LV. | Kini

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Walau misi mereka bisa terbilang sukses karena mereka berhasil menjembatani hubungan baik antara Angia dan Kaldera, juga mereka berhasil menemukan Kitab Takhta Tak Berguna, masih banyak hal yang belum terselesaikan dan pertanyaan yang belum terjawab.

Karen yang menukarkan keahliannya dan menjadi bagian dari E8 sebagai gantinya, mereka yang memutuskan bekerja sama dengan Schwarz—D1 sebagai bagian dari rencana besar Angia dan Kitab Kejayaan Hampa, lalu mungkin akhir dunia sudah ada di hadapan mata...

Dahulu, dunianya hanya Spriggan. Hanya ada Warden, usaha keluarganya, dan hanya ada Karen dan kabin si kakek tua yang sudah tiada. Kini, ia punya tanggung jawab yang lebih besar dan teman-teman yang mengerti tentang dirinya, mereka yang ingin mencapai tujuan yang sama.

Perjalanan ini telah membuka mata Gloria terhadap beberapa kemungkinan, dan dia yakin bahwa tidak sempurna hanya ada satu solusi untuk menyelesaikan sebuah prahara. Perjalanan ini juga membuatnya semakin menyempatkan diri untuk memilah sebelum menjatuhkan pilihan.

Memang, tidak semudah itu segalanya akan menjadi jelas, namun sesuai yang Karen bilang sebelum mereka berpisah, Gloria semakin dekat menuju sebuah 'fakta'.

Sebuah kunci akan jatuh ke tangannya di saat yang tepat.

"Ada apa, Gloria?"

Mereka ada di hanggar milik Perusahaan Lysander setelah mereka mengembalikan Warden yang dipinjam untuk membantu proses pembangunan Sektor 3 yang hancur. Mereka mengikuti proses yang sama dengan Warden lainnya, mengantri untuk pemeriksaan sebelum mereka bisa turun kokpit. Seperti biasa, dia akan satu Warden bersama Lucia, sementara Muriel dan Blair di satu Warden lain.

"Aku kepikiran soal banyak hal."

Suara Blair kemudian masuk melalui interkom, "Ada apa nih, ketua? Bukan lagi tiba-tiba kangen sama seseorang, 'kan?"

"Hei, nggak begitu, ya!" mereka bertiga yang lain terbahak. "Kita bisa dibilang berhasil, dan kita cukup melaksanakan dan memastikan setelah ini ..."

"Ini fase yang cukup krusial, lho, Gloria?" Lucia mengingatkan. "Ingat pihak Kaldera bisa saja mencabut perjanjian."

"Aku tahu," Gloria bersungut. "Aku terkadang merasa kita jalan di tempat, walau aku tidak bisa membandingkan dengan skuadron lain yang kita tidak tahu sampai di tahap mana mereka sekarang."

"Bukan berarti kita tidak berusaha, Gloria," seru Muriel. "Aku paham, sih, kalau rasanya ingin mendapat hasil yang instan."

"Artinya kita juga harus terus dekat dengan Pemegang Kitab Kaldera," Lucia mengangguk-angguk. "Bagaimana, Blair, sudah siap membuka kelas alkemis?"

"Ih, kalian! Jangan goda aku terus kenapa!" tawa mereka pecah lagi. "Aku mengakui antusiasme Lianna, tapi keputusan akhir tetap akan ada padanya."

"Paham, kok, paham." Gloria mengiyakan. "Tidak disangka, ya, semuanya jadi seperti saling berkaitan ... Sylph, Salamander, juga alkimia dan sihir."

Mereka terdiam sejenak. Antrian yang masih seperti siput itu memproses lama sekali per Warden, mungkin ada yang menderita kerusakan atau butuh pengecekan lebih lanjut.

"Dulu aku selalu yakin alkimia tidak ada sangkut pautnya dengan sihir," ucap Blair. "Sepertinya sekarang, dasar alkimia yang bersumber dari tanah asal manusia pun ada campur tangan Para Peri."

"Sudah terbukti kalau Zaman Para Peri memiliki teknologi yang lebih dahsyat, walau semuanya berkurang atau bahkan punah ..." Lucia mengimbuh. "Lalu ada saja pihak yang memanfaatkan kemajuan ini untuk kerusakan atau menimba kekuatan."

Turbulensi sihir, Perang Megah Para Peri. Kelompok misi mereka terbentuk karena dua kata kunci itu. Mereka menyebarkan kesadaran bahwa bahaya akan datang, dan atas dasar demikian, mereka menjadi wakil untuk menghubungkan antarkontinen untuk mencegah hal-hal yang mengancam keberlangsungan kehidupan yang damai.

"Memang, ya, kita nggak jauh-jauh jadi seksi sibuk sekarang~" seru Blair seraya menghela napas panjang. "Kapan kita dibolehkan turun ke tanah Kaldera lama, ketua?"

"Kayaknya nunggu instruksi Madam Morgana, juga tunggu berita dari Nona Alkaid." jawab Gloria. "Mereka masih ingin membuktikan kebenaran rekam memori Falstaff yang diucapkan Lianna, katanya."

"Apa ada hal lain yang harus kita cari di tanah Kaldera lama?" tanya Lucia.

"Yah, kalau mereka menemukan peninggalan bangsa Urodela, ada baiknya mereka juga membagi pada kita." Blair mengedikkan bahu. "Sebelum kalian ngomong aku harus dekat-dekat Lianna, cukup. Andai dia memilih tidak ingin ke Angia, kita bisa tetap berdiskusi dengan mereka, kok!"

Tidak ada yang ingin mengulang sejarah ketika turbulensi sihir itu datang. Tidak ada yang ingin menyaksikan kehancuran dunia ini.

Setelah berselang kurang lebih setengah jam, mereka akhirnya bisa turun kokpit. Gloria melempar pandang ke Warden pinjamannya, tipe Oberon yang sudah biasa digunakannya. Dia mengingat Warden Titania asli yang hanya bisa digunakan oleh Fiore, dan kini Warden itu menjadi hak milik penguasa kontinen Angia.

Dua tahun telah berlalu sejak Perang Sipil Angia, tapi bagi Gloria, dan bagi mereka semua, memori tentang pertempuran itu membekas di benak mereka secara jelas dan tidak pernah pergi.

Apa yang tengah mereka lakukan, langkah demi langkah, memang sekilas terlihat sia-sia, akan tetapi mereka tidak akan berhenti sebelum ada kata selesai.

"Gloria."

Lucia menepuk kedua pundaknya, turut menatap lurus ke arah Warden itu.

"Ingat kamu tidak sendirian."

"Mm, terima kasih, Luce." tukasnya, ia menggenggam tangan Lucia di pundaknya, tangan yang penuh lecet sama seperti yang lainnya.

.

"Apa kabar mereka di Angia dan Aira, ya?" Lucia terus menggumam. "Eris mungkin sibuk dengan segala urusan Bluebeard sembari menjalankan tugas, Fiore juga pastinya bersikeras mencari cara untuk menyelesaikan masalah di hadapannya tanpa banyak pengorbanan ..."

"Oh, kamu kangen mereka juga?" Gloria nyengir.

"Tentu saja," Lucia tersenyum lembut. "Rasanya seperti baru kemarin kita masih polos dan hijau."

"Kuharap mereka semua baik-baik saja, ya,"

Gloria menutup mata sejenak, mengulang kembali janjinya untuk menunggu seseorang hingga dia bersedia untuk berbagi lagi dengannya, sama ketika dahulu mereka sekedar dua anak kecil yang bermain di sebuah kabin.

"Dan semoga kita semua bisa kembali dengan selamat."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro