Bab 34

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Wanita berambut perak dengan mata ruby itu bersujud tak berdaya di depan seorang tirani gila yang sudah membantai semua orang di istana. Termaksud ratunya, Eletra Rusalxya. Darah memgalir dari segala sudut, dan mengenai pakaian wanita itu. Dia tidak merasa takut, malah dia sudah pasrah akan ikut mati bersama yang lain. Karena dia juga merasa bersalah membiarkan orang yang ia layani mati dengan cara bodoh seperti itu.

Sebuah pedang terhunus padanya, wanita itu mengangkat kepala, dan membiarkan ujung pedang itu melekat pada lehernya. Darah keluar dari gesekan kulit dan benda tajam itu. Tatapan kosong wanita itu tunjukan pada pria berambut hitam dengan mata abu-abu di depannya.

"Kau ke sini untuk meminta perlindungan, dan sampai sekarang aku sudah melakukannya. Sekarang gantian kau membayar utangmu," ujar pria itu.

"Saya siap menyerahkan nyawa ini pada anda," jawab wanita itu dengan nada datar.

"Jangan khawatir, kau akan mati dan bangun di tempat lain. Lalu kau akan ke sini kembali bersama wanitaku."

"Apa maksud anda?"

"Kau tahu benar perjanjian iblis dari pengorbanan manusia. Semua orang di sini sudah kukorbankan, sekarang giliran kau yang akan membawanya."

Wanita itu tersenyum dengan tatapan kosong. "Alayathin Sacnite siap melayani yang Mulai."

Sinar terang muncul dari lingkaran di bawah tempat wanita itu terduduk. Hawa dingin yang menyesakkan terasa. Sesuatu menarik wanita itu ke dalam liangkaran itu. Tetes darah mengenaiku sinar tadi, dan mengubah warnanya menjadi hitam. Samar-samar dia mendapati pendangannya semakin samar. Tubuhnya lemas, dan dia jatuh ke dalam ruang gelap tak berujung. Matanya terpejam, dan tangannya terulur, berharap sesuatu ada yang menariknya walau itu tidak mungkin. Inilah akhir dari kehidupannya sebagai pelarian.

#

Nafas Laya sesak, dia berlari dari tengah gladiator menuju ke lorong panjang yang gelap. Tubuhnya basah kuyup, dan jalannya mulai sempoyongan. Dia masih harus berjalan walau meraba-raba dinding panjang gladiator itu. Namun dia tidak bisa menahan lagi, dan tubuhnya jatuh.

Namun seseorang langsung menangkapnya, dan menggendongnya. Laya menatap samar-samar sorot mata berwarna emas yang dingin. Laya menghela nafas dan tersenyum. Dia tidak menyangka orang seperti ini akan menolongnya.

"Kau berutang padaku," ujar orang itu, lalu mencium kening Laya. Setidaknya itu yang ia tahu sebelum semua kesadarannya hilang.

#

Pengumuman tentang pernikahan Putri Milica dan Raja Eren diumumkan setelah upacara selesai. Bersamaan dengan lengkung setengah lingkaran berwarna-warni yang menghisai kerajaan Matahari.

"Saya Raja kerajaan Matahari, Eren Ra Helios ingin menjadikan putri kerjaan Hujan Milica Amunrain untuk menjadi istri sekaligus Ratu kerajaan Matahari," ujar Eren di hadapan seluruh rakyatnya dengan memegang kedua tangan Milica.

Milica menatap Eren dengan datar untuk beberapa saat, lalu sebuah senyum seindah pelangi yang sedang muncul nampak di wajahnya. "Saya menerimanya. Saya akan menjadi istri Raja Matahari untuk yang kedua kali."

Eren terbelangak, "Kau mengingatnya?"

"Terim kasih Eren, berat pasti berjuang sendiri melawan Dewa," ujar Milica. Milica memeluk Eren dengan erat. Suara tawa riang terdengar di telinga Eren.

"Anak itu memang tidak bisa dipercaya."

"Sejak kapan kau percaya dengan denyan Laya?"

Eren memeluk erat tubuh kecil Milica. Dia mengangkat Milica, dan memutarnya dengan riang. Semua orang di sana bersorak suka cita. Taburan bunga menghujani mereka bersama doa dari para rakyat. Mungkin suatu saat nanti akan ada dongeng romantis tentang raja tirani yang dingin jatuh cinta pada putri secantik peri cahaya.

#

"Apa-apaan ini, kenapa upacara lancar!" Bentak Eletra sambil mengamuk dengan membuang ssmua barang di meja.

"Tenanglah putriku, pasti masih ada cara lagi," Marquess Rusalxya menenangkan putrinya. Dia menatap Azriel yang daritadi memasang wajah acuh. "Tuan, tuan bisa membantu kami lagi kan? Saya berjanji saat putri saya menjadi Ratu, anda akan memberikan segalanya untuk anda."

Suara kekehan terdengar dari arah lain. Zeron tidak bisa menahan geli melihat pemandangan ini. "Jika itu aku, aku tidak akan mau diberi harapan yang tidak akan terjadi."

"Apa maksud anda!" Bentak Marquess. Tatapan menjijikan terpancar dari matanya. "Kau sendiri tak lebih dari anak yang beri status karena kasian. Harusnya kau bersyukur karena tidak menjadi mayat seperti keluargamu."

Zeron menyengir dengan mata tertutup. Senyuman seorang Zeron bukam bertanda baik. Tangannya menggenggam ujung pedangnya. Dia ingin sekali memotong lidah pria tua itu. Tapi sayang, pintu ruangan ini terbuka. Dari sana muncul seorang pelayan berambut perak dan bermata ruby yang tajam.

"Maaf menganggu, tapi dimohon untuk datang ke aula dalam pemberkatan Raja dan calon Ratu," ujarnya dengan tenang.

Eletra menatap pelayan itu dengan emosi. "Kau! Kau yang ikut menari dengan wanita itu kan?" Gertak Eletra, dia berjalan menghampiri Laya.

"Itu benar, apa nona ada masalh tentang itu?"

Mendengar nada suara Laya, emosi Eletra memuncak. "Jaga bicaramu, kau hanya seorang budak rendahan!"

Plaak, satu tamparan keras mendarat di pipi Laya. Tidak hanya itu, Eletra juga mencabut cadar yang menutupi wajah Laya. Zeron yang tidak terima melihat Laya diperlakukan Seperti itu langsung berdiri, dia hendak menghampiri Laya, tapi tangannya di tahan oleh Azriel yang duduk di sebelahnya. Azriel tersenyum, dan tatapannya menyuruh Zeron menikmati pertunjukan ini. Entah mengapa Zeron mematuhinya walau dia merasa sangat marah.

Laya tersenyum, tatapan matanya mengejek ke Eletra. "Orang sepertimu tidak pantas menjadi Ratu. Haruskan saya mengambil cermin nona?"

Kata-kata Laya semakin memanasi Eletra, "Apa kau bilang!"

Eletra kembali menampar Laya dengan keras berulang kali ke kedua pipinya. Dalam waktu 2 menit hanya terdengar suara tamparan di ruangan itu. Dan yang lain hanya melihat. Pipi Laya langsung bengkak dan memerah, bahkan bibirnya berdarah. Tapi dia masih tersenyum setelah Eletra berhenti.

"Apa sudah selesai?" Tanya Laya sambil menyengir lebar.

"Apa maksudmu, apa masih kurang untuk mendidikmu?"

"Tidak, sekarang giliranku," tegas Laya.

Laya menendang perut Eletra dengan keras. Tubuh Eletra langsung terpelantar ke lantai. Marquess tidak terima melihat putrinya diperlakukan seperti itu, dia berusaha menghentikan Laya, tapi kali ini Zeron yang menahannya. Eletra yang marah menatap Laya dengan kebencian. Saat Eletra berusaha berdiri, Laya kembali menendang Eletra hingga tubuh Eletra mengehantam dinding. Laya juga terus menendang perut Eletra, sampai Eletra memuntahkan sarapannya hari ini.

"Apa yang kau lakukan, tangkap wanita gila ini cepat!" Teriak Marquess.

"Cukup, biar aku yang urus," ujar Azriel.

Azriel berdiri dan berjalan menghampiri Laya. Tatapan dinginnya tertuju pada Laya yang sama sekali tidak merasa takut dengan Azriel. Laya justru mendekati Azriel dengan tanpa gentar tersenyum sambil menatap mata pria itu. Mereka saling berhadapan dan menatap. Marquess sempat tersenyum saat mengira Pelayan itu akan mati di tangan Duke itu, namun senyumnya langsung pudar. Laya mengulurkan tangannya, dan Azriel menggapainya, Duke Azriel berlutut di depan Laya lalu mencium telapak tangan Laya.

"Senang melihat Anda lagi, Duchess Alayathin Sacnite, kepala resmi keluarga Sacnite. Saya Azriel Sacnite siap melayani anda sebagai pelayan."

Laya tersenyum, "Lama tidak bertemu Azriel."

Kepala pria itu terangkat, dia tersenyum dan menatap Laya dengan penuh cinta. "Saya sangat merindukan nona, setega itu anda meninggal saya seperti ini."

"Maaf aku bodoh," Laya menatap Marquess dengan tajam sambil tersenyum. "Bisakah kau mebuang sampah ini?"

"Dengan senang hati my Lady."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro