VI. | Gadis Dalam Peti

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari itu adalah hari yang cukup panjang bagi mereka, terlebih mereka menemukan sesuatu yang mungkin tidak seharusnya mereka temukan. Dinding tersembunyi, ruangan aneh di Level 4 Sektor 6, lalu tulisan-tulisan di dinding, juga 'manusia' yang ada di peti tersebut ... terlalu banyak pertanyaan yang tidak memiliki jawaban.

Entah sudah berapa lama peti itu ada di sana, dan apakah 'peti' dan 'ruangan' itu fungsional sampai ketika mereka datang kesana untuk memeriksa kejanggalan itu.

Setelah 'menyelamatkan' manusia yang ada di dalam peti dingin itu—yang ternyata seorang gadis bertubuh kecil nan rapuh—Natalia membawa mereka ke sebuah klinik yang terletak di Level 1.

"Kita tidak ke permukaan saja?" tanya Lianna. Ia membungkus gadis itu dengan jas hitam miliknya dan ia membopong gadis itu sementara Rosen dan Natalia memimpin jalan. Gadis ini terlalu ringan, serasa hampir tidak berbobot.

"Kurasa kita akan terlalu mencolok, aku juga masih perlu menghubungi Bu Sekre dulu soal servis bot aneh ini," ujar Natalia. "Kalian juga tidak mau, 'kan, misal berurusan dengan pihak selain Lysander?"

Rosen meregangkan badannya, ia mendecak. "Yah, mereka mungkin akan dengan senang mencoba memereteli gadis ini, apalagi kalau kita terpaksa bilang kita menemukannya di tempat aneh."

Kemajuan Kaldera di bidang teknologi turut menimbulkan pihak-pihak yang tidak diinginkan, termasuk banyak sekali perusahaan-perusahaan dengan ambisi mereka untuk selalu memperbaharui apa yang sudah ada dan membuat gebrakan inovasi. Memang, mungkin terdengar persaingan tersebut sehat, tapi bagi para teknisi dan peneliti yang berada di lingkungan itu, mereka hanya bisa melihat efek samping yang perusahaan ini timbulkan pada Pulau Melayang dan kesenjangan kelas sosial yang makin besar.

Saat sampai di klinik yang Natalia tunjuk, Natalia dan Rosen sibuk menghubungi 'Bu Sekre', sementara Lianna menyerahkan gadis itu ke 'mantri' pemilik klinik itu, sesosok wanita dengan rambut yang sudah sempurna abu-abu kusut dan berjas putih dengan kaki dan tangan yang sudah dimodifikasi dengan mesin.

Lianna tidak pernah mempertanyakan koneksi luas Natalia di saat seperti ini, namun ia tak pelak penasaran. Natalia selalu saja punya 'orang' untuk regu mereka bertukar informasi, baik itu di permukaan, maupun di area Level.

"Bawa apaan kamu hah, Nat? Balik-balik ke kampung kok nemu yang aneh-aneh," geram si mantri yang berumur paruh baya itu. Ia membantu Lianna membawa gadis itu ke atas kasur periksa yang tertutup tirai.

Terdapat alat-alat canggih menempel di dinding, tersembunyi dari penampakan klinik yang tua dan tidak terawat.

Natalia menyahut balik dari sisi bilik yang dipinjamnya untuk menyambung komunikasi dengan kantor pusat, "Diam saja kamu, nek! Sudah bagus kukasih kerjaan!"

Lianna tertawa kering mendengar sumpah serapah mantri. Mantri mulai menggunakan sarung tangan dan masker dan segera bekerja.

Dengan cekatan, sang mantri menyambungkan beberapa kabel ke tubuh gadis rapuh itu, dan layar di dinding mulai menampilkan infografis sang pasien berupa denyut nadi, tekanan darah, dan beberapa data lain. Lianna menatap alat-alat itu dengan terkagum-kagum.

"Kamu masih muda, nak, berapa umurmu?"

Lianna tidak menyangka pertanyaan basa-basi meluncur dari sang mantri yang mulai sibuk menarik troli yang penuh perkakas. "Eh, dua puluh?"

Sang mantri mendengung, "Dan sudah jadi bagian L.A.S.T., ya, lumayan," tangannya mengambil jarum suntik dan dengan cepat ia mengambil sampel darah dari tangan kurus itu. "Gadis ini, tidak ada tanda-tanda trauma eksternal sebelumnya, kah?"

"Luka, maksud anda? Tidak ada."

Mantri itu menatap vial yang berisi darah dengan saksama, sebelum menaruhnya kembali di atas troli. Ia lalu menuju lemari besar yang ada di samping Lianna dan mengambil sebuah kantong berisi cairan tidak berwarna dan selang infus.

"Bantu aku pegang tangan gadis itu."

"Baik!"

Di bilik lain, koneksi antara Natalia dan Rosen tengah tersambung. Lianna mendengarkan sayup-sayup pembicaraan sambil berusaha tidak mengganggu kerja mantri yang terus bergumam memerhatikan kondisi gadis ini.

"Servis bot yang berperilaku aneh dan membahayakan, lalu ... kalian menemukan objek di Level 4?" suara Bu Sekre terdengar skeptis. "Menarik, sangat menarik. Tapi saya tidak bisa melakukan evaluasi kalian untuk saat ini."

"Eh? Kenapa begitu, Bu Sekre? Jadi Ibu minta kami menjaga objek itu? Lalu untuk data servis bot ini apa bisa kami kirim ke pusat?" Rosen berkata.

"Silahkan. Saya akan meminta laboratorium untuk menganalisanya secepat mungkin," jawab beliau. "Jangan lupa serahkan laporan kejadiannya malam ini, ya~"

"Tunggu, Bu Sekre-!"

Lianna menghela napas panjang, berbarengan dengan Natalia dan Rosen. Tentu saja mereka tidak akan langsung dapat kepastian dari pusat, birokrasi dan apalah itu. Ia lalu menatap gadis yang terkulai di atas kasur, memikirkan bahwa pada akhirnya mereka harus 'menjaga' dia untuk sementara.

"Lian, kamu dengar, 'kan? Sori nanti laporannya bakal jadi agak ribet," tukas Rosen. "Aku dan Natali bakal urus yang lain-lain, kamu fokus di laporan saja ya."

"Oh, kita juga harus memikirkan soal gadis itu," imbuh Natalia. "Lian, tidak apa-apa kita menaruhnya di tempatmu?"

Lianna berpikir sejenak. Sulit menemukan tempat yang seratus persen 'aman' di sana, walau paling tidak asal mereka bisa menyembunyikan asal-usul gadis ini dari khalayak lain, tidak akan ada yang curiga.

"Sepertinya tidak masalah."

"Oke, nanti kukabari ke Bu Sekre." lanjut Rosen.

"Tutup mulut ya, nek!" seru Natalia menambahkan.

Lianna tercengang mendapati sang mantri tiba-tiba menggebrak meja, "Kalian ini apa-apaan!?"

Natalia yang terkesiap segera menyibak tirai, "Apaan, sih, nek? Ada uang tutup mulutnya juga kok."

"Yang kalian bawa ini bukan manusia, tauk!"

Mereka bertiga sontak tertegun, semua saling berpandangan. Ingin rasanya menyela dan bilang kalau sang mantri bercanda, tapi kondisi ini tampak benar-benar serius.

"Bukan manusia?" Lianna ternganga. "Maksud anda? Tapi ... segalanya normal, 'kan? Saya juga tidak merasa dia ini robot, tidak ada bagian mekanik darinya."

Sang mantri berkacak pinggang, "Normal sih normal, tapi mungkin nanti bila ada pemeriksaan, pemindai manapun tidak bisa menganggap dia manusia. Komposisi darahnya sintetis, tapi bisa diganti dengan darah normal. Ia juga menerima asupan nutrisi seperti manusia normal."

"Bukan robot, tapi berdarah sintesis, lagi berfungsi layaknya manusia ..." Natalia mengernyitkan dahi. "Maksud nenek, ia mungkin salah satu dari Proyek Buatan?"

"Itu aku mana tahu," sergahnya. "Nanti setelah satu kantong cairan habis, segera bawa dia pergi. Pengendus macam Scavenger dan Underdog mungkin saja sudah mendengar kabar soal Level 4. Menjauhlah dari Sektor 6 untuk saat ini."

Penemuan yang tak terduga ini pun semakin membuat mereka semua sakit kepala.


🛠


Sekarang, waktu telah menunjukkan pukul 1940. Natalia dan Rosen sudah pergi dari markas setelah mereka bertiga menyusun taktik untuk kedepannya seraya menunggu hasil pemeriksaan dari Perusahaan Lysander.

Perusahaan Lysander mungkin tidak jauh berbeda dari kebanyakan perusahaan yang eksis di Kaldera tentang berlomba untuk inovasi, tapi mereka bertiga lebih nyaman dengan visi dan misi Lysander ketimbang dengan perusahaan lain yang berdansa di garis batas moral dan etika.

Natalia dan Rosen akan berusaha menghapus jejak mereka dari Sektor 6 dan mencoba mengumpulkan informasi mengenai anomali ini. Mereka juga tidak akan beraktivitas atau mengambil pekerjaan aktif selama beberapa hari sampai tidak ada lagi rumor soal kejadian di Level 4 bergema dimana-mana.

"Natali, Proyek Buatan itu ... apa?"

"Kamu pastinya tahu Weiss Schach, Lian?" Natalia memulai. Ekspresi Rosen menghambar. "Oi, ini bukan soal pertikaian antara Hitam dan Putih, Ros."

"Cih, kamu tahu aku paling tidak suka topik soal dua kongsi dagang itu." desisnya.

"Maafkan aku, Rosen, aku-"

"Gapapa, gapapa. Lanjut saja kalian, aku akan di tingkat dua membersihkan pistol."

Natalia dan Lianna menatap punggung Rosen yang berlalu dengan sedikit rasa bersalah. Mereka pun meneruskan pembicaraan dengan suara kecil.

'Hitam dan Putih', Weiss dan Schwarz Schach, dua kongsi dagang besar di Endia yang aktif baik di pergolakan saham maupun urusan-urusan yang cenderung ilegal. Weiss Schach memiliki pusat mereka di Kaldera, sementara Schwarz Schach di Pusara, tetapi permainan mereka di bidang teknologi dan yang berkaitan di Kaldera sudah berlangsung cukup lama dan terus menjadi sorotan umum.

"Kurang lebih yang aku tahu, Weiss Schach mengaplikasikan teknologi rahasia yang mereka punya untuk membuat manusia super," pungkas Natalia. "Tidak ada yang tahu proyek ini berhasil atau tidak, tapi kalau misalkan gadis ini adalah hasil dari proyek itu, ini bisa mengancam posisi kita."

"Seperti kata mantri, ya, semua akan berusaha mengklaim ... termasuk juga Weiss Schach sendiri," Lianna mendesah pelan. Matanya mengedar ke arah tingkat dua. "... Apa Rosen akan jengah?"

Natalia menatap ke arah yang sama, ia mengacak rambutnya gusar. "Aku yakin sih dia tidak setuju kalau gadis itu dieksploitasi, tapi kalau sudah ke ranah Hitam dan Putih ..."

Mereka berdua terdiam. Untuk saat ini, tidak ada yang mereka sempurna pastikan. Menjaga status quo ini akan menjadi perkara yang berat.

Selepas mereka berdua pergi, markas pun Lianna bersihkan sedikit dan ia mulai mengakses terminal-nya untuk mulai membuat laporan. Setiap kali para kelompok teknisi melaksanakan tugas, harus selalu ada laporan tertulis yang menggambarkan jalannya tugas dan kendala yang mereka hadapi. Laporan ini nantinya akan masuk ke dalam evaluasi kelompok sebelum akhirnya mereka diberikan penilaian. Penilaian akan berpengaruh pada tugas yang bisa mereka ambil nantinya juga bonus dari perusahaan.

Lianna menggelar sofa bed di tengah ruangan untuk gadis itu tidur. Mantri dengan baik meminjamkan penyangga dan memberikan dua kantong darah dan dua kantong cairan nutrisi lagi sebelum mereka pergi. Lianna tidak punya pakaian yang cocok untuk gadis itu, jadi ia sekedar memakaikan salah satu kemeja lama yang sudah kecil.

Pemilik rambut biru itu duduk di sisi sofa bed dan ditemani secangkir kopi, ia mulai mengerjakan laporan. Sesekali ia melirik memperhatikan kantong cairan dan kantong darah, juga si gadis yang tetap bergeming.

'Dia bukan manusia', kalimat itu terus terngiang-ngiang di benaknya. 'Dia bukan manusia tapi berfungsi layaknya manusia'.

Lianna menghentikan ketikan laporannya sejenak untuk meregangkan badan. Kopi di cangkirnya habis sehingga ia kembali ke dapur untuk mengisinya lagi.

Ia menghela napas panjang, menyesap kopi pahitnya sambil terus mengurai informasi di benaknya. Mereka nantinya mungkin akan dihadapkan pada pilihan sulit.

Lianna kembali ke arah sofa bed, matanya menangkap sebuah buku yang tadi ada di bawah meja yang kini dilipat untuk memberi ruang. Buku usang yang menjadi buku favoritnya yang akan ia baca kerap kali ia merasa jenuh. Buku itu adalah sebuah buku cerita legenda, atau berupa saduran sejarah yang dianggap tabu, nama pengarangnya bahkan sudah terhapus dan meninggalkan judul yang cukup mengejutkan.

Tanah Yang Dilupakan Tuhan.

Lianna membelai sampul buku itu, mulai membuka halaman pertama yang berisi kalimat-kalimat yang sudah melekat pada dirinya.

Ini adalah kisah tentang keserakahan dan kemurkaan; keduanya bertemu dalam wadah yang dinamakan peperangan, yang kemudian tumpah menjadi sebuah bencana.

Lianna menyempatkan diri untuk membaca beberapa halaman pembuka, ketika ada suara serupa dentum tepat di belakangnya. Ia terkesiap, segera mendorong buku itu menjauh dan ia memutar badan.

Mata ungu Lianna menginderai mata biru milik gadis berambut seputih salju yang berusaha bangun lagi terjerembap.

Gadis itu sudah terjaga.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro