The Case (Part 3)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

*
*
*
*
*
Dalam keadaan sadar tidak sadar, aku lagi lagi merasakan ada yang mengelus rambutku. Dia berbisik.

"Mega, serahkan bajingan sialan ini padaku," katanya. Lalu kurasakan dia mengecup keningku.

Aku melihat Ayu tengah membawa kapak besar di tangannya. Kulihat Erik berjalan mundur.

"Kau tahu Erik, aku bisa tidak peduli jika kau mengancamku atau bahkan hendak membunuhku. Tapi kau harus tahu, Mega itu milikku. Tidak ada seorangpun yang bisa memilikinya selain aku." Suara Ayu terdengar begitu mengerikan.

"Ja.. jangan macam-macam. Mundur!" teriak Erik yang merasa dirinya tersudut.

"Hahaha, sudah." Ayu mengacungkan kampaknya. "Tidurlah yang nyenyak."

"Ayu, hentikan." Masih dalam keadaan lemas aku berusaha menghentikan Ayu.

"Kenapa? Dia ini harus segera dibinasakan," kata Ayu sambil berjalan membelakangi Erik.

Ternyata Erik telah siap dengan tabung gas di tangannya dan memukul Ayu sampai tersungkur.

"Ayu?!" teriakku.

"Dia sudah mati. Sekarang giliranmu. Hehehe," kata Erik.

Dia menyeretku ke atas sebuah kursi. Mengikat kedua lengan, kaki, leher dan tubuhku. Aku tidak bisa bergerak sedikitpun.

"Nah, tenang yaa. Kepalamu akan segera kubuka. Aku ingin melihatnya secara langsung. Kelainan itu," katanya.

"Kau benar-benar ingin membedahku?" tanyaku panik.

"Tentu saja. Untuk penelitianku. Jadi, selain untuk menutup mulutmu selamanya, sekalian saja kujadikan dirimu kelinci percobaan. Lebih praktis. Hahaha"

Erik berjalan mendekat sambil mengacungkan gergaji kecil yang biasa dipakai untuk memotong tulang. Dia benar-benar akan mengupas isi tengkorak kepalaku?

"Jangan, hentikan!" teriakku ketakutan.

Tidak seperti tadi, Ayu sudah tidak akan menyelamatkanku lagi. Aku menutup mata saat gergaji sudah hampir sampai di ubun-ubunku.

Tiba-tiba terdengar suara teriakkan. Saat aku membuka mata, Ayu tengah mencincang tubuh Erik. Berkali-kali ia menghantarkan kampak itu kepada Erik. Darahnya memuncrat kemana-mana. Seketika perutku mual.

"Dia sudah mati. Sekarang kau aman."

Ayu mendekatiku, menggusur kampak yang masih berlumuran darah. Sangat mengerikan. Dia melepaskanku dari ikatan-ikatan yang sedari tadi membuatku tak bisa bergerak.

"Ayo kita pergi dari sini," ajaknya setelah mengambil kunci dari celana Erik.

Walau dia tampak begitu mengerikan, tapi... Dia menyelamatkanku. Hemmh hanya saja dia tetap pembunuh sadis.

Apa yang harus aku lakukan?

"Kau ingin membawaku ke penjara? Atau ke rumah sakit jiwa?" tanya Ayu tiba-tiba saat kami tiba di depan pintu rumah Erik.

"Ma.. Maksudmu?" tanyaku.

Apa dia tau apa yang ku pikirkan.

"Ibuku gila, aku juga sama-sama tidak normal. Lebih baik aku dimasukkan kemana?" tanyanya pelan.

"Aku tidak tahu," jawabku bingung.

"Telepon polisi, biarkan mereka yang menentukan. Dan satu lagi, si pemabuk sialan itu sudah seminggu membusuk di rumah. Lebih baik kau katakan tentang hal ini juga pada polisi," katanya.

Dia tersenyum lagi, lalu tangannya yang masih berumuran darah kembali mengusap rambutku.

"Aku tidak bisa melakukannya," kataku.

"Baiklah, kalau begitu aku beritahukan satu hal lagi. Si pemabuk yang telah membusuk di rumahku adalah yang membunuh kedua orang tuamu. Bagaimana dengan ini? Masih tidak mau melaporkanku ke polisi? Aku ini anak dari pembunuh keluargamu," tanyanya.

Berarti dia sudah tahu tentang kedua orang tuaku.

"Tak apa. Ayahmu pantas mati. Dan aku seharusnya berterima kasih padamu. Bagaimana kalau kita pulang setelah membakar mayat-mayat sialan itu? Aku lapar," kataku lagi.

Ayu tersenyum padaku lalu mengangguk setuju.

*
*
*
*
*
TAMAT

******

Cerita ini buatan temanku. Hihi.. kita sama-sama suka thriller dan riddle. Entah itu buku, film atau komik. Hihi.. entah dia dapet ide ini dari mana tapi nama castnya buat aku ngebayangin orang aslinya pas baca ini. (Karena aku kenal semua cast fi cerita ini.) 😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro