Bab 34

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bel interkom di apartemen itu Pakin tekan. Menit setelahnya pintu terkuak, menampilkan Drake dengan senyum lebar dari sana. Ia keluar untuk memeluk Pakin sebelum mengajaknya ke dalam. Aroma kayu cendana langsung tercium dari humidifer, diikuti sentuhan sejuk dari pendingin ruang. Bangunan luas dengan dinding dipulas abu-abu tua menyambut kehadiran Pakin. Saat Pakin berjalan, kakinya seperti dipijat oleh lantainya yang terbuat dari kayu berserat-serat lembut dan mengilap. Pakin mendengak, gantungan lampu dengan bingkai kayu warna hitam terlihat berjuntai di tiga tali tampar. Sofa rendah dengan tekstur beludru serupa warna tembok ditata saling berhadapan, membelakangi dinding kaca yang menampilkan hamparan kota Jakarta Utara dipanggang matahari pukul sepuluh pagi. Tepat di hadapan kursi tersebut, sebuah lukisan jaguar hitam digantung gagah perkasa. Di bawahnya ada rak berwarna hitam pula untuk meletakkan berpot-pot kaktus.

Drake mengajak Pakin untuk melenggang ke belakang. Ada gourment kitchen built-in dari granit hitam berdiri gagah mengucapkan selamat datang kepada mereka. Berbagai macam peralatan dapur yang Pakin bertaruh tidak pernah Drake sentuh ada di sana, seperti kompor, oven, mesin cuci piring, kecuali mungkin wine cellar yang terlihat menyimpan botol-botol wine, juga kulkas besar berpintu kaca yang menampilkan beberapa botol air mineral, yogurt, dan buah-buahan. Semakin Pakin menyelisik detail, semakin ia menangkap kemewahan di sini. Backsplash-nya terbuat dari ubin yang lagi-lagi berkelir hitam. Ada juga hood esklusif untuk menghilangkan asap dan bau saat masak. Kabinet maupun ruang-ruang penyimpanannya pun semuanya didominasi dengan warna hitam. Drake seolah-olah tengah menunjukkan validasinya sebagai laki-laki dominan melalui bagaimana cara ia mendekor apartemennya. Pakin tidak bisa menyembunyikan pujian kepada Drake apabila itu berurusan dengan kesempurnana. Apartemen dia yang di daerah Kuningan tempat Pakin dulu menumpang pun tidak jauh dari bau-bau detail dan kerapian.

Drake menawari wine. Pakin melihat botol menggiurkan itu dengan ragu. Lehernya yang jenjang terlihat begitu pas di cengkeraman Drake. Bahunya melengkung sempurna, dan menyatu langsung dengan body-nya yang begitu aduhai. Saat membuka penutupnya, suara pop yang khas terdengar begitu merdu. Drake mengambil dua gelas berkaki dari kabinet, lantas menuangkan wine ke sana. Cairan burgundy tersebut langsung bertengkar dengan papan gelas. Berkelok-kelok membentuk riak kecil sebelum tergenang tenang dengan angkuh. Pakin mereguk ludah. Drake mengangkat kaki gelas, menggoyangkannya sehingga permukaan air kembali berombak sebelum ia baui dengan mata tertutup, lalu menyesapnya perlahan-lahan sambil membuka mata. Ia tersenyum, dan menyuruh Pakin meminum bagiannya.

Edan, sih, ini. Satu tahun utuh ia tidak menyentuh alkohol, rasanya membuat kepala sekarat. Walaupun terapi yang dia ikuti tidak lagi membikin kecanduan, rindu terhadap minuman keras itu kadang mampir juga di kepala. Pakin menggigit bibir; menimbang. Segelas saja tidak menjadi perkara, bukan? Tangannya terulur, dan ia merasakan kehangatan tidak bisa didefinisikan saat gelas kaca itu tergenggam pas di lekukan tangannya. Pakin mengguncang gelas tersebut, dan matanya berkilat takjub melihat wine terbuncang tidak tenang. Saat ia mendekatkan gelas ke moncong hidung, hatinya meleleh dalam sebuah pesta pora. Aroma anggur tercium kuat, beradu dengan wangi kayu dan pala, ada bau daun basah yang mengingatkan Pakin pada embun di atas talas, yang berkelindan dengan bau tanah liat, lalu semuanya dikawinkan dengan segarnya aroma jeruk yang lembut serta manisnya gula cokelat. Ya, Tuhan, ini jelaslah sebuah temu kangen yang begitu mengharu biru.

Pakin menyesapnya, dan euforia itu meledak sebagaimana kembang api tujuh belasan. Lidahnya tergugu dalam nelangsa paling indah saat manis anggur dan asamnya jeruk tercecap. Diikuti rasa manis dan pahit seperti teh hitam yang lumer di dalam mulut, dan ketika cairan itu masuk ke kerongkongan, meninggalkan jejak logam di pucuk lidahnya. Senyumnya terkembang lebar setelah itu.

"Enak banget asli," pujinya tulus.

Drake menaikkan kedua alis sebagai bentuk kebanggaan. Dari dalam oven, ia mengeluarkan kalkun panggang dan mengajak Pakin sarapan.

"Gue tahu lo belum sarapan." Ia membawa makanan mereka ke tempat makan, dan mengambilkan porsi sarapan di atas piring buat Pakin.

Pakin menurut. Menggigit kalkun tersebut dan mendesis nikmat saat manisnya madu yang kawin dengan segala macam rempah dibumbui rasa pedas menggauli lidahnya. Setelah menelan sendokan pertamanya, ia membasuh mulut dengan wine. Demi Tuhan, kesedapan itu seperti pecah di kepala. Ia jelas akan menyajikan kalkun panggang pedas bersama segelas wine untuk sarapan di kemudian hari kendati Neo pasti melarangnya mentah-mentah mengonsumsi alkohol.

"Lo dapat resep dari mana mencampurkan wine dengan kalkun panggang? Enak banget, anjing!"

"Gue tahu lo pasti suka."

"Cuma orang sinting kayaknya yang nggak suka." Pakin melanjutkan sarapannya. "Ini lo masak sendiri?" Drake mengangguk jumawa, dan Pakin tidak bisa untuk tidak memutar bola mata. "Nggak nyangka gue orang seperti lo mampu merepotkan diri memasak kalkun panggang. Pasti ribet banget bumbunya."

"Karena lo tamunya, sih, makanya gue mau ribet menyajikan ini." Dia menggigit potongan dada kalkun, lalu kembali berujar, "Lagian sejak pindah ke Jakut gue udah mulai masak, sih, Kin. Selain karena jelas itu skill dasar yang harus gue kuasai, gue ingin lebih hemat aja. Inflasi, Bro." Pakin merespons dengan tawa. "Itulah kenapa gue mendekor dapur gue senyaman ini biar gue nggak malas masak. Kebetulan aja isi kulkas kosong karena gue belum sempat belanja. Ini juga rempah-rempah gue beli yang instanan aja karena nggak cukup waktunya kalau harus meracik satu per satu. Lo dadakan banget ngabarin mau ke sini."

"Seharusnya gue membuat janji seminggu sebelum datang dulu, kali, ya, biar gue bisa melihat lo masak dari awal sampai akhir. Memandang bokong lo saat lo disibukkan dengan pisau dan spatula apalagi memakai celemek pasti indah banget. Aroma akar wangi dari tubuh lo yang bercampur dengan jahe dan bawang bombay jelas lebih harum dari wangi sabun."

"Oh, jelas. Lo nggak mungkin bisa menolak pesona pria seksi saat masak. Gue udah bisa menguasai beberapa menu makanan sejauh ini walaupun kebanyakan western." Kembali Drake menggelontorkan pahitnya wine ke dalam mulut. "Dan melihat bagaimana lo begitu memuja wine, lo pasti akan jatuh cinta pada gue saat gue buatkan boeuf bourguignon. Juicynya daging sapi yang dimasak menggunakan anggur merah, bawang, jamur, dan rempah-rempah nggak akan bisa membelokkan hati lo pada siapa pun. Termasuk Neo. Pegang ucapan gue."

Pakin mengangguk-angguk kecil sambil mengangkat kedua bahu. "Pria tampan, mapan, memiliki hunian mewah, pintar masak, coba katakan ke gue, berapa banyak cowok yang lo entot di tempat gue duduk?"

"Astaga, Kin, pikiran lo cabul banget."

"Gue yang akan terkejut kalau lo nggak pernah ngebungkus cowok."

"Tapi nggak di tempat lo duduk juga. Palingan di atas meja ini. Menelanjangi mereka dan menumpahkan opus one ke tubuh-tubuh bugil itu nikmat banget, sih, seriusan. Apalagi kalau gue tambahin selai kacang di anus mereka, wah gue sih bisa sampai pagi ketemu pagi mentokin cowok-cowok itu."

"Bangsat banget lo, ngentot."

"Lo yang mulai?"

"Tapi nggak TMI juga, ya, anjeng. Lagian cuma ngentot saja pakai opus one. Sayang banget. Mending buat gue wine-nya. Dasar orang kaya nggak tahu diri!"

"Lo ngomong kayak gitu setahun lalu saat masih jadi lontenya Force, sih, gue akan prihatin pada lo, ya, Babi. Lo ngomong kayak gini di saat dah jadi pangeran Belgia rasa-rasanya bahkan apartemen gue ini nggak lebih dari sebuah gubuk buat lo. Nggak usah sok-sokan bawa kartu miskin lo, Kin. Lo udah nggak miskin lagi yang butuh gue tumpangi kayak pemulung. Punya temen satu aja, merendah banget untuk meroket. Mau banget lo gue puja-puja? Telanjang dulu baru boleh dapat pujian."

Pakin tergelak kencang karenanya. Ia menggeleng tidak kuat. Drake dan mulut cabulnya yang tidak pernah ada rem adalah hal yang ia kangeni dalam diri pemuda itu. Ingin rasanya ia mengajak pria ini nongkrong menghabiskan malam setelah hari melelahkan di kampus sambil menunggu Neo pulang kerja, tapi kemudian ia teringat tujuannya ke sini. Ia harus menuntaskan sesuatu sebelum menjalankan rencana-rencana lain. Kalau bisa hari ini juga dia merampungkan segala perkara, supaya ia tidak terlalu lama meninggalkan Neo dan bokapnya. Sudah terhitung hampir dua puluh jam dia mematikan sambungan telepon. Dia pun melarang keras Gemini membuka obrolan tentang pertemuan mereka. Pakin sangat mampu membayangkan kekacauan yang dia timbulkan berimbas pada kekasih dan ayah tunggalnya. Pakin bukannya sengaja atau apa, ia hanya ingin menyelesaikan masalahnya, dan menghadapi ketakutan-ketakutannya. Itu saja. Jika ada Neo maupun Andrew, jangankan menuntaskan problematikanya satu per satu, pergi hanya untuk menemui Force pun akan mendapat tentangan.

"Jadi gimana kerjaan lo? Nggak nyangka banget lo baru lulus kuliah dah jadi SPV aja di apartemen. Lancar banget rejeki lo."

"Bokap gue pemegang saham di sana, Kin. Bukan perkara besar buat dia memasukkan anaknya kerja di sana. Gue juga males banget untuk terjun ke dunia politik walaupun Nyokap ketua DPRD Kota Bogor. Jadilah menggunakan nepotisme jalan satu-satunya buat gue yang malas nyari kerjaan sendiri. Memaksimalkan privilese yang ada, lah. Lagian lo ngomong kayak gitu seakan-akan lo kesusahan banget nyari kerjaan dari satu kantor ke kantor lain. Bokap lo noh showroom mobilnya di berbagai negara. Lo tinggal ongkang-ongkang kaki, dan semua kekayaan masuk ke kantong lo setiap harinya."

Tawa Pakin benar-benar pecah. Ia menandaskan wine dan mulai mengisi gelas kosongnya dengan cairan burgundy tersebut kali ketiga. Reaksi alkohol itu sudah mulai merayapi tubuh. Gairah panasnya merambat perlahan-lahan dari tungkai kaki. Kepalanya perlahan seolah kelebihan bobot, dan tubuhnya terasa agak ringan.

"Itu bukan punya gue. Walaupun mereka mengakui kepangeranan gue, gue nggak merasa pantas menerima semuanya hanya karena Andrew ayah biologis gue. Kami sudah berpisah 22 tahun, Drake. Kalau itu lo, apakah lo nggak merasa sungkan menggunakan harta orang tua lo? Andrew memang anak tunggal, dan nggak memiliki keturunan lain selain gue, tapi saudara-saudaranya dari Ratu banyak dan bakal mengecap gue sebagai manusia nggak tahu diri yang bisanya memanfaatkan keadaan di saat gue dan Oma sedang dalam kemiskinan paling hina kalau gue ngelunjak."

"Kin...." Drake berdeham, menunjukkan wajah serius. "Gue tahu lo mengalami masa-masa sulit dalam hidup lo. Apalagi saat mendengar bagaimana lo menceritakan masa lalu lo dan Bunda di pentas monolog, gue paham banget hidup lo nggak semudah itu. Tapi lo nggak perlu menghukum diri lo seperti ini terus, Kin. Lo berhak mendapatkan kebaikan. Dengan atau tanpa perpisahan, itu sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai orang yang membuat lo hadir di dunia ini."

"Gue hanya merasa nggak layak mendapatkan semuanya, Drake. Lo lihat gue, nggak, sih? Gue membuang ibu gue belasan tahun di rumah sakit jiwa di saat gue merasakan hidup jauh lebih baik daripada di Tangerang. Gue makan masakan enak Oma di saat ibu gue terkurung di bangsal jiwa dengan menu seadanya. Gue tidur enak di atas kasur empuk, sementara ibu gue mendekam dalam gelapnya malam seorang diri. Lebih-lebih dari itu, bukannya menjatuhkan cinta buat Bunda, gue justru menyuruhnya mati. Pasien dengan gangguan skizofrenia kronis yang mengalami delusi dan halusinasi parah, disuruh mati sama anaknya sendiri, bagaimana bisa bertahan kecuali menuruti suara-suara di kepalanya?" Pakin menyambar botol wine itu gusar, lantas menenggaknya dengan tegukan besar. Kepalanya seketika pengar. Hidungnya pedih bukan kepalang. Rasa pahit sekonyong-konyong mendominasi indra perasa. Sial! Ia kesulitan mengontrol reaksi tubuh sejak kunjungannya ke apartemen Force. "Gue itu sampah, Drake. Pembunuh. Nggak seharusnya mereka mengakui kepangeranan gue, sebab nggak ada sejarahnya pangeran kerajaan membunuh ibu kandungnya sendiri."

Drake menatap Pakin dalam. "Lo tadi ke sini berangkat dari mana? Dari apartemen Neo atau kampus?" Ia berdiri dan berjalan menghampiri Pakin. Direnggutnya janggut agar kepala bocah berambut keriting tersebut menengadah. "Lo nggak tidur? Ada lingkar hitam di mata lo." Ia kemudian menyelidik. "Lo nggak melewatkan jadwal minum obat lo, kan, Kin?" Saat Pakin tidak menjawab, dan alih-alih kembali mereguk anggur merahnya, Drake merampas botol itu dari dekapan Pakin. "Neo nggak tahu lo ke sini?"

Pakin terdiam. Matanya berotasi tiga kali sebelum tertawa lantas cegukan kecil.

"Gue telepon Neo sekarang. Lo jelas dalam keadaan nggak baik-baik saja."

"Lo... apa yang membuat lo menjebak Neo agar ngentot bersama Luna di saat dia mabuk parah di Petra?" salak Pakin seperti anjing. Mencoba merebut botol dari tangan Drake, tapi pemuda itu menjauhkannya dari jangkauan. "Lo bahkan nggak mengenal Neo sebelum kalian bertemu di Petra. Kalau lo memang tertarik dengan Luna sebab Luna memberikan semua privilise kepada lo, seharusnya lo menghabiskan malam itu dengan mengotori perempuan keparat itu sampai mampus. Bukannya menjebak Neo yang nggak berdaya."

Drake membeku. Sedikit tersentak dengan uraian-uraian yang ditembakkan Pakin. Ia sama sekali tidak mengira bahwa Pakin mampu mengendus zona hitamnya setelah sekian lama ia tutup rapat-rapat setelah hubungan edannya dengan Luna dan Neo berantakan.

"Lo tahu, nggak, sih, seharusnya gue kasih lo penghormatan setinggi langit di antara jajaran para tamu agung dalam pertunjukan monolog gue tahun lalu?" Ia menutuk-nutuk pelipis dengan keras berulang-ulang sampai kepalanya hampir bergetar karenanya, lantas tertawa lebar. "Di sini seharusnya gue menusukkan belati itu berkali-kali. Otak ini bukan tempatnya Neo, karena Neo gue yang paling gue sayang dan cintai hanyalah korban dari manusia-manusia keparat seperti kalian." Ia menggonggong serupa anjing. Seluruh kendali tubuhnya hilang sudah. Dan Pakin lama yang dibunuh oleh obat, terapi para profesional, dukungan dari lingkungan hangat, lahir dalam wujud jabang penuh benci dan dendam. "Berkat lo gue hancur, Drake. Berkat lo gue sekarat! Dan bagaimana gue bisa diam saja ketika hidup gue dibuat berantakan justru oleh orang-orang terdekat gue?"

Pakin mendorong tubuh Drake dengan keras, membuat pemuda itu menabrak kursi makan dan menimbulkan suara gaduh. Pakin menyambar botol wine dari tangannya, lantas menghantamkannya dengan kencang di tepi meja. Belingnya pecah seketika. Serpihannya bertempiar di atas lantai tempat ia berpijak sehingga membuat telapak kakinya robek karena mereka. Cairan burgundy di dalamnya langsung muncrat. Warna merah gelapnya menciprati tubuh Pakin, membasahi kaus, menetes di lengan, wajah, sampai kaki. Lantas ia acungkan pecahan beling ke arah Drake dengan tangan bergetar akibat pengaruh kuat alkohol.

Di hadapannya, Drake mengadang tatapan Pakin tanpa rasa takut. Matanya nyalang beradu pandang dengan cokelat mata Pakin yang berguncang.

"Setahun ini mati-matian gue menahan emosi sejak Neo menjelaskan semuanya, tapi ketika gue tahu bahwa Force mem-back up semua aksi gila Luna dan membuat semua cerpen gue ditolak para penerbit, gue nggak terima, Drake! Gue nggak suka!" Ia mendengus, tertawa kencang, tangannya bergetar mengacungkan pecahan botol wine ke arah Drake. "Kalian menganggap gue manusia, nggak, sih, yang apabila kalian remukkan gue bisa memiliki emosi untuk melawan? Ngentot! Gue bisa balas dendam, ya, Anjing! Kalau gue saja bisa membunuh Bunda, baik lo maupun Luna bukanlah masalah besar buat gue, Drake. Persetan dengan penjara, gue menginginkan keadilan buat gue dan Bunda."

Drake menelan ludah. Dalam diam dia mencoba merogoh saku untuk mengeluarkan ponsel dari dalam sana. Ia jelas harus menghubungi Neo sebab kondisi Pakin yang seiring waktu semakin memburuk.

"Kalau Luna mampu menyembunyikan rapat-rapat bahwa Force adalah dalang di balik semua kegilaan ini, bukan nggak mungkin lo nggak tahu tentang hal ini. Kenapa bisa begitu? Gue kasih observasi gue dan robek lidah gue apabila apa yang gue sampaikan salah." Pakin berdeham, mencoba menegakkan tubuh lebih proper, sedikit berpikir, seperti tengah mengeruk memori dari salah satu silabus otaknya. "Gue kenal Luna sebelum Neo datang dalam hubungan kami. Sebenarnya gue nggak peduli dia mau mendekati Luna seperti apa, karena gue yakin eksistensi lo nggak akan membiarkan Neo bisa mencuri gadis gue. Tapi ketika lo cuti satu semester dan memutuskan semua pintu komunikasi baik dengan Neo maupun dengan seluruh teman lo, cowok keparat itu mengusik kehadiran Luna di hidup gue. Dan jujur, gue kewalahan memblokade jalannya." Pakin menirukan gaya bicara Drake sewaktu menyadur kalimat kawannya di Petra kala itu.

Tidak dimungkiri Drake terkejut bukan kepalang. Saat itu Pakin mabuk akibat berbotol-botol vodka yang ia tenggak, dan walaupun mereka sempat hampir bersetubuh, untuk mengingat kalimat sepanjang itu dengan detail yang bahkan Drake lupa, jelas merupakan suatu kemustahilan. Tapi bagaimana bisa pemuda berambut keriting itu selancar ini memperdengarkan semua kalimatnya bahkan dengan tarikan-tarikan napas di tempat tepat?

"Yang mana mereka semua dipatahkan oleh kalimat Neo yang berkata bahwa dia lo jebak dengan Luna. Dan bahwa itu adalah malam pertama kalian bertemu. Jelas jika untuk memilih di antara kalian, gue lebih memilih memercayai Neo karena dia sudah membuktikan kelayakannya mendapatkan kepercayaan dari gue. Gue nggak mungkin, kan, memercayai lo apalagi Luna?" Pakin memijat-mijat batang leher ketika ia mulai merasa berat. Pandangan matanya melipatkan ganda, dan sialan, dia kesusahan menjaga agar tubuhnya tidak sempoyongan. Fuck agenda rehabilitasi, kadar tolerasinya kepada alkohol jadi begini payah. "Dari sini gue malihat hubungan kalimat lo dan Neo memiliki keterkaitan. Daripada hubungan di mimbar romansa, lo dan Luna jelas memiliki kontak saling menguntungkan. Romansa apa yang justru membiarkan perempuan yang dia incar dari dulu ngentot sama orang yang lo benci, huh?" Pakin berjalan mondar-mandir sambil mengayunkan botol winenya dengan senang. "Jadi begini skenarionya. Pertama, jelas kalian menjalin perkawanan. Dan untuk mendapatkan masing-masing keuntungan, lo membantu dia menjebak Neo sehingga Neo nggak bisa melawan ketika Luna menjadikannya objek untuk mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Kedua, karena Luna gagal di ajang Puteri Indonesia, daripada curhat tentang perasaannya kepada Neo yang bisa merusak citranya sebagai perempuan mandiri dan tangguh, dia alih-alih mencurahkan sakit hatinya pada lo. Dan karena lo adalah teman karib, lo menyarankan Luna untuk bergabung ke Moving to Heaven agar mendapatkan keberpihakan sehingga kariernya di dunia entertainment lancar."

Drake bangkit dari posisinya menabrak kursi tadi, berdiri mematung mengadang Pakin. Keinginannya untuk menghubungi Neo hilang sudah sebab penuturan Pakin yang serampangan akibat pengaruh alkohol tidak meleset barang satu pun. Itu adalah cerita mereka berdua, yang Neo saja tidak tahu menahu tentangnya. Kisah kelam itu sukses mereka kunci di bilik kotak pandora sampai malam Pakin melakukan percobaan bunuh diri dan mengacaukan segalanya.

"Tapi kemudian gue balik lagi setelah enam bulan menghilang, dan entah apa yang terjadi di antara lo dan Luna, alur kinerja kalian berubah. Lo menyarankan kepada Luna untuk mendapatkan keberpihakan dari Force lagi. Kali ini kalian meminta mencegah semua naskah cerpen gue gagal diterbitkan agar membuat gue menderita dalam keputusasaan. Lalu ketika semuanya berjalan dengan lancar, lagi-lagi gue nggak tahu apa itu penyebabnya, lo menghampiri gue di Petra malam itu dan memberikan semua kebohongan yang gue kunyah mentah-mentah. Yang mana, menurut gue itu adalah aksi nekat yang lo ambil sebab Luna nggak mengabulkan keinginan lo sebagai imbalan atas semua jasa lo menolongnya." Pakin tertawa sewaktu melihat bibir Drake memucat mendengar setiap kalimatnya. "Jadi bagaimana Sattabut Laedeke? Apakah Mark Pakin harus mengeluarkan lidahnya agar bisa lo robek sebagai hukuman dari kesalahan analisis gue?"

"Seharusnya gue mengindahkan kalimat orang-orang yang mengatakan bahwa ingatan lo setajam itu sewaktu mabuk, sehingga gue bisa menghindari bertemu dengan lo saat lo kobam."

Pakin mengeluarkan bungkus rokoknya dan berusaha menyalakannya menggunakan satu tangan sebab tangan satunya penuh banget. Detik setelah itu, tidak memedulikan keberadaan ac central di apartemen ini, ia merokok begitu saja.

"Jadi apa yang lo tawarkan sampai lo tunduk di depan perempuan itu?"

"Hati lo dan tubuhnya."

"Bagaimana?"

"Sejak gue dan Nanon melihat lo di RSJ dr. H. Marzoeki Mahdi, gue tahu bahwa gue memiliki rasa pada lo. Ibu gue dan Nanon menjadi perawat di sana sebelum ibu gue terjun ke dunia politik. Awalnya gue sering mendapati lo mengunjungi ibu lo hampir setiap hari. Gue suka bagaimana lo berinteraksi dengan ibu lo. Lo akan menceritakan banyak hal, dan ibu lo akan mengajak diskusi. Kita masih sama-sama di bangku sekolah dasar pada saat itu. Lo menyuapi ibu lo dengan telaten kendati ibu lo kadang kumat mendengar entah apa di kepalanya dan tantrumnya kambuh sehingga dia akan memukuli lo. Ketika itu terjadi, gue yang ikut bekerja dengan ibu gue, akan memanggil ibu gue untuk menyelamatkan elo. Itu pula yang gue lakukan ketika lo hampir diperkosa ibu lo. Gue amati dari jauh, kemudian memanggil bantuan ketika lo dalam bahaya."

Pakin tidak tahu apakah itu karena efek rokok, alkohol, atau dua hari tanpa mengonsumsi obat penenang yang merupakan kewajiban, emosinya benar-benar selabil agar-agar. Sedih, sakit hati, senang, benci, dendam, dan bahagia berputar terus-menerus sebagaimana perputaran mesin-mesin molen. Ia memukul-mukul kepala karena suara Bunda yang ngomel dari dapur tidak berhenti sejak ia di apartemen Force. Iya, Bunda, iya, Pakin akan menyelesaikan bacaan Pakin. Bunda jangan marah-marah, dong.

Drake tertegun melihat Pakin. Dia... barusan bicara dengan Bunda? Bulu kuduk Drake meremang seketika. Selagi Pakin kelihatan bingung, ia berusaha mengeluarkan ponsel tergesa-gesa, tapi kemudian Pakin melihat aksinya. Pemuda berambut keriting tersebut lantas merampas gawai di tangan Drake dan membantingnya dengan kuat sambil tertawa kencang.

"Mau menghubungi Neo, hum? Bentar, dong. Kita selesaikan pertunjukan kita dulu baru kita undang Neo. Jangan sekarang. Nanggung banget."

Seharusnya Drake tidak pernah menantang keberanian Pakin.

"Jadi apa yang terjadi selanjutnya? Lo suka sama gue seriusan nih ceritanya?"

Bangsat! Rasa takut itu mulai mumbul di saat ia telanjur membuat Pakin tersulut. Kenapa dia pakai menawarkan wine sialan itu, sih? Ia tahu setahun ini Pakin dipuasakan dengan alkohol. Tapi kenapa justru ia tawari di saat dia di apartemennya? Pakin dalam keadaan mabuk beserta penyakit yang membersamainya jelas versi paling mengerikan yang pernah ada.

"Kalau lo bertanya kenapa pada akhirnya gue bisa satu kampus sama lo, itu karena gue bertanya kepada Oma saat mengunjungi Tante Anne, lo mau melanjutkan pendidikan di mana setelah lulus SMA? Ketika Oma menjawab GMM, gue langsung mengajak Nanon untuk mendaftar ke sana. Kebetulun pula Nanon memang membidik kampus itu sebab riwayat pertunjukan teater di GMM melebihi kampus seni lain di Jakarta."

Pakin manggut-manggut, berjalan mondar-mandir dengan kepala yang berat. Ia seperti tengah membawa beban satu ton batako di atas pundaknya.

"Dan semua cerita itu dimulai di sana. Luna mengenal gue, lo, dan Neo di acara ospek kampus. Pada akhirnya gue dan Luna menjalin perkawanan karena kami satu kelompok. Ketika berita tentang Neo yang merupakan anak anggota DPR-RI merebak, Luna meminta bantuan gue agar bisa didekatkan dengan Neo sebab dengan riwayat keluarga seperti itu, Luna kesulitan membangun pertemanan dengan orang lain selain gue. Gue setuju saja karena gue pun akhirnya bisa memiliki celah untuk dekat dengan lo. Syaratnya satu, gue bisa juga mencicipi tubuh Luna. Gue manusia biasa, Kin. Dihadapkan perempuan seranum Luna, bagaimana gue bisa menolak?"

Berengsek juga ini orang! Oh, apakah ini yang dimaksud Luna bahwa Drake adalah Tuhan sekaligus Iblis yang mampu menciptakan nasib manusia seperti di neraka untuk keuntunganya semata ketika mereka menghabiskan makan siang setelah UTS?

"Dia sepakat dengan perjanjian itu dan jadilah gue menciptakan pertemuan dengan Neo di Petra. Gue sudah mengawasinya sejak awal untuk mencari celahnya. Ketika dia mulai mabuk, barulah gue mendekat dan kami terlibat obrolan yang gue yakin nggak dia ingat sama sekali. Itulah terjadinya proses pembuatan video porno di antara mereka. Yang mana, pada akhirnya, baik gue maupun Luna memanfaatkan Neo untuk keuntungan kami semata. Luna menjadikan Neo boneka yang bisa ia bawa ke orang tua, gue memaksa Neo untuk mendekatkan gue dengan lo. Dan di hari-hari sambil menanti rencana itu berhasil, kami melakukan trisam karena tubuh Luna enak banget, gue nggak bohong. Dan mungkin karena itu pertama kali Neo melakukan seks anal, dia terkejut juga bisa menyukai sensasinya. Persetubuhan kami sama sekali nggak didasarkan pada rasa selain hanya nafsu semata. Tapi ketika lo balik lagi ke GMM, ternyata Neo main meninggalkan Luna begitu saja. Dia cuek, bahkan beberapa kali nggak memberinya kabar ketika sedang bersama lo, yang membuat Luna meminta bantuan lagi ke gue."

Keparat! Bisa-bisanya mereka melakukan itu pada Neo-nya yang begitu dia sayangi. Mati-matian dia menjaga Neo, bahkan mematuhi semua batas perkawanan, tapi kedua sahabat itu merusaknya hanya dalam satu malam. Betapa kemanusiaan merupakan hal rendahan di sini yang tidak dihargai oleh bandit-bandit sialan seperti mereka. Pakin semakin kuat mengisap asap rokok, yang ia embuskan lamat-lamat. Sebuah skenario untuk memberikan ganjaran setimpal kepada Luna sudah tersusun matang di kepala. Dan Pakin bersumpah, bahkan jika Luna menyembah telapak kakinya, ia tidak akan menjatuhkan maaf itu.

"Kali ini gue menyarankan keberpihakan itu untuk mematahkan hidup lo dengan membuat lo merasa rendah diri sehingga lo merasa nggak memiliki pencapaian apa-apa dibanding Luna. Luna menyukai gagasan gue, dan dia mengikutinya. Betapa ia senang bukan kepalang ketika dia mendengar lo frustrasi ketika cerpen-cerpen lo ditolak oleh koran-koran. Hari-hari menghancurkan lo adalah hari-hari kemenangan dia, sekaligus seharusnya menjadi hari-hari di mana gue bisa masuk untuk melindungi lo. Tapi keparat Neo melarang gue mentah-mentah setiap gue dan dia nggak lagi bersama Luna. Dia selalu menjanjikan hari lain, hari lain, dan hari lain agar kita bisa didekatkan."

Ou... mendengar bagaimana Neo melindunginya dari predator seperti Drake di saat dia diperdaya, membuat perasaan sayang kepada Neo kian membengkak. Ia tiba-tiba merasakan rindu memenuhi kantung hatinya. Setelah dia menyelesaikan semua perkara ini, dia berjanji akan mengunjungi seksolog. Ia sangat ingin bercinta sama Neo dari pagi menjelang pagi lagi. Ia ingin menciumi ketelanjangan Neo di setiap sudutnya tanpa terkecuali. Neo berhak mendapatkan itu semua sebab ia anak yang baik. Anak baik yang melakukan segala cara dalam keterbatasannya untuk melindungi dia.

"Sampai suatu saat, hal nggak diinginkan terjadi. Sama sekali nggak ada yang menyangka bahwa lo mengikuti pentas teater dan aksi lo dalam memprotes GMM luar biasa hebat. Gue sampai nggak bisa berkata apa-apa selain mengagumi lo dalam pemujaan paling sinting. Gue bahkan sudah memberikan buket mawar buat menghargai kepiawaian lo, tapi lagi-lagi Luna curhat ke gue bahwa dia nggak suka melihat bagaimana lo mendapatkan spotlight. Hal itu bisa menimbulkan kepercayaan diri lo agar bisa bersanding dengan Neo meningkat lagi, di mana jika hal itu terjadi, kans buat gue mendekati lo akan semakin jauh dari panggang. Makanya gue setuju-setuju saja saat dia meminta keberpihakan kepada Force agar bisa menunggangi para simpatisan kampus yang sebenarnya nggak seberapa dan menjadikannya ujaran kebencian yang bertahan beberapa minggu. Apalagi ketika Luna mendengar lo mendapatkan undangan dari Indonesia Bertutur, gelombang bullying itu makin nggak terkontrol sampai membuat lo pada akhirnya berada di titik paling rendah yang melepas semua kesempatan untuk mengembangkan potensi lo."

"Bangsat!" Pakin mendesis keji, mengadang Drake dengan tatapan paling tidak bisa diterjemahkan. Tangannya yang megang botol wine mencengkeram erat benda beling tersebut sampai urat-uratnya menonjol di permukaan kulit. Mata cokelat kue pannya bergetar hebat saking tidak habis pikirnya dia mendengar semua kekejian itu hanya untuk melumpuhkannya seorang.

"Tapi setelah semua rencana Luna berhasil, Neo masih belum mau mengenalkan kita, gue marah besar. Gue keluar dari hubungan trisam keparat itu, memutus hubungan dengan Luna, dan gue memulai cara gue sendiri untuk mendekati lo. Saat itu gue sudah ngak bisa memeras Neo untuk kepentingan gue sebab hasil keberpihakan Force di kariernya membuat Luna memiliki kepercayaan setinggi langit yang melumpuhkan semua aksi gue. Gue kecewa bukan main sama dia, dan memutuskan untuk memulai langkah pertama. Itu adalah hari pertama kita bertemu di Petra. Provokasi yang gue lakukan kepada lo ternyata ampuh untuk mengikis kepercayaan lo pada Neo sehingga lo sampai bertengkar hebat dengannya dan ngentot dengan Ohm. Yang mana itu adalah hulu dari semua keobsesian Luna memasukkan lo dalam hubungan trisam dengan Neo."

"Jelaskan kenapa sampai bisa begitu?"

"Lo pasti tahu betapa Neo memiliki kecemburuan hebat pada Ohm. Lo tahu, kan, alasannya? Di antara semua laki-laki yang mengenal lo, hanya dialah yang bisa memperlakukan lo sebaik Neo, bahkan untuk beberapa waktu, cara dia nge-treat lo bisa diibaratkan pengabdian seorang kekasih kepada tuannya. Dan Neo nggak suka dengan gagasan itu. Kecemburuannya berimbas pada hubungannya dengan Luna. Dia kembali cuek, kembali apatis, bahkan mengabaikan pesan-pesan dari Luna. Sebenarnya Luna bisa mengatasi itu semua. Yang menjadi ancamannya adalah, kepercayaan lo kembali meningkat setelah lo melakukan persetubuhan dengan Ohm. Gue nggak tahu apa yang Ohm lakukan pada lo, tapi sekeluar lo dari kos-kosan Ohm setelah subuh panas kalian, lo balik menjadi Pakin yang percaya diri bahkan nggak memiliki ketakutan kehilangan Neo."

"Jadi yang Luna takuti bukan diri gue? Melainkan kepercayaan diri gue?"

"Iya, Kin, lo harus tahu betapa hebatnya Mark Pakin ketika dia menjadi diri dirinya sendiri yang nggak takut pada apa pun. Sebab sewaktu lo berada di titik puncak kepercayaan diri, lo terlalu indah untuk dinafikan, Kin. Nggak ada yang nggak bersujud di bawah telapak kaki lo apabila lo menghilangkan semua ketakutan dan kecemasan lo. Lo cerdas, lo bersahabat, dengan siapa pun lo bisa berbaur, pentas panggung lo sempurna, tulisan cerpen lo juara kelas, dan otak lo, Kin, pandangan lo, vision lo, mereka adalah sebenar-benarnya ciptaan Tuhan tanpa cela yang dimiliki seorang Mark Pakin. Lo pintar, tapi dengan kepintaran itu, lo nggak merendahkan orang, bahkan merangkul mereka untuk mampu duduk dalam satu bangku yang sama dengan lo. Luna nggak memiliki itu semua, Kin. Makanya dia mencari cara agar dia bisa membuat lo terpuruk dalam kubangan rendah diri. Itulah tujuan dia memasukkan lo dalam hubungannya dengan Neo. Sebab dengan begitu, lo akan melihat betapa nggak berdayanya lo jika dibandingkan dengan Luna. Perasaan rendah diri itu akan mendegradasi posisi lo ke dalam seburuk-buruknya tempat, yang membuat energi Luna melambung tinggi karenanya."

"Tapi Neo menarik ulur gue untuk masuk ke hubungan mereka. Di Arjuno dia memaksa gue masuk, tapi sewaktu dia di rumah sakit, dia menolak gue mentah-mentah."

"Karena itulah strategi yang dimiliki Luna, Kin; mempermainkan pikiran lo. Penolakan dan penerimaan itu akan menimbulkan kebimbangan dalam kepala lo. Dan apabila itu terjadi, rasa penasaran yang diakibatkannya semakin kuat. Akan beda caranya jika proposal itu mereka ajukan dengan gelombang yang sama. Dinamika keresahan yang ditimbulkan ke dalam otak lo nggak akan melonjak-lonjak. Mereka akan datar dan pada akhirnya menumpulkan ketertarikan itu sendiri. Seperti kata gue, Luna perempuan cerdas. Dia memiliki cara melumpuhkan lawan tanpa membuat pertikaian berarti di khalayak. Sebab ketika mental musuh sudah takluk, peperangan itu sudah berakhir."

Batang rokok pertama Pakin habis. Ia berjalan ke arah wine cellar untuk mengambil wine lain dari sana. Drake sama sekali tidak bisa mencegah sebab Pakin di hadapannya adalah Pakin yang sama sekali tidak ia kenal. Keberanian memeluk tungkai kakinya. Yang apabila ia salah pergerakan, Pakin tidak akan berpikir dua kali untuk melakukan hal gila. Jadi yang bisa dia lakukan adalah menjadi penonton ketika Pakin meneguk beringas alkohol tersebut. Ia tidak peduli apakah Neo akan menghajarnya habis-habisan karena telah membuat Pakin kelepasan seperti sekarang. Masalahnya, manusia di puncak keberanian adalah sebenar-benarnya penjahat di muka bumi. Mereka akan kehilangan rem-rem berupa rasa takut, gelisah, dan ragu. Itulah yang ia lihat pada Pakin siang ini. Itu pula yang ia lihat di malam puncak perayaan Hari Teater.

"Lo tahu, nggak, Drake, hal lucu apa yang gue tangkap dari cerita lo barusan?" tanyanya sambil tertawa kecil. Ia menggoyang-goyangkan tubuh seirama dengan suara musik yang bermain di dalam kepalanya. Bunda terlihat sangat cantik dengan gaun dinas berwarna kuning blewah yang selembut sutra. Ia mengulurkan tangan, lalu berdansa bersama Bunda. Lagu Take Me To Church bertalu-talu, dan Bunda tertawa riang siang itu. Indah sekali. Cantik banget. Pakin suka.

Tidak dimungkiri, Drake ketakutan bukan main melihatnya seperti itu. Selain takut karena Pakin kembali menjadi sosok mengerikan di malam monolognya, juga takut apabila keluarga kerajaan mengetahui usaha mereka dalam menyembuhkan Pakin satu tahun ini berujung kegagalan, maka hukuman apa yang bakal dia terima sebagai imbasnya.

"Bahwa apa yang dilakukan seorang Sattabut Laedeke selama ini tak lebih dari bentuk cintanya kepada perempuan ayu bernama Isyaluna Saarawitry. Mungkin benar lo mencintai gue saat kita bertemu di Bogor, tapi ketika gue menghilang enam bulan dan ada Luna di sana, cinta itu pun akhirnya meranggas digantikan cinta lain yang dibawa Luna. Kalau lo mencintai gue lo nggak akan mampu memiliki ide-ide gila untuk melihat kehancuran gue hanya untuk menyenangkan hati Luna, Drake. Itu bukan cinta, tapi obsesi lo kepada Luna. Lo merasakan kebahagiaan sewaktu Luna membutuhkan lo. Dan kebahagiaan itu melahirkan efek candu saat lo bisa melihat tawa Luna akibat bantuan kecil dari lo. Maka selanjutnya yang lo lakukan adalah terus mengonsumsi ekstasi ini dengan terus mengabulkan keinginan Luna. Di mana ketika Luna pada akhirnya membuang lo sebab dia sudah mendapatkan keberanian dan kemandirian dari keberpihakan Force, lo merasakan kekecewaan berat. Kecewa yang pada akhirnya membuat lo melakukan balas dendam dengan merusak hubungan mereka dengan memprovokasi gue. Nggak ada cinta yang lahir tanpa kekecewaan, Drake. Gue tahu, lo tahu hal itu."

Drake terdiam, merasa ditelanjangi dengan kondisi paling memalukan. Ia melihat Pakin dari atas sampai bawah, dan rasa-rasanya ia paham kenapa Neo begitu menyembahnya bahkan ketika ia berada di titik tidak berdaya. Ia memang mengakui kecerdasan dari seorang Mark Pakin. Tapi ia sama sekali tidak mengira bahwa ketelitian Pakin adalah senjata sadis yang mampu meremukkan tulang-tulang lawannya hanya salam satu rematan tangan. Bagaimana bisa, setelah ia pendam empat tahun utuh perasaannya kepada Luna, di mana jangankan Luna, bahkan bayangan dirinya pun tidak akan bisa mendengar bisik cintanya yang rapuh ini, Pakin mampu menangkap volume rendah rintihannya yang sekarat? Bagaimana bisa hanya dengan mendengar tanpa melihat langsung kejadiannya Pakin sanggup menemui bentuk cintanya yang berantakan dan compang-camping?

Ia memang mencintai Luna sedalam itu. Tapi semuanya sudah telanjur ketika ia baru menyadari rasa cintanya di saat Luna mendapatkan kepercayaan diri dan membuangnya begitu saja. Dia pikir apa yang selama ini ia lakukan adalah untuk mendekati Pakin, tapi ternyata keliru. Pengorbanan-pengorbanannya murni ia tujukan kepada Luna, murni untuk mendulang tawa bahagia Luna, murni melihat senyumnya terukir lebar di wajah ayunya yang bersahaja. Dan melihat betapa jauhnya ia sekarang dengan Luna, tak pelak menimbulkan kesedihan di hatinya pula.

"Lo cakep, Drake, di kampus menjadi anggota senat, nilai lo juga di atas rata-rata. Tapi kenapa lo sepecundang itu? Ketika lo menaruh rasa ke gue, bukannya mendekat lo justru mengamati gue dari jauh. Ketika lo mencintai Luna, bukannya mengejar, lo malah mendorong Luna untuk semakin dekat dengan Neo. Kenapa? Lo mengalami trust issue? Orang tua lo bertengkar saat lo masih kecil, sehingga lo takut menjalin hubungan sebab takut berujung seperti hubungan orang tua lo?"

"Bangsat!" Drake meninju Pakin, hingga pemuda itu tersungkur dan botol wine utuh dalam dekapannya tergelincir lalu kembali pecah berantakan di lantai. Pakin tidak mampu untuk tidak melebarkan tawa kemenangan. Kakinya semakin banyak terkena pecahan beling dan berdarah saat dia tertatih-tatih untuk bangkit. "Jaga omongan lo. Gue nggak selemah itu. Lo boleh mengusik kehidupan gue dan Luna, tapi jangan berharap lo bisa merusuhi ketenangan gue dengan keluarga gue."

"Bokap lo di Ancol, nih. Tapi ibu lo di Bogor. Mereka nggak cerai, kan, Drake? Dan itu nggak membuat lo semakin takut berkomimen, kan? Nggak membuat lo takut mengeluarkan ekspresi sebab jelas emosi yang dilepaskan orang tua lo hanya menciptakan contoh pada pertengkaran tanpa ujung, kan?"

Tinju itu kembali Drake layangkan berkali-kali sampai seluruh wajah Pakin babak belur. Demi Tuhan ini adalah kemenangan yang indah. Rasanya seperti wine mewah yang ditawarkan Drake. Manis dan pahit. Kedua rasa itu adalah percampuran mahaedan yang bisa diciptakan manusia di muka bumi. Sebab jika hanya manis maupun hanya pahit, tidak akan menimbulkan candu berkepanjangan selain hanya penyakit.

Pakin melawan saat kepalan tinju Drake semakin terasa meremukkan batang hidung. Sekuat tenaga ia menusukkan pecahan beling wine di genggamannya ke bahu Drake. Laki-laki di atasnya mengerang kesakitan. Pakin menggulingkan tubuh Drake, lantas menduduki perutnya. Ujung beling yang meneteskan darah itu ia ayunkan kencang tepat ke mata Drake, sebelum ia hentikan laju ayunan tangannya beberapa mili dari kornea Drake. Darah menetes dan menciprati dinding matanya. Pakin tertawa lebih keras melihat riak takut di wajah kawannya.

"Seharusnya lo nggak hanya menemani ibu lo bekerja waktu di Bogor, Drake. Tapi juga turut diobati sebab luka lama yang ditimbulkan orang tua lo pada akhirnya membuat lo menderita di kemudian hari," ucapnya sungguh-sungguh. Ia kemudian bangkit dari tubuh Drake. Di dalam kepalanya memutarkan lagi sebuah langgam menenangkan. Bunda yang cantik itu terlihat begitu khusyuk menari. "Maka untuk dua orang yang sedang jatuh cinta ini, ayo kita hancurkan sama-sama sebagai ganjaran setimpal karena telah menyakiti gue." Kali ini ada alunan keroncong di dalam musik Pakin, dan ia bergabung dengan tarian Bunda yang indah. Dia mengambil botol wine ketiga pagi ini dan kembali mereguk anggur dari moncong botol sampai cairannya meleleh di sudut-sudut bibir lalu jatuh ke bahu, lalu Pakin tertawa setelah itu. "Di mana Luna sekarang?"

"Apa yang mau lo lakukan, Kin?"

Drake mencoba bangkit, memegang bahunya yang pedih. Darah merembes di kaus hitam yang ia kenakan. Sialan! Ia tidak pernah mengira Pakin yang pernah berada di titik terendah ketika ia berikan tumpangan menjelma semenyeramkan ini. Ia memang seharusnya tidak mencari masalah dengan Pakin. Ketajaman penglihatannya benar-benar senjata yang tidak bisa dikalahkan. Bahkan Nanon yang merupakan teman karib pun tidak mampu menakar dampak yang diterima Drake Kecil akibat perseteruan orang tuanya hampir setiap hari. Bagaimana dia bisa menarik kesimpulan sejeli itu dari cerita-ceritanya yang dangkal?

Apa yang diharapkan dari seorang bocah laki-laki tidak berdaya ketika dihadapkan suara-suara maki-makian orang tuanya? Setiap hari perperangan itu pecah, diikuti dengan KDRT yang dilakukan ayahnya kepada ibunya, dan serangan ibunya yang membabi buta sebagai balasan. Dan itu semua terjadi di depan mata Drake. Semua yang dibicarakan Pakin benar. Drake kecil tumbuh menjadi pribadi pecundang yang memiliki ketakutan membangun hubungan. Sebab di kepalanya, semua hubungan akan berakhir dengan pertengkaran panjang penuh emosi dan melelahkan. Keparat! Ia benar-benar merasa tidak berdaya di hadapan Pakin.

"Gue hanya tanya di mana Luna? Kenapa defensif sekali astaga?"

"Gue nggak mau lo ngapa-ngapain Luna."

"Gue nggak akan ngapa-ngapain dia. Gue ingin ngapa-ngapain kalian berdua. Jadi, di mana perempuan indah gue saat ini? Ayo kita temui dia sebagai bentuk kejutan indah di siang hari. Gue kangen banget sama dia. Gue ingin menciumnya sampai lemas sebagai salam pembuka dari gue."

"Luna anggota Moving to Heaven, Kin. Mereka nggak akan membiarkan lo mengganggu anggotanya. Seharusnya lo tahu akan hal itu."

"Oh... apakah menurut lo gue nggak bisa melumpuhkan organisasi keparat itu? Seperti kata lo, Drake, gue sangat indah di puncak kepercayaan diri gue. Dan ini adalah seindah-indahnya balas dendam sebab gue nggak punya rasa takut sama sekali, Drake. Force, lo, Luna, ayolah, seharusnya kalian berpikir lebih banyak sebelum memutuskan untuk menghancurkan gue. Annelies Kartika Paraningrat nggak pernah melahirkan seorang pengecut. Ayo, dong, kasih tahu gue di mana Luna berada sekarang?" Pakin berjalan mendekat, mengarahkan beling wine di pelipisnya sendiri, kemudian tertawa. "Apakah harus gue tunjukkan monolog Bunda setahun lalu agar lo mau membuka mulut? Oh, kepala ini sudah milik Neo. Jadi di mana lo harus gue letakkan ya?" Ia mengarahkan beling di pergelangan tangannya yang memegang botol ketiga wine yang masih utuh. "Di urat nadi sini. Sebab memang dia jauh dari jantung, tapi begitu dekat dengan kematian. Seperti lo. Sama sekali nggak pernah gue sangka bakal ikutan menjadi tersangka, lo justru menjadi otak dari semua penderitaan gue. Lo adalah dalangnya, Drake, sementara Luna dan Force nggak lebih dari wayang-wayang nggak berguna selain tunduk apa kata dalang."

Darah menetes dari pergelangan tangan Pakin. Pemuda berambut keriting itu tertawa, sementara kengerian buru-buru menguasi kepala Drake. Ia memang tersakiti pula dengan tusukan Pakin di bahunya. Tapi melihat orang bunuh diri di hadapannya tidak pelak menimbulkan rasa takut. Apalagi jika keluarga kerajaan tahu apa yang terjadi pada Pakin hari ini, nasibnya benar-benar tinggal riwayat yang tidak perlu dikaji sebab kepecundangannya tidak pernah membekas kepada siapa pun.

"Kematian gue adalah hal yang paling gue inginkan, Drake. Dan apabila jasad gue ditemukan di sini, tunjuk diri lo sendiri sebagai pembunuh, sebab memang lo pembunuhnya, sih, selama ini. Jangan lari lagi sebagaimana lo terhadap semua bentuk cinta di hati lo. Orang tua lo mungkin menciptakan lo menjadi sepengecut ini, tapi lo memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab yang menandakan keberanian lo. Tunjukkan pada orang tua lo yang hebat itu, mereka nggak sia-sia telah melahirkan dan membesarkan lo. Kek, sia-sia banget, nggak, sih, kalau puluhan tahun mereka mendidik anak tapi yang terbentuk justru kepengecutan? Ibu lo seorang pemimpin lagi. Lo jelas produk gagal mereka."

Luka goresan itu semakin dalam. Darah yang keluar kian banyak, menetes-netes di atas lantai kayunya, menciprati kaki Pakin. Drake menelan ludah, kemudian lekas menepis tangan Pakin sehingga botol itu terbuang dan pecah. Pakin tahu bahwa acara balas dendamnya akan berujung manis sekali hari ini. Ia tertawa lebar, sama sekali tidak memedulikan luka goresnya, maupun rasa bersalah karena telah menyerang Drake.

"Jadi di mana kekasih gue, Drake?"

Drak membuang muka, berdecih, mengabaikan luka tusuk di bahunya yang terus mengeluarkan darah. "Dia di Surabaya. Ada meeting dengan klien untuk persiapan seminar di salah satu kampus negeri nanti malam."

Pakin bertepuk tangan dengan gembira. Ia sampai melonjak saking senangnya. "Pesankan tiket penerbangan ke Surabaya sekarang, Drake, untuk kita berdua."

"Lo mau apa?"

"Bukankah gue sudah bilang dari tadi? Gue ingin balas dendam sama kalian berdua. Ayolah jangan berdebat dan membuat gue marah. Gue tunggu, nih."

"Tapi ponsel gue lo banting tadi."

"Come on, Drake."

Drake menatap Pakin tajam, dan rasa benci itu benar-benar berkumpul di kepalanya secara utuh. Ia akan catat hari ini sebagai hari paling mengerikan dalam hidupnya. Dan apabila dia memiliki kemampuan di kemudian hari, dia akan membalas semua rasa sakitnya pada Pakin. Setiap rasa malu yang diberikan Pakin akibat analisisnya akan ia balikkan entah bagaimana caranya. Ia tidak ingin harga dirinya dihancurkan oleh orang yang selama ini tidak pernah masuk ke dalam perhitungannya. Lama terdiam, akhirnya Drake memutuskan mengambil laptop dari kamarnya, kemudian balik lagi ke ruang makan. Di sana, dia mulai memesan tiket penerbangan, dan menurut jadwal, tiga jam lagi mereka akan tiba di Surabaya.

Pakin berjalan menuju Drake yang tampak tengah menafakuri layar laptopnya, kemudian kembali memecahkan botol winenya sehingga membuat Drake sontak menegakkan batang leher. Rasa takut benar-benar menciprati korneanya saat Pakin memeluk dari belakang, dan mengarahkan ujung beling ke daging lehernya. Ia menggores kulit itu sehingga darah langsung menetes. Drake menegang seketika, melihat pantulan wajah mereka di layar laptop yang terlihat sangat kontras. Ia tampak begitu tidak berdaya, sementara Pakin serupa iblis dengan senyum mengerikannya.

"Sebelum ke sini tadi, gue mengirimkan lo email. Coba lo buka email dari gue."

Suara Pakin yang bergetar di belakang tulang kuping, menceluskan jantung Drake. Apalagi dengan posisi beling di permukaan lehernya, Drake tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menuruti perintah Pakin. Ia membuka surel, dan melihat sebuah lampiran dikirimkan oleh alamat email Pakin. Ia membuka pesan tersebut, dan kontan darahnya seperti diisap oleh para tentakel ketika Pakin menyuruhnya membuka video yang ia kirimkan. Sebuah klip persetubuhan antara Pakin dan Luna terlihat jelas di layar laptop.

"Tubuh cewek gue emang cantik banget, sih, asli," kata Pakin terkikik geli. "Dia mengirimkan video ini setelah gue ngentot hebat tiga jam nonstop sama dia. Cerdas sekali dia. Melumpuhkan gue di saat dia pun telah mendapatkan kepuasan dari gue. Lo pastinya paham, kan, ewean gue seenak itu?"

Drake menelan ludah dalam-dalam, memerhatikan video itu dengan cermat. Memang wajah Pakin mendapatkan banyak sorotan, tapi di beberapa kesempatan, wajah Luna terekam jelas kendati hanya beberapa detik. Bahkan ketika mereka sedang melakukan ngentot dengan gaya Pakin menggendong Luna dan secara tidak sengaja menyenggol kamera, foto Luna ketika mengikuti ajang Puteri Indonesia yang berdiri gagah di kamar terlihat begitu jelas. Betapa jika ini digunakan untuk aksi blackmail, jelas pengerjaannya dilakukan secara sembrono.

"Unggah itu di akun Twitter lo dan ketik caption skandal mantan Putri Indonesia."

"Lo gila, Kin."

"Gue udah gila dari dulu, Drake. Apakah lo baru sadar?"

"Lo paham, nggak, sih, dengan lo mengunggah video ini di internet, lo akan menimbulkan banyak masalah? Nama baik Luna akan tercoret, kariernya bisa jadi akan hancur, dan dengan keluarga yang begitu merendahkannya, mereka bisa saja memperlakukan Luna lebih keji lagi. Dan lo seorang pangeran Belgia, Kin. Apa tanggapan keluarga kerajaan dan rakyat lo apabila mengetahui lo membuat video porno ini?"

Suara tawa Pakin yang menampar kulit lehernya membuat Drake merinding.

"Itu tujuan gue, Drake. Kehancuran Luna. Gue ingin melihat dia menderita, dan menangis, dan menyesal, dan memohon ampunan gue, dan meminta diakhiri hidupnya sebab rasa malu yang dia tanggung nggak mampu dia hadapi. Indah sekali, bukan, rencana gue? Dan lo nggak usah merisaukan bagaimana citra gue di mata keluarga kerajaan. Itu menjadi urusan gue."

"Gue nggak tahu apa yang lo lakukan pada Moving to Heaven, tapi mereka jelas nggak akan membiarkan ini terjadi pada anggotanya. Mereka saling melindungi apabila ada anggota mendapatkan masalah. Lo bisa masuk ke dalam permusuhan mereka, dan mendapatkan ganjaran setimpal. Kalau mereka bisa menciptakan gelombang hebat bullying pada lo, untuk menyiksa lo secara fisik dan mental jelas bukan perkara."

"Ayolah, Drake. Moving to Heaven itu cerita lama. Lo nggak usah merisaukannya. Buruan share video ini di akun Twitter lo, Drake. Ini adalah ganjaran setimpal yang gue berikan kepada lo. Membiarkan orang yang lo cintai setengah mati menderita dari tangan lo sendiri sungguh sebuah pembalasan yang indah. Walaupun akun lo kecil, pegang omongan gue, Force akan menjadikannya trending 1 ketika kita sampai di Surabaya. Itu adalah sumpah yang Force berikan pada gue atas belas kasihan gue terhadap nasib Moving to Heaven yang berada di ujung tanduk. Wah, gue nggak sabar buru-buru melihat wajah perempuan gue ketika videonya viral. Indah banget pastinya."

Ketakutan benar-benar tidak bisa dibendung. Matanya bergetar memantulkan layar laptopnya yang benderang. Goresan beling Pakin di lehernya kian dalam, menciptakan rasa perih tidak tanggung-tanggung. Drake membuka akun Twitter. Dia hanya memiliki 200an pengikut. Dan jika benar apa kata Pakin bahwa Force akan membuatnya trending, melalui akun inilah kematian dari perempuan yang ia puja tercipta. Ia bisa melihat tangis kehancuran Luna di sini, pekik keputusasaannya yang begitu menggigilkan tulang, saat video sudah berhasil ia unggah. Sepuluh jarinya berguncang sewaktu menekan-nekan kibor untuk menulis caption sesuai arahan Pakin. Ia menutup mata sejenak, mengambil napas panjang, lalu setengah mati diadang rasa bersalah sewaktu menekan tombol posting. Layar menunjukkan proses kinerjanya beberapa detik, sebelum detik berikutnya video itu berhasil muncul di timeline akun Twitternya.

Pakin berseru histeris, tertawa lantang, kemudian menari sambil berbincang-bincang mesra dengan Bunda. Setelahnya acara puncak itu Pakin songsong dengan bungah tidak terperi. Ia mengajak Drake dan Bunda menuju rumah sakit terdekat untuk mengobati luka-luka mereka sebelum berangkat ke Surabaya. Pukul empat sore pesawat mereka take off, dan tiga jam berikutnya ia, Drake, dan Bunda telah mengikuti sebuah seminar di salah satu kampus dengan menghadirkan Luna sebagai bintang tamu. Ia terlihat begitu cantik malam ini dengan dress hitam membalut tubuh berisinya. Seorang moderator melakukan interview dan Luna menjawabnya dengan cerdas. Betapa Pakin mengaguminya seperti orang sinting. Luna adalah sebaik-baiknya pemujaan di malam kudus. Ia dan ketelanjangannya memanglah sebuah keniscahyaan, tapi ia dan kecerdasaannya adalah kesempurnaan hakiki. Dan Pakin menggilai itu di titik tak tersentuh. Ia dan obsesi terhadap keindahan jelas tidak bisa menampik aura Luna.

Lautan mahasiswa memenuhi kursi-kursi yang tersedia, dan itu memberikan suntikan endorfin di tubuh Pakin. Pakin mengajak Drake menuju divisi penyiaran. Ia meminta Drake melakukan persuasi andalannya agar bisa meminjam layar laptop sebentar untuk memberikan kejutan pada Luna. Perempuan indah, dengan pemikiran yang cerdas, sangat cocok jika diberi gimmick kejutan. Hal itu bisa mengangkat brandingnya juga branding dari merek skincare yang menjadikannya sebagai ba, sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat akan kampus. Sebuah gebrakan yang menguntungkan ketiga pihak. Maka mereka tidak mampu menolak selain memberi Drake akses.

Pakin naik ke panggung, yang sontak menarik seluruh atensi. Luna yang tidak melihatnya sejak malam pentas drama itu tidak mampu menahan ekspresi terkejut. Apalagi setelah itu ia memutuskan semua komunikasi dengan Pakin, lalu bagaimana Pakin bisa berada di sini dengan wajah bengap?

"Selamat malam semuanya, perkenalkan nama saya Mark Pakin. Saya kekasih dari perempuan indah bernama Isyaluna Saarawitry yang saat ini berada di hadapan kalian. Sebelumnya mohon maaf apabila saya mengganggu, tapi saya sudah meminta waktu sebentar kepada promotor untuk hadir di sini." Pakin berjalan menghampiri Luna, dan mengulurkan tangan untuk membuatnya berdiri.

Luna yang tidak tahu dengan semua skenario dadakan ini hanya mampu menuruti perintah Pakin sebab hampir seribu mahasiswa yang ada di sana tengah memerhatikan mereka. Pakin meremas lembut tangan Luna yang runcing. Ia pijat jari-jarinya untuk memberikan efek menenangkan, kemudian ia melemparkan sebuah senyuman tulus.

"Maafkan gue, Lun, karena perpisahan yang gue berikan ke lo terakhir kalinya mungkin cukup membuat lo terkejut. Gue juga tahu-tahu meninggalkan lo begitu saja tanpa penjelasan. Gue tahu, gue salah, Lun. Perempuan seindah lo nggak layak gue ganjar dengan silent treatment."

Riuh suara para mahasiswa yang memberi sorakan membuat Luna tersenyum kikuk. Alam bawah sadarnya mengatakan bahwa sesuatu buruk akan terjadi. Pakin adalah laki-laki paling nekat dan berani yang pernah ia kenal. Jika dia mampu memberikan pertunjukan percobaan bunuh diri di hadapan anak-anak GMM, dia juga bisa melakukan hal gila lainnya di sini. Luna hanya bisa berharap bahwa apa pun itu, Pakin tidak merusak malam berartinya.

"Yang mau gue katakan ke lo malam ini adalah... gila, Lun, lo cakep banget malam ini setelah setahun gue ninggalin lo. Pusing banget gue lihatnya."

Mahasiswa-mahasiswa itu tergelak. Obrolan serius mereka tentang kiprah perempuan sedikit terhibur dengan gimmick di atas panggung.

Pakin memegang rambut Luna. Surai lembut itu langsung tergelincir di antara jari-jarinya. "Lo tahu, nggak, sih, setahun pisah dari lo membuat gue sekarat? Gue disergap rasa bersalah yang membuat gue mempertanyakan apakah gue laki-laki yang pantas buat lo setelah gue menyakiti lo sedemikian hebatnya? Tapi gue pun terlalu pengecut untuk menghubungi lo, Lun. Gue takut apabila gue menelepon lo, gue menimbulkan rasa nggak nyaman buat lo. Gue nggak tahu struggle yang lo hadapi untuk berdamai dengan masalah kita apa. Dan gue nggak ingin merusaknya dengan keegoisan gue yang sekarat banget ingin mendengar suara lo."

Lautan pujian dari para mahasiswa terpantul, bahkan moderator di sana pun tersipu dengan penuturan Pakin. Di tempatnya, Drake benar-benar menggelengkan kepala. Kembali dibuat takjub dengan seluruh permainan epik Pakin dalam mengolah diksi. Dia benar-benar iblis terkutuk. Bahkan setelah dosa dan darah yang dia ciptakan sepanjang hari ini, dia masih bisa tersenyum dan menawarkan sebuah ketulusan palsu. Jika Drake tidak mengalami hari pelik dengan Pakin siang tadi, dia akan mengunyah semua rasa manis yang diberikan Pakin kepada Luna.

"Di malam-malam kesepian gue, nggak ada satu pun yang gue lewatkan dengan mengkaji perilaku gue selama kita bersama tiga tahun ke belakang. Apakah gue salah memuliakan lo, apakah cara gue memanjakan lo selama ini justru mendegradasi kemandirian lo? Gue tahu lo mandiri dan hebat banget menjadi perempuan, tapi gue nggak bisa mengelak akan kebutuhan gue sebagai laki-laki yang ingin memanjakan perempuannya. Gue ingin lo memanfaatkan gue sebagai pacar dengan sebaik-baiknya. Lo nggak perlu takut aksi lo akan dicap sebagai perempuan yang suka morotin pacarnya sendiri. Sebab itu akan gue gunakan sebagai tolok ukur kemampuan gue sampai sejauh mana gue bisa menafkahi lo. Jadi apabila kita menikah nanti, gue nggak akan membuat lo kekurangan walaupun pastinya akan ada cobaan dalam hubungan kita."

Pekik histeris terlempar dari mulut para mahasiswa cewek. Mereka terlihat begitu menikmati pertunjukan di atas panggung. Luna jelas perempuan paling beruntung. Ia cantik, tubuhnya indah, kiprah di dunia modellingnya meroket tajam, didapuk menjadi ba salah satu merek skicare terkenal, dan sekarang tengah diberi gempuran kata cinta dari laki-laki tampan. Profilnya jelas mampu mendulang rasa iri bagi perempuan lainnya.

"Lo nggak perlu melakukan banyak cara sebab dengan lo diam saja, cinta gue terkembang sendirinya, Lun. Lo sangat indah sehingga gue mampu bersembahyang di atas keindahan lo. Lo boleh menganggap omongan gue berlebihan. Yang perlu lo tahu, Lun, gue hanya ingin dunia tahu bahwa lo selayak-layaknya perempuan yang patut mendapatkan pemujaan. Dunia mana yang pernah lo selamatkan, Lun, sehingga ketika menciptakan lo sepertinya Tuhan tengah menjamu para malaikatnya dengan kalkun panggang pedas beserta segelas wine nikmat?"

Kengerian benar-benar menggepuk pertahanan Luna. Pakin di hadapannya tidak lebih dari monster. Kata-kata manipulatifnya jelas telah sanggup menarik seluruh atensi. Tangannya yang ada dalam genggaman Pakin berkeringat dingin. Sungguh demi apa pun ia tidak ingin hal buruk terjadi padanya. Mati-matian ia berjalan hingga sampai titik ini, jangan sampai Pakin merusaknya entah dengan apa pun yang saat ini ada di kalimatnya.

"Gue rindu banget, Lun. Rindu kebersamaan kita. Rindu malam-malam kita yang kita habiskan dengan nonton Netflix sambil makan pizza yang sudah dingin. Rindu hari-hari gue menemani lo belajar di perpus sebab lo akan ada kuis. Rindu tangan gue yang akan menahan rambut lo agar nggak menutupi mata lo ketika membaca. Rindu ride night kita yang kadang bisa keluyuran sampai ke puncak hanya karena bingung mau ngapain lagi sementara seluruh film yang sudah tayang di bioskop telah kita tonton semuanya. Rindu berjam-jam waktu kita telepon kalau gue pulang kampung, atau lo ada seminar di luar kota. Suara lo, Lun. Suara lo indah banget, merdu banget."

Jika itu bukan Luna maupun Drake, mereka pasti akan menggerus semua informasi cinta itu mentah-mentah. Kebohongan-kebohongan Pakin begitu terdengar nyata, begitu tulus, begitu sederhana, dan begitu bersahaja.

"Apalagi ketika lo mendesah sambil menyerukan nama gue seperti ini."

Sebuah potongan klip persetubuhan Luna dan Pakin terkembang di layar besar. Suara Luna yang begitu cabul minta dimentokin Pakin terdengar sangat nyata. Memang wajah Luna di sana tidak terlalu jelas, tapi ketika ia menyibakkan rambutnya, struktur muka dari samping itu adalah Isyaluna Saarawitry. Keributan terjadi seketika. Para promotor langsung mencoba menghentikan kegilaan ini. Para mahasiswa yang tidak ingin ketinggalan momen kontan memvideo layar itu.

Luna mendadak lemas, dan spontan menarik tangan dari genggaman Pakin. Tapi Pakin mencengkeramnya dengan kuat. Ia lantas tertawa.

"Gue juga kangen ketelanjangan lo seperti ini, Lun."

Sekarang Drake menampilkan potongan klip di mana wajah Luna terlihat sejelas-jelasnya. Seluruh lekuk tubuhnya terpampang. Dari payudara hingga vagina. Suara ricuh tidak bisa dibendung. Lautan kengerian berombak dari belakang hingga depan. Luna menangis sejadi-jadinya. Tawa bahagia Pakin memantul ugal-ugal. Ia berjingkrak-jingkrak menikmati kemenangan yang memeluk tubuhnya. Setahun ia menghindari Luna, akhirnya malam ini ia menjatuhkan hukuman paling setimpal yang pernah ada. Pakin tidak pernah memedulikan kehadiran Tuhan dalam hidupnya selama ini, sebab ia-lah tuhan sebenar-benarnya tuhan yang akan menggonggong jika daerah teritorialnya dikencingi lawan.

"Oh, lo udah lihat nama lo trending di Twitter belum?"

Kali ini layar menunjukkan gelombang bullyan untuk video persetubuhan Luna. Satu koma lima juta twit tentang ujaran kebencian kepada Luna, membuat video Luna trending world wide. Keberpihakan Force jelas sesuatu. Dan Pakin tidak pernah mengira bahwa Force akan memegang semua sumpahnya. Betapa wangi dari balas dendam itu tidak ada tandingannya. Ia lebih memabukkan dari aroma citrus tubuh Neo.

"Jadi gimana rasanya? Enak, kan? Ini adalah rasa yang lo ciptakan kepada gue atas semua dosa yang lo berikan. Lo pikir lo bisa lari dari gue setelah apa yang lo lakukan pada gue, Lun? Lo jelas salah mencari musuh, Lun. Lo nggak pernah tahu penderitaan yang gue lalui dari segala kesedihan ini, mampu menciptakan sosok yang nggak akan bisa lo lupakan seumur hidup. Mulai malam ini gue pastikan lo nggak akan bisa melupakan tawa gue menghantui hidup lo. Sebenarnya gue sudah mulai mengabaikan semua sakit yang lo berikan, tapi cerita yang gue dapat baik dari Force maupun dari Drake membuat gue harus menghukum lo. Pendosa kecil ini harus dikenalkan dengan yang namanaya kehancuran biar dia tahu di mana letak kebusukannya selama ini." Pakin melepas genggaman, kemudian bertepuk tangan di hadapan Luna. "Selamat atas kehancuran hidup lo. Mulai saat ini gue pastikan lo akan hidup di neraka. Gue pulang dulu untuk merayakan kemenangan mahaindah ini. Selamat malam, Perempuan Indah." Ia tertawa, meninggalkan Luna yang memekik histeris dan bersimpuh di atas panggung, lalu berjalan turun dari panggung. Saat Pakin ingin mencari Drake, Neo sudah berdiri di sana sambil menggeleng.

Pemuda jangkung itu mendekat, lalu menarik tubuh Pakin ke dalam sebuah dekapan hangat yang begitu Pakin puja.

"Sudah, ya, main-mainnya? Ayok kita beristirahat ke hotel. Lo pasti capek banget nggak tidur dari kemarin. Besok Andrew akan menjemput kita. Jadi malam ini kita menginap di Surabaya dulu. Lo udah makan? KFC mau?"

Neo semakin mengeratkan pelukan sewaktu Pakin memberontak. Tangannya menepuk-nepuk kepala Pakin dan punggungnya secara lembut. Dan Pakin menuyukai ini sebab pelukan dan tepukan kecil dari Neo mengingatkan Pakin pada Bunda. Neo tersenyum ketika kedua tangan Pakin mulai membalas pelukannya, lantas ia menjatuhi ciuman di ubun-ubunnya dengan sayang.

"Pakin gue hebat banget hari ini. Dia pasti lelah sekali karena berjalan sendirian melawan semua rasa takut saat dia tahu gue akan melindunginya. Nggak apa-apa. Nggak usah dipikirkan. Lo hebat, gue bangga banget sama lo. Pulang sama gue, ya? Kita akan main-main lagi kalau lo sudah membaik. Pakin kesayangan gue hebat banget. Dan gue bangga memiliki kekasih seperti cowok ini. Dunia beserta isinya pasti sekarang iri banget sama gue, sebab di antara semua orang, hanya gue yang berhasil mendapatkan cowok nakal ini. Gue sayang banget sama lo, Kin. Sayang banget."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro