaan Matahari. Bahkan dia tidak lagi memakai cadar yang selalu menutupi wajah cantiknya.

"Harusnya kau tahu, kau dalangnya," ujar Laya sambil tersenyum dan tatapan mata ke arah Eren.

"Apa maksudmu, apa orang-orang sepertimu selalu seperti ini? Apa kau tidak takut dengan hukum dari dewa karena berani menodong pedang ke leher Raja?"

"Jangan membuatku tertawa, kau sendiri pernah menentang kehendak Dewa."

Eren menyengir. "Kau sudah tahu ya."

"Tentu, kau yang mengulang waktu dan menarikku ke sana sini," tegas Laya. Ekpresi wajahnya masih sama. Dia terlihat seperti orang gila yang sudah kehilangan arah, itu yang Eren fikirkan.

"Kau salah," Eren berdiri. Dia menahan pedang Laya, dan menepisnya. Eren tidak peduli tangannya yang berdarah karena tergores besi itu. "Aku hanya menarik Milica. Kau hanya membayar utang padaku."

"Apa maksudmu?"

Eren tersenyum dan mendekatkan wajah ke Laya. "Sepertinya ingatanmu belum sepenuh kembali. Kau masih lupa ternyata bagaimana kau mati sebagai Arin, dan Laya sebelumnya. Luar biasa kau masih mengingat sebanyak itu."

Kata-kata itu membuat Laya merasa geli, ia tertawa kecil dengan tatapan merendah ke Eren. "Jika aku ingat, tidak mungkin aku datang mencarimu."

Eren mendengus kencang. Ia berjalan ke meja lain di ruangan itu. Mengambil sebuah sapu tangan, dan membungkus lukanya dengan itu. "Aku tidak ingin menjelaskannya. Kau pasti ingat bagaimana gilanya aku saat kehilangan Milica."

Mana mungkin Laya lupa, dia penonton saat itu. Eren benar-benar kehilangan arah dan sangat frustasi. Dia menggila dengan terus berperang untuk melampaui semua amarahnya. Walau dia menang, tapi itu tidak bisa memuaskannya. Hingga akhirnya tersebar rumor bahwa Raja menggunakan sihir hitam agar bisa melupakan Milica. Itu bukan sekedar rumor, karena sekali melihat Raja kala itu semua orang bisa merasakan aura busuk dan mengerikan darinya. Bahkan tidak bisa disalahkan jika orang mengatakan Raja menjual jiwanya pada iblis.

"Kau benar menjual jiwamu pada iblis untuk ini?"

Eren tertawa kecil. "Tidak, sebenarnya darah iblis sudah ada padaku."

"Maksudmu?"

"Kau masih suka bertanya tapi sekarang kau mulai ikut campur dan memainkan peran. Aku lebih suka kau yang hanya menjadi penonton di drama romnsa fantasi Raja dan Ratu kerjaan Matahari."

"Haaa, itu menggelikan," jawab Laya dengan cepat.

Eren memablikan badan, setelah dia menyalakan salah satu lilin di atas meja. Wajahnya nampak dingin dan datar menatap arah Laya. "Apa kau ingin ingatanmu kembali, itu bisa menjawab semua rasa penasaranmu."

"Apa kau ingin mengembalikannya?" Tanya Laya dengan sengiran lebar.

"Andai itu kuasaku, aku ingin membuat Mili lupa semua kehidupan sebelumnya."

"Katakan saja caranya."

"Tarian hujan, kau ingat sesuatu?" Senyum tipis muncul di bibir Eren.

Laya melupakan sesuatu tentang tarian itu, harusnya dia tahu lebih awal. Tarian hujan sebenarnya hanya berfokus pada ingatan memori seseorang. Ada istilah 'Air menyimpang kenangan' itulah konsep sebenarnya dari tarian pemanggil hujan. Hujan akan turun menggunkan kenangan emosinya penarinya. Dan secara tidak langsung membuka ingatan-ingatan lain yang berhubungan dengan yang diserahkan untuk memanggil hujan. Singkatnya tarian itu bisa membuat ingatan penting Laya kembali seluruhnya. Bukan cuma Laya, tapi Milica juga jika dia berhasil melakukan tarian itu.

"Kau ingin aku mengganti Mili?" Tanya Laya.

"Jelas tidak, tapi kau bisa lakukan hal lain."

Laya tahu, Eren tidak ingin ingatan Milica kembali. Yaitau ingatan sebagai Milica yang malang ketika persaan dan dirinya diabaikan oleh Eren. Dirinya yang menyedihkan, selaly mengemis cinta bahkan detik-detik Kematiannya. Eren juga tahu bahwa Milica menganggap semuanya saat ini adalah bagian dari novel. Milica tidak tahu bahwa novel yang ia baca sebenarnya adalah cerita tentang dirinya yang bodoh.

Milica setiap malam selalu berbicara sendiri di tengah gelap. Eren juga tahu itu, dia mendengar semuanya dalam gelap dan hanya bisa tersenyum. Eren merasa geli karena tindakannya melawan Dewa hanya agar bisa membawa kembali Milica padanya. Ia ingin membayar semua kesalahannya dulu pada Milica, namun terkadang saat dia berusaha lebih dekat pada Milica, Eren merasa bahwa dia tidak pantas. Dia takut Milica kembali mencintainya dan rela mengorbankan nyawanya seperti dulu. Semuanya terasa serba salah.

Laya tersenyum dan mengambil kembali pedangnya yang tadi terlempar karena Eren. "Baiklah, aku akan mengajarkannya satu gerakan salah. Dan aku akan menjadi penari pengiring." Laya kembali mengarahkan pedang itu ke Eren. "Jadi kau harus bisa menyakinkan pria tua itu agar aku bisa ikut menari."

"Serahkan padaku," jawab Eren dengan tatapan dingin.

"Satu lagi, Marquess tua itu bekerja sama dengan Duke Azriel kerajaan Hujan. Apa kau tahu?"

"Aku bukam Raja yang bodoh, dan aku selalu berurusan dengannya. Menurutmu ini salah siapa?" Eren berbalik bertanya.

Laya kembali tersenyum dan menatap Eren dengan tajam. "Setelah ingatanku kembali, aku akan meninggalkan kalian. Jadi jangan khawatir."

"Tunggu dulu, aku ingin meminta bantuanmu," Eren menghentikan Laya yang sempat ingin keluar dari ruangan ini.

"Apa, bukannya utangku sudah lunas?"

"Sekarang, gantian aku yang ingin berutang padamu."

"Menarik," Laya tersenyum dan duduk menyimak di atas meja kerja Eren. "Apa bayaramu untukku. Terlebih kau sudah membuatku mati dua kali."

"Akanku katakan bersama hadiahnya setelah kau berhasil mengembalikan ingatanmu. Karena hanya kau yang bisa mencegah itu."

Laya mendengung lama. "Apakah tentang Zeron, dia yang melakukan kudeta?"

Eren terkekeh. "Kau ingat itu. Tapi kau pasti lupa detal lainnya."

"Baiklah akan ku fikitkan lagi nanti. Selama malam yang Mulia."

Suasana kembali sunyi ketika angin masuk dan mematikan lilin yang baru menyala tadi. Eren kini berada sendirian di ruangannya. Tetes darah masih mengalir dari telapak tangannya. Hanya segini tidak masalh baginya. Karena dia bahkan berani menentang Dewa dan menarik ulur benang merah takdir.

"Apa aku salah?" Gumamnya ratusan kali.

Dia menutup mata, dan sosok itu kembali muncul. Suara lembut dari bibir mugil berwarna merah jambu memanggilnya. Rambut indah seperti madu yang tertipu angin, mata biru yang menatapnya dengan penuh cinta. Dia rasanya ingin menangis ketika akhirnya bisa kembali melihat semua itu. Dan saat ini walau rasa bersalah dan gelisah dari tarik ulur benang merah ini masih ada, selama wajah itu masih bisa ia lihat, Eren tidak keberatan dengan semua ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro