XII: Dear My Dream, Goodbye

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Day 12
Buat cerita dengan kalimat pembuka, "Apakah takdir bisa diubah?"

"Apakah takdir bisa diubah?" Begitu ucapku tempo hari lalu kala berdiri di depan cermin, menatap wajahku yang sedang dipenuhi bintik-bintik merah, tekstur kulit yang kasar, dan kusam. Lalu aku menatapi perawakanku dari ujung rambut hingga ujung kepala. Rambutku kering, mengembang, dan modelnya tidak jelas. Tinggiku 165 pun tak sampai, badanku masih banyak lemak di sana sini.

Inginku punya wajah rupawan, tinggi semampai, dan tutur kata halus bak putri keraton biar aku bisa menggapai mimpiku menjadi seorang Miss Universe. Bisa berlenggak-lenggok dengan gaun-gaun mahal di atas panggung dan disorot jutaan bahkan miliaran pasang mata. Mempunyai keberanian untuk berbicara dan cukup kompeten untuk didengar dunia.

Atau ... tak usah muluk-muluk deh. Jadi Puteri Indonesia saja aku juga senang.

Seiring berjalannya waktu, aku sadar. Semua itu tak akan kucapai. Usiaku sudah beranjak remaja, hampir lulus sekolah malah. Tak ada waktu untukku berubah 180 derajat seperti yang kuimpikan. Pasti memakan waktu yang sangat lama untuk minum obat peninggi, diet, belajar dandan, merawat wajah, dan jangan lupa belajar biar pintar.

Nilaiku pas-pasan semenjak SD, mana bisa bersaing dengan wanita-wanita lain yang memiliki latar belakang pendidikan luar biasa? Mereka mungkin pernah berada di kelas akselerasi, mungkin kuliah di luar negeri, mungkin dapat beasiswa, atau mungkin lulus dengan cum laude.

Wajahku biasa-biasa saja, pasaran, tidak punya ciri khas. Badanku banyak borok bekas luka yang kukelupas sendiri, tak mulus.

Aku dulu pernah merasa duniaku akan runtuh jika aku tak berhasil menjadi cantik. Aku bakal mengatakan selamat tinggal pada impian terbesarku berada di panggung Miss Universe, memakai mahkota mahal, dan dadah-dadah cantik di depan seluruh penjuru alam semesta.

Berlalu beberapa tahun setelah aku merasa seperti itu, apa duniaku hancur? Tidak. Apa aku harus merelakan mimpi terbesarku yang terlalu muluk-muluk? Ya. Dan aku telah mengatakan selamat tinggal yang paling tulus dari lubuk hatiku yang terdalam.

Aku tak cantik. Itu kenyataannya.

Jika orang bilang semua orang itu cantik, mereka berbohong.

Aku enggan menelan mentah-mentah kebohongan manis itu. Aku lebih suka ideologiku sendiri, yang kukemukakan di dalam kepalaku sendiri saat berdiam diri dalam kamar. Tak semua orang bisa menjadi cantik, dan itu tak apa karena memang manusia tak harus memiliki paras rupawan.

Aku memang tidak cantik, tapi aku jago bermain gitar dan berenang. Apakah aku akan bilang dunia ini tidak adil karena Tuhan tak membagikanku setitik estetika paras dan keenceran otak sementara peluangku untuk jadi musisi dan perenang terbuka lebar?

Aku menyadari, sesuatu yang kuinginkan mungkin tak sejalan dengan kenyataan yang terjadi. Keinginanku tak akan selalu jadi pilihan hidup terbaik. Maka yang bisa kulakukan adalah peka dengan potensi-potensi dalam diriku dan mengembangkan potensi itu semaksimal mungkin.

Setiap orang punya peran masing-masing di dunia ini. Jika kau punya paras dan tinggi badan mumpuni, silakan jadi model atau ratu kecantikan. Kalau kau memiliki kemampuan berolahraga di atas rata-rata, jadilah atlet. Kalau kau tertarik di bidang politik, jadilah pejabat yang mengayomi rakyatnya.

Aku telah sadar akan kekurangan dan kelebihan diriku, lalu aku menerimanya, dan aku mengatakan dalam hatiku untuk menambah kepercayaan diriku bahwa banyak yang beranggapan bisa main gitar itu keren, dan tak semua orang bisa melakukannya, banyak orang ingin bisa berenang, juga tak semua orang bisa.

Aku adalah aku, aku tak sempurna, dan aku tak lebih baik dari yang lain, tapi aku berhak merasa nyaman dengan diriku sendiri. Aku jelek dan aku bangga.

Yang ada di kepalaku sebenarnya lebih ber-plot, tapi entah kenapa ini agak muter-muter nggak sih? Dan jadi siraman rohani doang.

Tapi yaudah lah ya.

Saturday, February 12th 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro