Selamat Tinggal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Siang semakin matang. Emosi kamu di pelupuk perasaan sudah tak karuan. Kamu terlalu cemburu melihat kedekatan Chanyeol dan Jieun beberapa jam lalu, apalagi ketika pulang suami kamu nyerocos terus membawa topik selaksa pujian untuk Jieun yang sangat pandai membuat kue, tanpa memedulikan perasaan kamu seperti apa.

Ah, pengetahuan seorang manusia memang sangat terbatas, kebanyakan mereka akan berasumsi sebatas apa yang mereka lihat, apa yang mereka rasakan, dan apa yang mereka dengar, sesederhana itu tanpa mau memikirkan hal yang lebih dalam, takut juga kesannya malah jadi prasangka. Manusia memang demikian dengan keterbatasan yang ada, jadi buat apa marah, toh, suami kamu juga tak paham perasaan kamu sesungguhnya; yang Chanyeol tahu kamu biasa-biasa saja, apalagi dengan wajah semringah yang terus kamu jaga.

"Besok jika ada waktu luang, kita bisa membuat kue dengan resep dari Jieun barusan. Tadi bolu ketan hitam panggangnya enak banget, 'kan?" ujar Chanyeol yang sudah mendaratkan pantatnya ke bean bag di ruang keluarga rumahnya.

"Iya, memang enak sekali bolu ketan hitam panggang buatan Jieun Eonni," antusias kamu sembari menunjukkan 2 jempol tangan kamu ke Chanyeol. "Akhir pekan besok kamu 'kan tidak ada jadwal kerja, jadi kita bisa membuatnya bersama. Omong-omong, aku juga tak kalah pandai membuat bolu ketan hitam panggang seperti Jieun Eonni tahu!" cicit kamu, memanyunkan bibir lembap kamu ke arah Chanyeol.

Seperti biasa, jika kamu mencibir seperti barusan, Chanyeol tertawa renyah.

"Tapi menurutku bolu ketan hitam panggang buatan tangan Jieun tetap jadi paling enak sedunia. Aku sudah banyak mencicipi di banyak toko, tetapi tetap saja buatan Jieun paling enak," elak Chanyeol, lalu membasahi bibirnya dengan lidah.

"Oh, iya?" Alis kamu terangkat sebelah. Kesal juga mendengar malah kukuh memuji Jieun, mematahkan semangat kamu saja.

"Iya. Kamu belum tahu sih, tangan Jieun itu jika sudah tercampur dengan adonan kue atau rempah-rempah masakan apa pun, hasilnya pasti akan sangat lezat," omong Chanyeol yang berhasil membuat kamu tambah enek.

Mendengar topik yang dibawakan Chanyeol melulu tentang Jieun, hati kamu berasa terhimpit ribuan kaktus.

Jieun, Jieun, dan Jieun, dari awal berangkat ke toko kue, hingga pulang dan sampai ke rumah sendiri, kamu selalu membicarakan Jieun, kapan aku? Kamu berkeluh seperti itu dalam benak, tapi tetap tidak bisa berbuat apa-apa selain mendengarkan Chanyeol terus menceritakan kelihaian Jieun dalam memasak.

Kamu semakin jengah, memilih melangkah ke pantry untuk menaruh ke dalam toples kue kering pemberian Jieun.

"Dandelion, besok kapan-kapan kau harus belajar membuat kue pada Jieun biar ketularan hebatnya." Seru Chanyeol di sela-sela kamu menuangkan kue kering ke toples.

Air muka kamu semakin keruh mendengar seruan itu. Sebelah tangan kamu mengambil satu kue kering berbentuk bunga warna pink dan meremasnya kesal, remukan kue kering itu langsung tercecer ke meja.

Bisa tidak jangan sebut nama itu lagi di sini. Sudah berapa kali kamu menyebut nama itu dalam setengah hari ini? keluh kamu sembari meremuk kue kering rasa stroberi buatan tangan Jieun lagi.

Suara bass Chanyeol masih saja menceritakan Jieun, kamu bergegas menutup toples dan membersihkan remukan kue kering di meja. Lalu beringsut membuatkan teh lemon dingin untuk suami kamu.

Tak butuh waktu lama, kamu beringsut menyajikan teh lemon dingin buatan kamu dengan kue kering Jieun barusan ke meja ruang keluarga. Tampak Chanyeol sudah diam dan sibuk dengan ponsel.

"Sudah satu tahun kita menikah, apakah aku sudah cukup membahagiakanmu, Tuan Park?" Akhirnya pertanyaan itu terlesat dari mulut kamu setelah meneggakkan tubuh kamu lagi--dari membungkuk menyajikan minuman dan camilan di meja.

Chanyeol tampak terhenyak dengan pertanyaan kamu. Jemari Chanyeol berhenti berselancar di atas layar digital ponselnya. Mendongak menatap kamu.

Sesuai atensi, Chanyeol hanya bisa terpaku menatap kamu dengan bibir terkelu.

Atensi kamu dalam imaji sebelumnya valid sudah. Kamu bisa membaca jawaban lewat bola mata Chanyeol; entahlah, aku ragu, Dandelion.

Hati kamu hancur mendapati kenyataan ini. Sebuah kenyataan yang memporak porandakan angan-angan kamu akan sebuah penerimaan Chanyeol atas dirimu, yang mana Chanyeol masih menganggap kamu sebatas adik, tidak lebih. Afeksi layaknya suami-istri pada umumnya itu hanyalah sebagai ajang menggugurkan hak dan kewajiban saja.

"Kenapa dulu kau menyutujui perjodohan itu? Apakah karena kau kasian padaku? Apakah karena kau khawatir padaku jika bisa saja aku tidak bisa menemukan sosok lelaki yang bisa menerimaku dengan kecacatan yang aku miliki, Sunbae?" tanya kamu dengan nada memojokkan, sekaligus menyindir. Bibir kamu bergetar mengatakannya. Kedua mata kamu berkaca-kaca. "Oh, iya, aku lupa. Ini adalah ajang baktimu kepada orangtua, juga untuk mengamankan popularitasmu yang sedang naik daun," imbuh kamu dengan sinis.

Lagi. Bukan sebuah jawaban yang diberikan Chanyeol, justru kebisuan yang semakin membuat kamu sebal.

Kamu tersenyum masam, tetapi setetes air mata jatuh dari pelupuk mata kamu, tampak sangat kacau kamu ini.

"Mianhae, aku telah menghancurkan kebahagiaan masa depanmu dengan Jieun Eonni, Sunbae ...," imbuh kamu. Cairan bening di pelupuk mata kamu jatuh lagi, membasahi pipi dan semakin menganak liar.

Masih tidak ada jawaban dari Chanyeol selain kebisuan dengan tatapan belas kasihan yang kamu benci. Kamu pun memilih melangkah tergesa untuk menghilang dari arah pandang Chanyeol. Langkah kaki kamu terhentak-hentak pilu menuju kamar, bersahutan dengan suara derap langkah Chanyeol yang segera mengekorimu.

Sebelah tangan kamu dicengkeram Chanyeol dari belakang, menggagalkan laju kaki kamu untuk segera masuk ke dalam kamar dengan pintu yang sudah terbuka lebar di hadapan.

"Jangan seperti ini, Dandelion," ujar Chanyeol. Dia segera memeluk kamu dari belakang, mencoba menenangkan kamu, tetapi kamu sigap memberontak hingga sempurna lepas dengan kasar.

"Jangan pura-pura menerimaku lagi. Jangan pura-pura bahagia hidup bersamaku lagi. Lepaskan saja aku. Aku memang tak pantas bersanding dengan lelaki sempurna sepertimu. Lepaskan aku, sudah saatnya kau untuk bahagia bersama Jieun Eonni, Sunbae ...," pinta kamu, menepis sebelah tangan Chanyeol yang mencengkeram sebelah tangan kamu, tergesa masuk ke kamar.

"Beri aku waktu untuk menyepi, kumohon ...," kata kamu ketika Chanyeol berhasil menyumpal pintu kayu dengan tubuh jangkungnya agar tidak bisa kamu tutup.

Chanyeol pun paham sekali dengan kondisi kamu kini yang sedang tidak mau diganggu, membutuhkan energi dan menjernihkan pikiran dengan menyendiri sesaat. Mengalah, Chanyeol mundur dua langkah.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak, Dandelion. Kumohon ....," pinta Chanyeol sebelum kamu sempurna menutup pintu dan menguncinya. Namun, kamu memilih tidak peduli dengan titah itu.

***

Di dalam kamar dengan dominasi putih, kamu mencopot alat luar implan koklea kamu, menaruhnya di nakas. Tangisan dalam diam kamu semakin pecah. Tubuh kamu yang berbaring asal di kasur masih menengang sebab emosi yang terlalu membara. Kamu lelah dengan semuanya. Lelah terus bersandiwara pura-pura tidak tahu bahwa Chanyeol bahagia hidup bersama kamu.

Kamu sungguh lelah dengan semuanya. Kamu ingin mengakhiri semua ini, melepaskan Chanyeol untuk bisa lelaki itu menikahi cinta sejatinya; Han Jieun.

Dulu, kamu pikir bisa menikah dengan pahlawan kamu adalah hal terindah yang pernah ada; karena kamu berasumsi akan dijaga sedemikian, diperhatikan sedemikian, dan bisa diterima dengan tulus atas kecacatan yang kamu miliki. Nyatanya kamu salah besar, pernyataan Chanyeol di sehari sebelum menikah perihal ragu itulah yang memporak-porankan segalanya, menjadikan atensi awal kamu percaya seutuhnya pada Chanyeol berubah menjadi prasangka hingga kini.

Dulu, ketika Chanyeol mengatakan keraguannya, kamu mengajak Chanyeol untuk mundur bersama, membatalkan pernikahan itu. Namun, lelaki bongsor itu justru menolak tegas bahwa semuanya sudah terlambat; dia sudah memutuskan hubungannya dengan Jieun dan juga tak mau menyakiti hati kedua orangtua, pula tindakan itu akan sangat berdampak dalam pemunduran popularitasnya dalam dunia entertainment jika sampai terjadi.

Pada akhirnya kamu tidak bisa berbuat apa-apa selain melanjutkan pernikahan itu ke hari H. Dan terciptalah suasana rumah tangga seperti ini.

Tidak ada yang aneh dalam rumah tangga kamu. Kamu benar-benar menjadi sosok istri pada umumnya. Pun begitu dengan Chanyeol, dia tak pernah menanggalkan satu pun hak dan kewajibannya sebagai sosok suami. Kamu dengan dia saling menyanyangi satu sama lain, kamu dengan dia bahagia bersama, tetapi itu hanya sebatas yang orang lain lihat.

Kamu dengan keadaan yang ada, tahu persis jika keadaan rumah tangga kamu tidaklah baik-baik saja dari awal sekalipun tampak hangat. Kamu memang mendapatkan raga Chanyeol, tetapi jiwa lelaki itu tetap terlepas begitu saja bersama Jieun.

Sebelah tangan kamu terulur meraih bantal, membenamkan bantal empuk itu ke wajah kamu, menangis sesenggukan di situ. Kamu menyalahkan diri sendiri, lagi dan lagi; bahwa kamulah orang ketiga itu, kamulah penghancur kebahagiaan orang lain. Jika kamu bersikukuh hidup dengan Chanyeol, kamu tahu, kamu tidak akan pernah bahagia sekalipun kamu sangat mencintainya.

Pada akhirnya, kamu paham hakikat cinta sejati; bahwa terkadang melepaskan adalah jalan terbaiknya.

Kamu ingin mengakhiri segalanya. Tidak ada yang bisa dipertahankan lagi. Dan kamu sudah tidak mau Chanyeol terus menjadi korban keegoisan kamu. Sudah saatnya kamu mengucap "selamat tinggal" untuk lelaki terkasih kamu satu ini. Kamu sudah merasa cukup diberi kesempatan oleh Tuhan untuk hidup bersama pahlawan kamu hingga titik ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro