Bab 1 🔞

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Enghhh...." Desahan itu lolos dari bibir Pakin ketika laki-laki yang menindihnya mengelus selangkangannya. Rasanya sungguh luar biasa. Mendebarkan jantungnya tidak keru-keruan. Pakin mengangkat panggul, dan melingkarkan kedua kakinya ke pinggang laki-laki itu. Ia memperdalam pagutan. Bibir pria tersebut ia gigit beringas, membuat lidahnya keluar yang langsung Pakin sambut dalam pertarungan sengit. Ia isap kuat daging lidahnya yang terasa paru goreng. Ia cecap air liurnya dengan rakus. Dan ketika laki-laki itu menjilat lubang telinganya, Pakin kehilangan kewarasan. Penisnya menegang. Perutnya seolah-olah terasa keram.

Ini gila. Setelah hampir tiga bulan tidak melakukan persanggamaan, rasa-rasanya apa yang tengah ia lakukan sekarang adalah berbuka puasa. Semula Pakin tidak begitu tertarik dengan persanggamaan yang ditawarkan Drake—pria dalam pagutan Pakin. Sekalipun ia mahasiswa paling seksi yang pernah dimiliki fakulstas fisip, tapi berita yang Drake bawakan malam ini benar-benar mampu menggempur seluruh pertahanan, melahirkan jabang emosi purba yang menyalak-nyalak seperti anjing. Rasa sakit itu berkelindan hebat dengan nafsu membara, jadi sewaktu Drake merangkum berkas lembut mulutnya dalam ciuman mahaedan, Pakin tidak mampu menampik selain menyambutnya suka cita.

Ouuh... salahkan ini semua pada Neo. Laki-laki yang mengaklamasikan diri sebagai sahabat. Pakin tidak tahu apa yang salah dengan otak Neo. Hanya saja, selama berkawan dengan mahasiswa jurusan bisnis tersebut sejak di bangku sekolah menengah atas, baru kali ini laki-laki itu bawel dengan orientasi Pakin. Ia memiliki kecemasan berlebih yang rasanya sungguh menggelikan tulang kupingnya. Neo tidak ingin melihat Pakin jalan dengan laki-laki sembarangan. Neo tidak suka melihat Pakin flirting ke cowok tidak dikenal. Apalagi menyatroni pub gay, Neo akan murka tidak tanggung-tanggung.

Pakin sangat yakin bahwa temannya kali ini berada di titik ketololan hakiki. Sama dengan Neo, Pakin pun memiliki nafsu. Hanya saja, jika berahi Neo tersalurkan kepada lawan jenis, Pakin berbeda. Ia menyukai kelamin laki-laki saat ia beranjak remaja. Malam pubernya memimpikan penis guru olahraga, bukan bibir perawan teman-teman gadis di sekolahnya. Apa yang salah?

Dan tingkat keposesifan Neo terhadapnya berada di ambang mengerikan sejak tiga bulan belakangan. Sahabat keparat itu mewajibkan Pakin untuk melaporkan apa pun yang Pakin lakukan. Sekali lagi, apa pun. Berangkat kuliah, sampai di tempat kuliah, lagi di jam kuliah, sedang makan di kantin kampus, lagi mengerjakan tugas, bahkan kalau bisa rasa-rasanya ketika Pakin berak pun, ia harus melaporkan berapa biji tai yang anusnya produksi. Sialan memang. Hanya saja, yang lebih sialan lagi, Pakin tidak memiliki daya untuk melawan Neo. Sebenci apa pun ia pada sang kawan, semua jawaban itu bermuara pada iya. Tidak ada sangkalan sama sekali.

"Ouuh... ya, Tuhan." Kembali Pakin mendesah hebat. Drake menyapukan lidahnya di putting Pakin, dan itu membuatnya sekarat. Tekstur lidahnya yang kasap terasa membakar pucuk putingnya yang mengeras. Ia jilat berkali-kali putting kiri Pakin. Tangan kanannya memuntir putting kanan Pakin, sementara tangan kirinya terus menggosok selangkangan Pakin. Drake menunduk lebih dekat, sehingga napasnya yang panas menerpa dada Pakin yang liat.

Ya, Tuhan, kenikmatan macam apa ini? Digempur tiga serangan mematikan tersebut, Pakin menggelinjang hebat. Aroma tubuh laki-laki itu seperti meracuni otaknya. Bau akar wangi yang bergabung dengan keringat, kawin dengan vodka beberapa botol sebelum persanggamaan, sungguhlah suatu racikan memabukkan. Persetan dengan rasa sakit. Persetan dengan berita yang Drake bawa. Persetan dengan itu semua. Ia sudah hancur, maka hancurkanlah segalanya malam ini, sampai semua tangsi itu hanya berisi jasad-jasadnya yang merana diadang lara. Pakin hanya ingin bersetubuh dalam hubungan badan paling banal yang pernah ada. Ia ingin aso sejenak dari ketidakwarasan itu dan menikmati suguhan erotis dari sebuah badan bernama manusia. Kedua tangan Pakin mencakar punggung telanjang laki-laki itu, sementara ia terus menggesekkan penisnya yang mengeras di dalam celana jins di selangkangan Drake.

Ciuman itu terus berlanjut. Kini ia merudal lubang udel Pakin sementara kedua tangannya terampil membuka ritsleting celana jins Pakin. Pakin sedikit mengangkat pinggul, untuk memudahkan celananya lepas dari tempat. Dan ketika yang tersisa dari tubuhnya hanyalah boxer ketat, kembali pria tersebut mencium bibir Pakin. Baik bibir bawah maupun bibir atas, ia lumat tanpa sungkan. Pakin semakin membuka lebar selangkangan, membiarkan tangan besar Drake mengurut penisnya yang terasa membeku dari luar celana dalam. Cairan precum sudah melumuri kepala penisnya, dan itu membuatnya hilang ingatan.

Ya, Tuhan, betapa rasanya hidup ini indah, bukan, tanpa kehadiran Neo yang selalu merusuhinya? Sebelum ini, sebenarnya perilaku Neo tidak begitu menyebalkan. Hanya saja, entah apa yang terjadi padanya, sekembali Neo dari acara reuni dengan teman sekolah menengah pertamanya, ia tidak melepaskan Pakin ke mana pun seorang diri. Bahkan untuk sekadar membeli nasi padang sepuluh ribuan di depan gang kos-kosan pun, Neo yang akan dengan suka rela membelikannya. Yang lebih parah dari itu semua tentunya ketika Neo bersikeras mengajaknya berkencan dengan Luna—perempuan dari fakultas kedokteran yang ia pacari selama tiga tahun belakangan.

"Ini berlebihan banget, sih, Nyo." Pakin memberi peringatan, menatap malas cowok yang saat itu tengah berdandan di depan cermin. Ia melirik setelan yang disiapkan Neo di pinggir kasur tempat mereka tidur—yeah, keparnoan Neo terhadap orientasi Pakin membuat pria tersebut memaksanya tidur di atas ranjang yang sama. Tidak mendapat respons dari Neo, Pakin menggeleng, memutar bola mata, menyambar baju dan memakainya di situ. "Terserah apa yang lo lakukan, kalau sampai Luna menangis akibat kencannya terganggu oleh kehadiran gue, itu bukan urusan gue. Gue sudah memperingatkan lo."

"Lo nggak perlu khawatir. Luna perempuan dewasa. Dia nggak akan memiliki pandangan sepicik itu. Lagian, kami sudah tiga tahun bersama, kencan berdua bukanlah isu panas yang perlu dihebohkan."

"Terserah." Tapi tetap saja Pakin sebal. Hari Minggu, setelah dua minggu utuh disibukkan dengan praktikum yang luar biasa melelahkan, siapa yang tidak ingin berleha-leha di kasur sambil tidur seharian, coba? Dan mengorbankan waktu tidur hanya untuk menemani temannya kencan? Ayolah, kotak ketawa Squidward bisa pecah akibat hebatnya dia terkakak.

"Nanti gue traktir nasi padang kikil dan kepala nila, deh."

Sialan. Ini menggiurkan. Pakin tidak mau begitu saja menerima sogokan sampah ini. Tapi nasi padang lauk kikil dan kepala nila di tanggal tua jelaslah bukan hal yang bisa begitu saja dia lewatkan. Melalui pantulan cermin tempat Neo sedang mengaplikasikan pomed di rambutnya, Pakin menatap hitam bola mata Neo.

"Gue tambahin Magnum lima bungkus." Harga diri Pakin terjual sudah.

Luna jelaslah perempuan paling beruntung di muka bumi ini. Neo Trai Nimtawat adalah ciptaan Tuhan penuh pesona yang pernah Pakin lihat. Ia indah, dan menggiurkan dari segala sisi. Mungkin dalam proses penciptaan, Tuhan dan para malaikat tengah menyesap sampanye sambil berdansa ditemani suara harpa. Ia memiliki badan yang bagus akibat latihan gym yang rutin ia lakukan tiga kali seminggu. Bisep trisepnya tercetak kukuh. Kotak-kotak di perutnya selalu mampu mendulang penyesalan hebat kepada Pakin sebab mereka tercipta bukan untuk dirinya. Bongkahan dadanya bisa menyesatkan mata. Alisnya panjang dan tebal, nyaris bersinggungan di pangkal hidung. Ia memiliki bulu mata lentik yang memagari sebutir mata sehitam malam. Bibirnya merah, ranum, dan penuh, yang selalu menjadi bahan imajinasi Pakin di malam-malamnya beronani. Aroma tubuhnya wangi citrus segar yang sangat Pakin kenal bahkan apabila Neo tidak berada di dekatnya. Dan ia memiliki lesung pipit yang akan terlihat apabila ia tersenyum lebar. Singkat cerita, jika ada dalam sebuah perjamuan, Neo dan ketelanjangannya adalah menu utama yang begitu mengundang hasrat. Tapi seberapa pun ingin Pakin mendekat untuk mencumbu keindahannya, Neo adalah berhala yang tidak akan pernah bisa ia sentuh dalam sebuah hubungan romansa. Dan itu menyakitkan, dan itu menghancurkan.

"Enghhh...." Pakin kembali meracau penuh nikmat sewaktu Drake mengurut batang penisnya menggunakan lidah. Tangannya memijat-mijat kepala penis Pakin, sementara lidahnya mempermainkan biji testisnya. Pakin mengentakkan pinggul, kelojotan penuh haru. Kelaminnya berkedut-kedut dalam genggaman Drake. Tatkala ia menginginkan lebih, tahu-tahu pintu kamar tempat ia kawin terbuka tiba-tiba.

Neo dengan tampang mengerikan berdiri di sana. Emosi seperti menggelegak mirip kepulan kuah soto di kepalanya. Ia masuk, lantas memberikan tinjunya berkali-kali kepada Drake.

"Gue sudah berkali-kali bilang ke lo, kan, Drake, dekatin semua laki-laki kecuali Pakin? Lo boleh ngentot sampai seluruh laki-laki habis asal jangan Pakin. Gue nggak pernah main-main dengan ucapan gue, Drake. Lo sebaiknya nggak meremehkan gue!" hardiknya murka. Ia memungut baju-baju Drake yang berserakan di lantai, lalu membuang ke tubuh telanjang pria tersebut. "Minggat lo, Bajingan!" sewaktu laki-laki tersebut pergi, Neo mengunci pintu. Ditatapnya Pakin yang telanjang dengan penis terangkat melawan gravitasi. Neo menggeleng, memunguti baju Pakin yang berserakan di lantai pula, lantas menyuruh sahabat segera berbenah.

Berdecih, membuang muka, Pakin melanjutkan permainan menggunakan tangan. Ia mengocok batang penisnya, sementara Neo memilih duduk di pinggir kasur sambil menikmati sebatang rokok.

"Lo nggak pernah kenal yang namanya privasi?" tanya Pakin gusar begitu ia menuntaskan hasratnya. Neo bangkit dari tempatnya duduk, mengambil sekotak tisu yang ada di nakas, lantas memberikannya kepada Pakin.

"Gue sudah pernah bilang, kan, jangan pernah bermain dengan cowok sembarangan?"

"Tapi dia bukan cowok sembarangan!"

"Tapi lo, kan, tahu Drake itu bendera hitam? Dia memiliki catatan kelam. Dan nggak satu dua orang yang dia rugikan selama ini. Tapi banyak. Gue nggak mau lo menjadi salah satu korbannya."

Setelah menggunakan boxer dan membersihkan sperma, ia menyulut sebatang rokok dan bergabung dengan Neo di tepi ranjang. Rasanya malu sekali kepergok dalam keadaan telanjang dengan penis menjulang. Tapi apa mau dikata, cowok bisnis itu benar-benar telah begitu masuk ke dalam hidupnya. Ingin rasanya Pakin menghilang dan menjalani hidup baru tanpa recokan dari siapa pun—lebih-lebih setelah kabar yang dia terima dari Drake. Tapi kemudian Pakin menyadari, bahkan apabila ia sembunyi di pucuk dunia sekalipun, Neo masih akan tetap menemukannya. Sahabatnya itu akan selalu mampu mengenduskan moncong ke pantatnya.

"Lo harus menghentikannya, sih, Nyo," kata Pakin seiring malam semakin merangkak. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas. Dan ia sama sekali belum memiliki niatan untuk meninggalkan tempat ini. Bahkan baju dan celana jinsnya pun masih belum ia sentuh.

"Apanya?"

"Lo dan segala keparnoan lo terhadap gue."

"Gue nggak parno."

"Lalu apa sebutannya yang lo berikan kepada gue? Lo bahkan menginstal aplikasi yang bisa melihat di mana keberadaan gue. Gue harus melapor 24 jam nonstop ke lo. Gue harus tidur sama lo. Lo menunggu gue mandi sampai selesai. Lo ngerangkeng gue seperti gue seorang tahanan. Lalu apa sebutannya kalau lo nggak parno terhadap gue?"

"Gue khawatir sama lo."

"Terima kasih kalau begitu. Tapi gue sama dengan lo, Nyo. Gue sama normalnya dengan lo. Hanya saja jika lo menyukai lubang vagina, gue menyukai penis. Lo memiliki pacar seorang perempuan sesempurna Luna, gue pun ingin memiliki pacar sempurna buat gue. Gue nggak bisa selamanya lo kurung. Itu nggak adil buat gue."

"Sorry, Kin, kalau apa yang gue lakukan membuat lo seperti ini. Tapi serius gue sayang sama lo. Gue nggak ingin lo kenapa-kenapa. Lo boleh kencan sama cowok mana pun, asalkan gue harus tahu siapa cowok itu. Lo tahu bagaimana bebasnya kehidupan orang-orang seperti lo, gue benar-benar nggak ingin lo terjerumus sampai ke sana."

"Tapi gue juga butuh orang sebagaimana Luna membutuhkan lo. Kalian berkencan, kalian having sex, kalian haha hihi bareng-bareng, lalu gue? Apa yang gue terima? Sakit banget serius saat gue harus menunggu di depan kamar sementara lo dan Luna ngentot sambil mendesah keras. Rasanya sangat nggak rela membiarkan kasur tempat biasa gue tidur harus menjadi saksi pergumulan kalian, sedangkan dalam malam-malam panjang di mana lo harus menemani Luna keluar bersama orang tuanya, gue menangisi nasib gue di sana." Pakin mengembuskan asap rokoknya dengan perasaan kecewa.

"Gue sayang sama lo, Kin."

"Gue tahu, tapi gue harap lo memberi keadilan buat gue. Kalau lo nggak ingin melihat gue ngentot sama orang lain, bolehkah gue mencicipi apa yang dimiliki Luna selama ini? Kalau lo nggak pernah memercayai setiap laki-laki yang gue kenalkan ke lo, bagaimana kalau lo yang menjadi laki-laki itu? Gue mengorbankan kebebasan gue untuk menyenangkan keparnoan lo, bisa lo senangkan diri gue untuk menyalurkan libido gue?" Pakin tertawa getir. Apalagi menyusul pertanyaan retorisnya, yang ditawarkan Neo hanyalah diam. Pakin mendengus.

Ruangan itu hanya terisi oleh bunyi keretek kedua pemuda tersebut yang meretih. Pakin tidak menginginkan apa-apa dalam hidup sialannya ini selain ketenangan, demi Tuhan. Tapi kenapa sesulit ini? Dosa apa yang telah ia lakukan sampai rasa-rasanya ia mendapatkan ganjaran yang luar biasa pedih? Segala karut marut masalah seperti tengah memusingkan kepalanya ke dalam sebuah penggilingan. Mulai dari Bunda, Oma, bahkan Neo. Tidak ada satu pun dari mereka yang bisa menawarkan kenyamanan selain pergumulan batin dalam cawan kebingungan. Pakin mendesah berat.

"Lo tahu, kan, gue mencintai lo, Nyo. Dan gue nggak akan berhenti melakukan pencarian sebelum gue mendapatkan lo. Kalau bisa rasanya gue ingin memberangus semua perasaan gue, Nyo, agar gue nggak menderita dalam hubungan bertepuk sebelah tangan keparat ini. Gue ogah bergantung pada lo, demi apa pun. Gue ingin bebas, Nyo. Gue ingin merdeka dari sakit hati memuakkan ini."

"Tapi gue memiliki Luna dan gue mencintainya."

"Maka jika lo nggak bisa memberikan keadilan buat gue, biarkan gue pergi, Nyo. Lepasin gue."

"Gue nggak bisa. Gue nggak ingin lo kenapa-kenapa, Kin, kalau lo lepas dari genggaman gue. Maafin gue jika cara yang gue miliki ini menyakiti lo. Gue nggak punya pilihan. Gue sayang sama lo, gue sayang juga sama Luna. Kalian memiliki takaran berbeda dengan timbangan yang sama dalam hidup gue. Jangan minta gue untuk memilih, Kin, karena gue nggak bisa melepaskan kalian berdua. Terima cara gue menyayangi lo karena ini juga pula demi kebaikan lo. Jangan biarkan gue kepikiran lo kalau lo lepas dari genggaman gue, Kin."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro