Bab 35

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Bulan purnama hari ini menghiasi langit malam. Sangking besar, dan terangnya, kamar ini tidak perlu lagi lilin agar terang. Angin malam menyelinap masuk dari luar. Suaranya menyenangkan, dan dinginnya menyegarkan. Malam ini terasa sangat tenang dan nyaman bagiku, itupun berkat dia

Aku duduk di atas kasur, bersandar pada seseorang yang melingkari tangannya ke pinggaku dari belakang. Dadanya yang lebar ku jadikan bantalan untuk kepalaku. Tangannya yang usil tak henti menyisir rambutku, atau sesekali menciumnya yang membuatku malu. Aku tidak mengira setelah upacara, kami akan sedekat ini. Apalagi ingatanku sebagai Milica yang lama kembali, rasanya seperti mimpi saja kami bisa seperti ini.

"Apa yang sedang kau fikirkan?" Bisik Eren di telingaku, itu membuatku geli.

"Aku sedikit merindukan Laya," dalihku, tidak mungkin aku katakan yang sebenarnya. Itu hanya akan mengacaukan suasana di antara kami.

"Dia sekarang Duchess, kesibukannya pasti ada banyak."

"Eren sudah tahu dari dulu dia seorang Duchess?" Eren mengangguk. Tentu saja, harusnya tanpa bertanya aku juga tahu. "Aku penasaran kenapa Laya kabur dari rumahnya dua kali. Padahal dia bisa hidup enak sebagai Duchess."

Eren terkekeh, "Kau ternyata tidak terlalu mengenal temanmu ya."

"Andai aku mengenalnya dengan baik, aku akan mengikutinya dan melihat dia menghacar Eletra," candaku.

Hari itu setelah Upacara Laya membuat masalah dengan keluarga Rusalxya, atau mungkin sebaliknya. Entah bagaimana itu terjadi, tapi karena itu keluarga Rusalxya dicabut kebangsawanan dan harta bendanya karena telah melukai dan menghina Duchess Sacnite. Walau kondisi yang Eletra lebih parah dari Laya. Keluarga Sacnite adalah keluarga terkuat yang setara dengan kerajaan Hujan. Jadi sekali mereka merasa terhina, maka nyawa yang terlepas.

"Ngomong-ngomong soal temanmu, dia akan melakukan kudeta dalam waktu dekat," ceplos Eren.

"Apa!" Bagaimana aku tidak terkejut, padahal Laya baru saja menjadi Duchess dan ingin kudeta.

Aku menatap Eren yang memasang wajah datar seperti tidak ada hal besar terjadi. Dia tersenyum padaku, saat tahu aku menatapnya. "Apa kau sedih Ayah angkatmu akan dijatuhkan?"

"Aku bahkan tidak pernah tahu wajahnya, aku hanya terkejut tentang kudeta."

"Jangan khawatir, Sacnite adalah keluarga yang kuat. Dan juga aku akan membantu mereka," ujar Eren.

Aku membalikkan badan dan meremas kemeja putih yang di kenakan Eren. "Apa akan ada peperangan?"

Eren menatapku cukup lama, dia meletakkan tangannya di pipiku. "Jangan menatapku dengan sedih. Tidak akan ada selama mereka menyerah."

"Lagipula kenapa Eren mau membantu Laya!"

Pria itu tersenyum, dia menempelkan kepalanya pada keningku. "Karena berkat dia, kau bisa ada di sini."

Kata-kata itu membuatku luluh, perasaan aneh benar-benar menyelimutiku. Aku mendorongnya ke belakang, membuat Eren berbaring ke atas kasur. Aku berbaring di sampingnya, kujadikan tangan Eren menjadi bantalanku.

"Aku tidak ingin kalian berdua terluka," gumamku. Karena kalian berdua adalah orang yang banyak berkorban untukku.

"Aku tidak akan pernah membuatmu sendirian lagi, tidak akan." Lagi-lagi ucapan yang membuat jantungku berdebar.

"Kapan kudeta itu?"

"Secepatnya, sebelumnya temanku akan melakukan tugas terakhir dariku."

"Apa itu?" Tanyaku, walau sebenarnya aku juga tidak ingin terlalu tahu.

"Kau akan tahu besok."

Angin yang masuk benar-benar membuatku mengantuk. Juga belaian rambut lembut yang dia lakukan. Pelan-pelan aku menutup mataku. Dan tidak butuh waktu lama aku larut dalam mimpi yang tidak kumengerti maksudnya.

#

Laya berdiri di bawah pohon besar di atas bukit. Pemandangan Aquies memang tidak pernah mengecewakan. Dulu tempat yang pertama kali Laya tuju dipelarinya adalah tempat ini. Bodohnya dia kabur dari segalanya saat itu, dan sekarang juga sama.

Alasan Laya kabur dari rumah adalah karena posisi Duchess tidak pantas untuknya. Azriel adalag anak tidak sah keluarga Sacnite, dia juga satu-satunya keturunan pria. Biasanya pria lah yang mendapat posisi kepala keluarga. Tapi malah Laya yang mendapatkannya. Saat itu Laya merasa tak pantas menjadi Duchess, dalam segi manapun, Azriel memang pantas. Di tambah Laya tidak pernah tertarik menjadi Duchess dan kepala keluarga. Menjadi penari yang berkeliling benua lebih menyenangkan daripada memegang kekuasaan. Sekarang, dia sudah cukup berlari. Saatnya kembali dan menyelesaikan semuanya. Jika ini berhasil, dia tidak perlu berlama-lama dengan posisi ini.

"Kau nampak berbeda dengan gaun mewah dan tanpa penutup wajah," ujar seseorang. Aku membalikkan badan, dia orang yang sudah kutunggu.

"Salam yang Mulia Duke," Laya membungkuk badan.

"Bolehkah aku mencium tanganmu?" Aneh rasanya mendengar seorang Zeron meminta izin terlebih dahulu.

Laya mengulurkan tangannya. "Tentu."

Zeron mencium telapak tangan Laya cukup lama, sebenarnya Laya ingin menarik tangannya, tapi mungkin setelah ini dia harus terbiasa dengan semua ini. Setelahnya, Zeron tidak melepas tangan Laya. Entah kenapa bagi Laya ini terasa aneh.

"Kau meminta pertemuan berdua di tempat ini. Apa ada kaitannya dengan kudeta itu?" Tentang kudeta Sacnite dikerjakan Hujan, semua orang pasti sudah tahu tentang itu.

"Bisa dibilang ada sedikit kaitannya." Sebenarnya Laya hanya ingun menjalankan tugas terakhirnya. Agar ending tragis yang ia lihat dulu tidak terjadi lagi. Laya mengangkat kepala, dan mendapati senyum menyebalkan yang terus di pasang Zeron. "Setelah ini berjanjilah kau tidak membunuhku."

"Mana mungkin aku tega menyakitimu." Dia menatap Laya dengan lembut. Laya tidak paham kenapa orang seperti ini memasang ekpresi itu.

"Apa kau menginginkanku?"

Pertanyaan Laya membuat Zeron terbelalak. Senyum menyebalkannya langsung hilang. Dia terbengong cukup lama sambil menatap Laya. "Apa itu penting?"

"Untuk saat ini itu penting," jawab Laya. Laya melepas tangannya. Ia melangkah satu ke belakang. Laya mengangkat sedikit gaunnya, dan tersenyum sambil menundukkan kepala. "Alayathin Sacnite mengajukan lamaran pernikahan atas diriku sebagai Duchess Sacnite."

Sekali lagi Zeron terbelangak mendengar ucapan Laya. Padahal sebelumnya dia berfikir akan mendapatkan gadis di depannya dengan paksa. Tapi siapa sangka gadis itu mendatanginya, dan mengajukan lamaran dengan seperti ini. Zeron tidak bodoh, dia tahu Laya melakukan ini ada kaitannya dengan Hubungan politik. Zeron tidak keberatan, tapi dia harus merespon bagaimana sekarang, itu yang tidak Zeron tahu.

Tatapan bermata ruby mengarah padanya. Nampak dingin di wajah cantik itu, tapi juga terasa lembut. Rambut perak Laya berkibar karena angin di bukit ini. Gaunnya juga tak luput dari angin. Hanya ada mereka berdua saling menatap, satu lagi menunggu, dan satu lagi sedang berfikir untuk menjawab.

Zeron mengehla nafas. "Segitunya Eren berusaha membunhkamku," ujarnya.

"Eh, kau tahu," Laya hanya bisa tersenyum. Entah kenapa dia merasa sebentar lagi nyawanya akan hilang.

"Jangan berpura-pura lugu di depanku, kau tidak ingin mati di malan pertama kan?" Zeron menyipitkan mata dan tersenyum.

Laya mengerutkan kepala, dan tersenyum tipis. "Jadi kau menerimaku? Kufikir aku akan mati setelah ini."

Zeron menggapai tangan Laya, dia menarik Laya dan langsung memeluknya. Respon yang sama sekali tidak di bayangkan Laya. Laya sempat memberontak, tapi itu malah semakin membuat Zeron mendekapnya dengan erat. Akhirnya Laya pasrah, dan diam dengan posisi seperti itu. Dalam kesunyian dia mendengar suara detak jantung Zeron yang keras. Yang benar saja, Laya merasa sedang dipermainkan sekali lagi.

"Aku tidak ada janji aku mencintaimu," gumam Laya.

"Jangan khawatir, aku hanya memerlukanmu sebagai hiasan di rumahku."

Laya tetkekeh. "Aku tidak sabar melihat diriku sebagai pajangan rumah."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro