Bab 32

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Apa ayah bilang, penari pengiring?" Sentak Eletra setelah mendengar pemberitahuan bahwa Milica akan menari bersama dua pengiring.

"Seperti itu yang dikatakan Yang Mulia Raja," jawab Marquess Rusalxya.

Wajah Eletra memerah, mengerut dan sangat kesal. Dia ingin melampiaskan emosinya dengan membanting barang-barang di sini. Tapi dia ingat harus menjaga sikap. Karena ada dua orang penting di ruangan ini.

"Kalau boleh tahu siapa dia Marquess?" Tanya pria berambut biru muda, Azriel.

Tubuh Marquess dipenuhi keringat. "Me, mereka hanya bawahan. Seorang dayang dari keluarga rendahan, dan kepala pelayan. Dayang itu walaupun memiliki darah bangsawan, tapi dia bukan berasal dari kerajaan Hujan. Dan kepala pelayan itu sebenarnya hanya rakyat biasa, lebih tepatnya penari penghibur. Dari penampilannya dia mungkin orang benua selatan. Lagipula putri palsu itu hanya anak pelayan, pemanggilan hujan tidak akan berjalan lancar bukan?"

"Jangan seenaknya menyimpulkan Marquess tua," tepis Zeron yang daritadi menyimak. Dia tersenyum tanpa menghiraukan perkataannya yang menyinggung Marquess Rusalxya.

"Anda sepertinya tertarik pada salah satu dari mereka tuan Duke."

Zeron tetap tersenyum, dia tidak menjawab secara langsung ucapan Azriel, walaupun tidak bohong jika Zeron sangat tertarik dengan Laya, kepala pelayan yang akan menjadi pengiring nanti. "Sebenarnya apa yang diinginkan Duke kerajaan lain di sini?"

Azriel menatap sinis Zeron, sedangkan Marquess Rusalxya menatap keduanya dengan pucat. Wilayah yang dipimpin keluarga Sacnite berada di perbatasan kerajaan Matahari dan kerajaan Hujan. Sehingga setengah wilayahnya selalu diguyur hujan, dan setengahnya selalu terkena sinar matahari. Keluarga Sacnite tetap memilih bergabung dengan Kerjaan Hujan, meski tahu kerajaan Matahari jauh lebih kuat dan kerjaaan Hujan. Alasannya karena kekuasaan Sacnite hampir setara dengan kekuasaan kerajaan Matahari, dan jika penerus Sacnite ingin menjadi Raja, itu sangat bisa terjadi.

Duke Azriel merupakan pemegang kekuasaan di keluarga Sacnite saat ini. Sebenarnya dia bukan pewaris sah Sacnite, tapi sekitar 5 tahun lalu satu-satunya penerus keluarga Sacnite menghilang dan belum ditemukan sampai sekarang. Keluarga Sacnite adalah keluarga yang keras, di mana sesama penerusnya saling bersaing dengan ketat. Banyak yang mengatakan bahwa penerus sah itu tidak hilang, meliankan dibunuh oleh Azriel agar dia bisa menjadi Duke. Walau sama sekarang itu masih sebatas rumor yang tidak dapat dibuktikan.

"Saya tidak ingin ikut campur, ini hanya sebatas kontrak bisnis. Berhasil atau tidaknya upacara nanti saya tidak peduli," jawab Azriel dengan nada suara dingin.

Zeron menyengir dan menyipitkan mata. "Saja juga, lagipula jika ini gagal anda yang akan dirugikan Marquess," ancam Zeron.

Wajah Marquess daritadi nampak pucat. Berbeda dengan Eletra yang sanga kesal karena hal ini. Jika gagal, kesempatannya untuk menjadi Ratu sirna. Sejak awal dia yang harusnya menempati posisi Milica. Gadis anak pelayan yang menjadi putri hanya karena penampilannya,orang seperti itu tidak pantas menjadi Ratu kerjaan ini.

"Wa, walaupun ini gagal, saya tetap akan mendukung tuan Zeron untuk merebut tahta," jawab Marquess dengan tergesa-gesa.

"Ahahaha, menarik sekali. Kau seperti meremehkanku Marquee tua."

Entah apa yang membuat Zeron tertawa, itu itu membuat Marquess sangat kesal. Tapi dia bisa apa, berhadapan dengan dua orang mengerikan ini seperti sedang mempertaruhkan kepalanya sendiri. Apapun dia akan lakukan untuk membuat putrinya menjadi Ratu. Walaupun harus tunduk pada orang seperti ini.

Azriel mengehela nafas dan berdiri. "Setelah upacara ini selesai, hubungan antara kita sudah berakhir. Kuharap anda terbiasa menjaga sikap. Kalau begitu saya permisi."

Azriel denyan langkah cepat meninggalkan ruangan ini. Zeron tersenyum sesaat melihat Marquess yang daritadi berlutut di depannya dengan wajah memelas. Seperti anjing yang minta diberi makan. Sangat merendahkan gelarnya sebagai bangsawan. Namun ini cukup menarik, walaupun tidak semenarik gadis berambut perak dengan mata merah rubi itu.

#

"Haa, menggunakan pakaian ini!" Teriak Milica ketika Laya menunjukkan pakaian yang akan digunakan untuk menari nanti. "Ini bukan pakaian kurang bahan kan?" Keluh Milica.

Laya tersenyum tanpa dosa, sejak kekar di kereta itu Laya tidak lagi memakai cadar. Milica masih merasa aneh apalagi ekpresi Laya seperti selalu menatang dan merendahkan seseorang. Milica kaget karena Laya menunjukkan pakaian yang akan dia gunakan. Ini pakaian penari dari selatan yang sama seperti digunakan Laya saat menari. Harusnya Milica sadar, dari ekpresi Laya dia jelas sedang menjahili Milica.

"Nona, ini baju yang akan digunakan," ujat Lilia yang masuk ke kamar Milica sambil membawa sebuah gaun langsung. Sama seperti gaun-gaun lain Milica yang tanpa korset, tapi kali ini dibuat khusus berwarna putih.

Milica menarik nafas lega, dan menatap jengkel Laya. Laya sama sekali tidak bersalah, dan malah menertawakan Milica. "Itu pakaian yang akan gunakan. Kau dan Lilia akan pakai sejenis seperti ini." Tunjuk Laya pada pakaian yang di bawah Lilia.

"Apa kau akan memakai cadar juga nanti? Padahal saat ini tidak," ujar Milica.

Laya mendengung cukup lama. "Kurasa, karena akan banyak orang melihatku nanti. Lagipula aku hahya melepas cadar saat di istana Rose Gold."

Beberapa saat lalu banyak pelayan masuk yang semuanya adalah anak-anak yang dijual ke kerajaan. Khusus untuk istana Gold Rose, semua pelayannya adalah wanita. Itu merupakan saran dari Raja. Dan kebanyakan dari mereka adalah pelayan bisu atau tuli, alasannya untuk meminimalkan mata-mata. Anak cacat dianggap aib, jadi mereka sengaja dijuak ke kerajaan. Dengan alasan itu juga, mereka tidak bisa dengan mudah menyebar rumor. Sehingga Laya bisa bergerak bebas tanpa menutupi wajahnya. Lagipula sebentar lagi dia akan keluar dari sini, kembali ke awal semuanya dimulai. Cepat atau lambat dunia akan mengenali Laya. Yang terpenting sekarang adalah kembalinya ingatannya.

Eren memerintahkannya untuk mengajari Milica gerakan yang salah. Sehingga tarian Milica gagal, mencegah ingatan Milica dikehidupan sebelumnya kembali. Tapi Laya tidak sepenurut itu. Dia dengan sengaja mengajarkan Milica gerakan yang benar, dan cara agar tariannya berhasil. Walaupun ingatannya belum pulih, tapi dia merasa muak dengan kelakuan sang Raja. Dia tidak bisa mengisi otak Milica dengan hal-hal indah seperti dalam dongeng. Dunia ini sangat kejam. Akan sangat mengasyikkan melihat reaksi Milica mengingat kenangannya yang menyedihkan, mati untuk menyelamatkan seseorang yang tidak mencintainya.

"Senyumu menyeramkan," gertak Milica yang melihat senyum iblis dari Laya.

"Kau tidak suka sekali aku tersenyum."

"Senyumanmu itu seperti iblis, menyeramkan."

Laya terkekeh, iblis? Lalu disebut apa orang yang melawan dewa itu. "Ngomong-ngomong apa kau menyukai Eren?"

Wajah Milica langsung memerah, tingkahnya mulai tidak beraturan. "A, apa maksudmu? Kenapa kau memanggil Raja dengan namanya!"

"Maaf dia sangat menjengkelkan. Jadi betul ya, fufufu."

Milica menutupi wajahnya dengan tangan. "Terserah, kau seperti dekat dengannya. Apa kalian sudah saling mengenal lama?"

"Kau cemburu?" Goda Laya. "Hubungan kami hanya sebatas pelayan dan kontaktor. Bisa dibilang kami cukup lama saling mengenal."

"Padahal kau baru datang satu tahun ke sini."

Laya tersenyum. "Sebenarnya aku pernah ke istana sebelum kau di sini. Dan yang kutemui saat itu adalah yang Mulia. Baru yang kedua kali ini kau."

Milica tampak penasaran dengan yang dimaksud Laya. Tapi menjelaskannya pun tidak ada gunanya. Dia tidak ingat kehidupannya sebelumnya sebagai Milica yang menyedihkan. Yang dikatakan Laya bukan kebohongan, karena nyatanya, saat itu yang ia temuin adalah Raja.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro