Bab 3: Kejutan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana dalam ruangan menegang, begitu juga dengan raut wajah Bu Sari. Ia tidak mengira anak walinya akan mengatakan hal demikian.

"Ren, kamu pasti bisa. Ibu percaya kamu bisa. Kamu juga rajin kok ibu lihat. Coba kamu kerjain pelan-pelan, kamu pahami pelan-pelan. Kamu pasti bisa, ibu percaya sama Renata. Sekarang, Renata tenangin diri dulu, pikirin pelan-pelan keputusan Renata selanjutnya. Sayang loh kalau mau berhenti sekarang, baru juga mulai, kan? Ayok, jangan gitu ah, ibu nggak suka."

Gadis itu masih terdiam, dia mencerna setiap kalimat dari dosen walinya ini. Lalu, dia tersenyum walau air matanya masih mengalir dari sudut matanya.

"Oke bu, saya usahakan ya bu. Terima kasih sudah mendengar curhatan saya bu," ujar Renata dengan setulus hati.

"Nah gitu dong senyum. Udah sekarang jangan banyak pikiran dulu. Dikerjain pelan-pelan ya."

Seusai itu beban yang dipikulnya seakan-akan menghilang, ia bersyukur memilih untuk bercerita kepada dosen wali akademiknya, dosen terbaik yang bisa diajak curhat selayaknya sahabat sendiri.

Mengingat kejadian itu dan semua kejadian yang terjadi selama dunia perkuliahanya membuatnya terharu. Seusai kegiatan wisuda selesai, ia berpelukan dengan Ayahnya dan berfoto bersama.

Seusai makan siang bersama, gadis itu kembali ke kamarnya dan memilih untuk beristirahat sebentar. Tapi, ia dikejutkan oleh telepon dari Ayahnya.

"Ha-halo, Ayah? Kenapa?" tanya Renata dengan suara serak.

"Kamu dimana? Kok kayak suara orang baru bangun tidur gitu?" tanya Ayah dengan nada panik.

Gadis itu langsung duduk dan memijat keningnya.

"Di kamar, memangnya kenapa, Ayah?"

"Astaganaga, cepat kamu mandi dan pergi ke restoran. Ayah udah kirim ke whatsapp-mu."

"Hah?"

"Hah-hoh-hah. Cepetan mandi, dandan yang cantik. Ayah udah perjalanan ke rumah mau jemput kamu. Kita udah terlambat, ayah daritadi telepon kamu nggak diangkat."

Gadis itu merengut heran.

"Oke, deh. Bye Ayah."

Seusai memutuskan sambungan telepon dengan Ayahnya, dia segera berlari ke kamar mandi dan bersiap-siap. Sepertinya kemeja dan celana jeans hitam saja yang akan digunakannya.

"Ayah juga nggak ngasih tahu kita mau kemana. Duh, padahal mau nonton drama korea habis bangun. Ayah ada-ada aja, deh," gerutunya kesal.

Tidak lama kemudian terdengar klakson dari luar, dengan kecepatan kilat gadis itu keluar dari rumah dan mendapati mobil Ayahnya sudah terparkir di depan pagar rumah.

"Hai Ayah!" sapa Renata dengan girang.

"Hai, masuk cepetan."

"Iya Ayah, buru-buru amat, sih," keluh Renata sambil masuk ke dalam mobil.

Ayah tidak menjawab pertanyaan Renata, dia hanya diam dan membiarkan anak gadisnya mengira-ngira tujuan mereka nanti. Gadis itu cepat bosan karena Ayahnya nggak membuka pembicaraan, ditanya juga nggak dijawab, akhirnya gadis itu memutar lagi di mobil.

Lagu berjudul "Know Me Too Well" yang dinyanyikan oleh New Hope Club, Danna Paola. Lagu ini asik banget untuk didengar, lalu gadis itu termenung. Ia membuka room chat-nya dengan Johan. Ia sungguh merindukan cowok itu, rasanya kebahagiaannya kurang lengkap tanpa hadirnya cowok itu.

Sebenarnya dia sedang apa? Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia berubah? Tidak bisakah dia meluangkan waktu barang satu menit saja untuk mengabarinya? Sungguh, kalau sekarang tidak pandemi, pasti dia sudah pesan tiket kereta dan pergi ke Malang. Lagipula, sebenarnya tidak masalah asal dia menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, tapi Ayahnya melarang keras dia untuk pergi keluar kota sendirian.

Entahlah, memikirkan pacarnya membuat gadis itu malah jadi murung. Tidak lama kemudian mobil berhenti, mereka sudah sampai di tujuan rupanya.

"Ayah, kita sudah sampai?" tanya Renata memastikan, gadis itu memandang ke arah Ayahnya dan terlihat anggukan darinya.

"Sudah, ayok turun."

"Ya ampun, irit bicara banget. Heran, deh," gerutu Renata.

Mereka masuk ke dalam restoran itu, dari nuansanya terkesan seperti restoran khas Jepang. Tentu saja membuat gadis itu bersorak senang dalam hati, ia begitu menyukai makanan dari restoran khas Jepang. Dia sudah tidak sabar melihat menu makanannya, semoga saja ada nasi dan ikan dori, atau dia memoroti uang Ayahnya saja ya dengan memesan steak Salmon?

Gadis itu tersenyum senang, ia tidak sabar. Lagipula, nggak salah, kan? Ini hari yang bersejarah dalam hidupnya, akhirnya dia berhasil menyelesaikan perkuliahannya. Sambil bersenandung pelan, ia terus mengikuti langkah Ayahnya.

Tidak lama kemudian, mereka masuk ke ruangan, sepertinya ini ruangan VIP, pikir Renata dalam hati. Gadis itu diam saja dan duduk di sebelah Ayahnya. Sedaritadi dia sudah menduga sebenarnya mereka bertemu sama siapa, kenapa Ayahnya berpakaian begitu rapi dan wajahnya juga terlihat bahagia begitu?

"Ayah, pesan makan aja, yuk. Aku laper banget, nih," tawar Renata pada Ayahnya. Dia juga sengaja memasang wajah dengan ekspresi memelas supaya Ayahnya luluh padanya.

Sayangnya Ayahnya menggeleng dengan tegas, jurus yang biasanya ampuh kini tidak mempan lagi.

"Nggak, nanti sekalian saja nunggu mereka datang. Nanti kalau ternyata mereka nggak suka sama makanan yang kita pesan, kan , gawat."

Renata terdiam, wajahnya sudah berubah menjadi ekspresi suntuk.

"Ish, Ayah gitu amat sama anak sendiri."

Setelah itu Renata mengambil handphone-nya dari tas dan melihat sekali lagi ke room chat-nya dengan Johan. Matanya bersinar begitu melihat keterangan kalau pacarnya itu lagi online.

"Ah! Jo online!" pekik Renata senang.

Dengan ekspresi sumringah, dia segera mengetik pesan padanya.

To: Jo

Joooo my darling! Aku kangen berat, sayangku. Kamu kangen juga, kan? Iya dong, pastinya.  Huhu, aku pengen banget ke Malang! Nanti aku nginep di hotel aja, deh biar nggak ngerepotin kamu dan keluargamu. Kamu nggak keberatan, kan, sayang? Kita lama banget, nih, nggak ngabisin waktu berdua.

Tidak lama terlihat centang biru pada pesannya. Betapa girang hati Renata, ia tidak sabar membaca pesan dari pacarnya itu.

From: Jo

Nggak usah, aku di Surabaya.

Gadis itu terkejut! Dia memekik girang, dalam kepalanya sudah bermunculan alasan pacarnya itu datang ke kota tempatnya berada.

"Apa dia datang untuk memberi kejutan padaku, ya? Hari ini, kan, aku wisuda. Ah, pasti itu! Omaygat! Pacarku sweet banget, sih!" pekiknya gemas.

"Sst! Ribut banget, sih," tegur Ayahnya pelan.

Renata hanya cengengesan melihat raut wajah kesal dari Ayahnya. Dia memang tidak suka melihat anaknya ini "penyakitnya" kambuh. Padahal umumnya anak gadis yang tengah dimabuk asmara juga kayak gini.

"Ayah ih, jutek amat sih! Anaknya lagi seneng, nih. Ayah, pacarku datang ke Surabaya, loh! Pokoknya Renata mau jalan berduaan sama dia, Ayah nggak boleh ngelarang Renata lagi! Titik nggak pake koma loh Ayah," ujarnya dengan nada mengancam.

"Pacarmu datang ke sini? Nggak boleh, intinya nggak boleh jalan keluar. Kamu nggak mikir kalau dia bawa virus gimana? Kamu mau dengan sukarela ngasih dirimu buat tertular virus corona?" tanya Ayah dengan nada gusar.

"Ih, aku pasti jaga diri, lah. Ayah gimana, sih? Masa tega sama anak sendiri? Renata udah berapa tahun nggak ketemu pacarku. Renata kangen berat, ih. Kayak Ayah nggak pernah ngerasain masa-masa muda aja, deh," gerutu Renata kesal.

Tidak lama terdengar pintu ruangan ini terbuka, seketika berbagai pertanyaan muncul di benak gadis itu. Mengapa dia bisa datang ke tempat ini? Jadi, mereka adalah orang yang ditunggu Ayah? Tapi, kenapa?

-Bersambung-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro