III: Sunny Side Up

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Day 3
Buat tulisan dengan tema "Cinta Pertama"

Cinta pertama ya?

Apakah cinta pertama yang dimaksud adalah seseorang yang mampu membuat jantungmu berdegup kencang walau hanya mata yang saling tatap? Yang membuat hatimu berbunga-bunga dengan sensasi yang paling aneh?

Jika iya, maka kuberi tahu tentang cinta pertamaku yang tak indah-indah amat, tapi mampu membuat senyumku mengembang tak keruan karena sejuta memori menggemaskan, kocak, dan mengherankan yang menguar.

Di Sekolah Dasar dulu, hampir setiap hari aku membawa bekal telur mata sapi dengan nasi yang diberi kecap. Mama wanita karir, ia tak punya waktu banyak untuk menyiapkan bekal dengan lauk empat sehat lima sempurna.

Teman-teman dan guruku menyadari bahwa aku hampir setiap hari membawa bekal yang sama. Bahkan suatu hari wali kelasku bertanya apakah aku bosan berbekal telur mata sapi terus, kujawab "Sedikit, sih, Miss."

Lantas keesokan harinya, karena Mama masuk siang, aku diantar oleh Mama ke sekolah, lalu sepulang kerja, Mama bertanya padaku pertanyaan yang sama dengan yang diajukan wali kelasku saat itu. Kubilang aku tak masalah bekal telur mata sapi dikecapi tiap hari, lagipula terkadang memang aku yang request. Kemudian Mama bilang katanya kemarin guruku yang bertanya lalu kujawab sedikit bosan. Kubilang lagi kadang memang aku sedikit bosan, tapi Mama 'kan tak punya waktu banyak untuk menyiapkanku bekal macam-macam, lagian meskipun cuma telur mata sapi, dibuatnya juga pakai cinta. Mama mencubit hidungku, bilang bahwa aku bisa saja.

Mulai hari itu Mama sering membelikanku roti atau ayam goreng kentucky malam-malam untuk kubawa sebagai bekal. Lama-lama aku rindu bawa bekal telur ceplok dikecapi. Jadi aku request bawa telur saja seperti biasa pada Mama.

Sampai akhirnya saat kelas tiga, aku sekelas dengan seorang anak lelaki yang juga suka bawa telur mata sapi dan nasi pakai kecap. Teman-temanku menyadari hal itu dan mulai menjodoh-jodohkan kami berdua.

Bahkan mereka hendak memanggil kami dengan Ceplok Satu dan Ceplok dua. Namun, kata salah satu temanku itu jelek, jadi mereka mengganti panggilan kami menjadi Mister Sunny dan Miss Sunny.

Mulai detik itu saat jam makan siang, teman-teman sekelasku selalu siap siaga melihat apa isi bekal kami. Ketika kami membuka tempat makan dan isinya lagi-lagi telur ceplok dan nasi dikecapi, seisi kelas langsung bersorak "cie-cie".

Aku tentu saja tersipu malu dan mendadak malas makan. Bahkan terkadang aku harus melongok melihat kotak bekalnya dulu, jika sama, aku baru makan saat pulang sekolah.

Masih segar diingatanku wajah dan perawakannya waktu itu. Matanya sipit, kulitnya putih, rambut gaya mangkok, dan tubuhnya yang tinggi besar—bahkan aku hanya sepundaknya. Namanya Samuel.

Ia anak cowok yang pintar dan sopan kepada semua orang. Ia tak pernah bersikap macam-macam di kelas seperti sebagian anak lelaki yang barbar dan senang menjahili orang—terutama kami, anak perempuan.

Semua hal itu membuatku merasakan apa yang dibilang orang sebagai cinta pertama. Awalnya aku malu berada di dekatnya karena kami pasti akan disoraki teman-teman kami, lama kelamaan pipiku memerah sendirinya tanpa perlu disoraki. Aku terus menghindarinya, tetapi di saat yang sama aku selalu ingin melihatnya dari kejauhan.

Pada saat itu aku tak tahu bahwa perasaan seperti itulah yang dibilang orang sebagai cinta. Aku terus mengelak pada setiap orang bahkan dalam benakku sendiri bahwa aku tidak mencintainya, semua itu hanya karena mereka yang menjodoh-jodohkan kami.

Barulah aku mengerti sepenuhnya, menerima, dan mengakui semua perasaan alami yang tumbuh dalam hatiku itu saat aku kelas sembilan. Saat itu aku menyadari, seorang Samuel Elijah Handoyo adalah cinta pertamaku.

Sam pindah ke kota lain pasca lulus sekolah dasar, lalu kembali lagi ke kota tempatku tinggal saat SMA.

Kini, cowok itu bersekolah di sekolah yang sama denganku. Beberapa tahun berlalu, aku masih sepundaknya. Wajahnya lebih tampan dan rambutnya tidak culun lagi.

Pada saat hari pertama sekolah SMA, aku memberanikan diri—sambil berharap bahwa dirinya tak ingat semua yang terjadi saat SD—untuk menghampirinya dan bertanya.

"Kamu Sam ya?" tanyaku kikuk saat itu.

"Iya, Oliv ya?" Suaranya lebih berat dari yang kuingat terakhir kali, tetapi nada bicaranya yang ramah tak pernah berubah.

Sejak saat itu, kami saling sapa ketika berpapasan. Beberapa kali, kami juga bercengkerama.

Kini ia menjadi ketua OSIS di sekolahku. Aku sempat menjadi pengurus OSIS, tetapi kesibukan ekskul cheerleader membuatku harus memprioritaskan salah satu saja, dan kulepas jabatan sebagai pengurus OSIS.

Apa ia tahu perasaanku yang dulu? Entah, aku belum memberitahunya. Biar hanya aku, Tuhan, dan teman-temanku yang tahu.

Yap, ini Oliv yang ada di salah satu ceritaku, "limerence". A short spinoff buat salah satu karakter yang lumayan sering muncul, ketiga paling sering muncul setelah Anais dan Abinaya sepertinya.

Kalau ada yang mau baca boleh banget, udah tamat! ('^)

Thursday, February 3rd 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro