IX: Don't Let Me Wait

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Day 9
Buat songfic dari lirik lagu yang di-generate oleh website https://theselyricsdonotexist.com/ temanya diisi Love, Genre-nya bebas, Mood-nya bebas.

You know that all my work is done
No time for sweet love in waiting
I need your love to shine through me
I need your love to shine through me

Oh, love is
And it is love

Yet in love with you
Yet in love with you
Yet in love with you
If that's the only way

Your love means the whole world to me
Your love means the whole world to me
But love is stronger, at the end of the lane
With a smile coming back to me

When you hold me close you lift me high
You show me life and love in the changing light

Yet in love with you
Yet in love with you
Yet in love with you
If that's the only way

Cos me love ya
Makes me feel love

Yet in love with you
Yet in love with you
Yet in love with you
If that's the only way

Sudah sekiranya sepuluh kali aku celingak-celinguk, ke kanan dan kiri, lalu ke segala arah di mana sekiranya ia akan datang. Berkali-kali pula aku telah mengecek ponsel, barangkali ada pesan darinya.

Aku mengembuskan napas pasrah. Aku sudah berada di sini semenjak halte ini penuh sesak oleh orang-orang yang baru pulang kerja, lalu sekarang satu persatu ada yang dijemput pasangannya, ada pula yang dijemput ojek online. Kini hanya tersisa aku sendiri, dan seorang bapak-bapak yang sedari tadi asyik mengobrol dengan temannya lewat telepon.

Ia bilang bahwa ia tengah menuju ke sini, lima belas menit yang lalu. Haruskah kutanya lagi dia sudah berangkat atau belum? Ah, kalau dia tengah mengendarai motor mana sempat membalas pesan.

Sekitar lima menit kemudian sebuah motor Yamaha Aerox melaju mendekati halte. Lantas sang empunya motor mengerem laju motornya dan berhenti tepat di depankuu. Lelaki ber-hoodie hitam itu turun dari motornya, lalu membuka helm demi menampakkan wajahnya.

"Maaf, tadi tas gue ketinggalan jadi balik sekul lagi," ucapnya.

Aku ber-oh pelan. "Mau di mana?" tanyaku.

"Mau ngopi nggak?" Ia balik bertanya.

"Boleh," jawabku.

"Ya udah, mau pake helm?"

"Nggak usah, deket 'kan?" tolakku.

Lantas aku naik ke atas kursi motor. Tak lama kemudian ia tancap gas meninggalkan halte, meninggalkan sang bapak-bapak yang tinggal sendirian dan masih asyik teleponan.

Motor dengan model jok nungging seperti ini membuatku takut jatuh, ditambah lagi dengan kecepatan mengemudinya serta angin sore yang bertiup kencang. Aku awalnya ragu untuk berpegangan pada tubuhnya, tapi kemudian aku tetap berpegangan pada pundaknya, keselamatan nomor satu.

***

"Lo mau apa?" Ia bertanya sambil menyodorkan daftar menu.

"Samain aja," jawabku ogah-ogahan.

"Gue mau pesen americano," ujarnya.

"Eh, gue kopi susu aja deh," urungku.

Ia menyeringai, lantas menyebutkan pesananku ke meja kasir. Setelah mendapat struk, kami berjalan ke dua kursi yang kosong.

"Lagi capek lu?" Ia bertanya.

"Capek ... banget," jawabku sambil menopang kepala dengan tangan.

Ia terkekeh kecil. "Capek ngapain sih?"

"Capek OSIS lah, ngurusin proposal," jawabku agak sewot.

"Udah nggak basket lu?" Ia bertanya lagi.

"Nggak ...." Aku terdiam beberapa saat. "Dulu pas awal-awal kelas sepuluh pernah, tapi lama-lama udah capek OSIS," jelasku.

Ia mengangguk-angguk.

Tiba-tiba ia menurunkan volume suara. "Jadi gimana, Tzur?"

Aku mengangkat kepalaku dan menoleh ke arahnya. "Gimana apanya?"

Ia terdiam sejenak. "Yang di chat ...."

Aku hanya diam seribu bahasa. Kemarin malam, ketika aku telah terlelap, rupanya ia menyatakan perasaannya padaku. Panjang kali lebar.

Ia bilang bahwa ia menyukaiku sejak kelas 7 SMP. Dari mulai kami bersama di ekskul basket. Kami memang dekat, tapi hanya sebagai teman ekskul, ia tak pernah menunjukkan ketertarikannya padaku—atau aku yang kurang peka.

Kami baru mulai dekat di chat semenjak SMA. Semua obrolan itu berawal dari pertanyaan aku akan melanjutkan sekolah di mana. Kami pisah sekolah, tapi hubungan kami—sebagai teman tapi bukan dan pacar bukan juga—jauh lebih dekat sejak saat itu.

Ia juga bilang. Ia menunggu sangat lama untuk membulatkan hati untuk menyatakan perasaannya. Ia juga bilang aku satu-satunya cewek yang bisa mengerti dirinya, bisa mendengar semua cerita-ceritanya, dan ia merasa ia selalu membutuhkanku dalam senang dan sedihnya.

Ia bertanya apa aku mau jadi pacarnya. Diterima atau tidak, dia akan tetap menganggapku teman mengobrol terbaiknya.

"Tzur."

"Tzura!"

Hal itu membuyarkan lamunanku. "Karena lo bilangnya di chat, gue juga bakal bales di chat."

Aku dilanda dilema. Apakah aku akan membuat penantiannya sia-sia, atau mengambil keputusan untuk berpacaran meski aku belum ingin berpacaran.

Could've been better tapi mood saya lagi ancur banget ini. Doain saya masih kuat selalu sampe akhir ya, biar nulisnya nggak setengah-setengah.

Btw Tzura ini salah satu temennya MC saya yang blm di-publish. Doain cepet pub juga ya.

Wednesday, February 9th 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro