XX. | Jeda dan Antara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka menghabiskan waktu berjalan-jalan di sekitaran Sektor 2 dan 3 sambil terus mengobrol, meredakan ketegangan akibat pertemuan dengan Infantry dan pertempuran itu. Natalia bersikeras untuk Rosen tidak kembali ke Sektor 4 dulu untuk sementara waktu dan akhirnya Rosen menurut, dia akan tinggal sementara di Sektor 2 di mess milik Perusahaan Lysander.

Sementara topik bergulir lebih dalam mengenai Hitam dan Putih, Lianna mencatat apa saja yang akan ia obrolkan pada Mei nanti. Mei yang sudah mengenal kebiasaan mereka dan cara mereka berlaku sudah lebih paham pola pikir mereka seharusnya, walau mereka belum memberitahukan lebih dalam soal Hitam dan Putih.

Setelah mengantar Rosen di Sektor 2, Natalia mengantar Mei dan Lianna kembali ke markas. Natalia kemudian mewanti-wanti agar mereka berdua lebih waspada dan selalu mengecek Rosen dari waktu ke waktu.

"Kamu sedang sibuk juga ya, Nat?" tanya Lianna sebelum sempat Natalia menutup jendela setelah mereka turun.

"Yah," Natalia mengedikkan bahu. "Sedang ada banyak urusan dari sang raja, mungkin beliau sudah memikirkan kalau gelagat si Putih mulai aneh."

Natalia menatap kembali Lianna, sorot matanya tajam seakan menyiratkan sesuatu. Ia lalu melirik Mei yang sedaritadi tidak banyak berkomentar dan sekedar memerhatikan mereka bertiga berbicara tanpa banyak bertanya.

"Mei?" Natalia meminta perhatiannya. "Kamu juga kalau ada apa-apa yang belum kamu mengerti, atau sesuatu yang butuh kamu tanyakan pada kami, jangan sungkan. Sekarang kamu adalah bagian kami, mau sementara atau tidak."

Mei membuka mulutnya, namun ia segera menutupnya. Mei kemudian membalas kalimat Natalia dengan sekali anggukan.

"Oke, aku balik kalau gitu. Dadah kalian."

Natalia pun tancap gas dan mobil kapsul itu melaju kencang di jalanan Sektor 3. Lianna dan Mei kemudian kembali ke markas dan sedikit meregangkan badan. Mereka cukup lama duduk di mobil dan keasyikan mengobrol, tapi mereka kembali sebelum jam delapan.

"Makan apa ya, kamu mau minta sesuatu?" Lianna bertanya, ia sudah siap menuju dapur. Mei-lah yang mengunci pintu.

"Aku tidak ada opsi. Terserah saja sesuai apa yang ada di kulkasmu."

"Oke~" jawab Lianna ringan.

Ia meminta Mei menyiapkan alat makan sementara Lianna mulai mengambil celemek dan menuju kulkas mencari bahan makanan yang bisa dimasak. Sepertinya saking sibuknya dan mereka kerap mendapat panggilan darurat, Lianna sampai lupa belanja, tapi paling tidak masih ada telur, mie instan, luncheon sapi kalengan, dan sawi.

"Mie instan tidak apa-apa?" tanya Lianna. Mei pun menukar piring dan sendok-garpu dengan mangkok dan sumpit.

"Tidak masalah."

Dengan cekatan, Mei menyalakan dua tungku kompor dan menurunkan panci dan wajan secara bersamaan. Ketika wajan mulai panas, dengan satu tangan Lianna memecahkan telur langsung ke wajan, sementara ia mengisi air ke panci. Mei memerhatikan Lianna memasak dan menjaga jarak aman agar tidak menyenggol wanita itu yang bergerak kesana-kemari dengan cepat dan tangkas. Air dibiarkannya dimasak sebentar sebelum ia memasukkan dua bungkus mie instan dan bumbu, lalu di detik berikutnya ia mulai menyisihkan telur yang sudah matang dan mulai memasak luncheon yang sudah diiris.

"Apa semua orang yang bisa memasak itu mampu melakukan multitasking?" tanya Mei.

"Hmm, nggak juga, sih? Aku sudah biasa masak cepat karena di panti banyak yang pakai dapur ... dan kadang kita bertiga buru-buru sementara Rosen dan Natalia belum makan."

Mei menawarkan diri untuk membantu, namun selalu Lianna tolak hampir setiap saat. Bukannya ia meragukan kemampuan Mei yang cepat mengerti, ia hanya tidak ingin iramanya terganggu. Air di panci mulai mendidih dan Lianna menggunakan sumpit untuk mengetes apakah mie instan sudah mulai melunak. Ia lebih suka mie masih agak keras sehingga ketika dituang di panci, sisa panas itu tidak akan membuat mie terlalu lembek. Sedikit lagi, pikirnya. Ia kemudian mengambil spatula untuk membalik luncheon di wajan. Warna merah itu sudah berubah kecoklatan di satu sisi, tapi Lianna masih ingin memasaknya sedikit lebih lama di sisi yang sudah kecoklatan itu nanti.

"Jadi kamu sudah sering memasak sejak di panti."

"Ada tukang masak, sih. Kayaknya aku penasaran soal dapur dan awalnya iseng-iseng, lama-lama jadi hobi," Lianna mengangkat bahunya. "Tidak kusangka bakal berguna juga."

Mei mengangguk-angguk. Ia mengarahkan mangkok lebih dekat dengan kompor, sehingga saat Lianna menuang mie ke masing-masing mangkok, jaraknya tidak terlalu jauh. Mei terkagum-kagum Lianna bahkan bisa mengukur porsi untuk dua mangkok hampir sama. Lianna kemudian mematikan kompor dan memastikan apinya padam, ia lalu meneruskan sedikit memasak luncheon hingga matang.

Akhirnya, setelah luncheon matang, Lianna menghias mie di mangkok dengan telur dan luncheon, juga irisan sawi. Lianna lalu meminta Mei yang membawa dua mangkok itu ke meja tengah. Harum semerbak bumbu mengisi markas, bersama juga wangi daging kalengan dan telur.

Mungkin seharusnya di malam itu mereka makan sesuatu yang lebih bergizi karena sudah beraktivitas dan berpikir seharian, tapi rasanya Lianna tidak ingin keluar lagi setelah sudah masuk ke markas. Mei pun tidak mempermasalahkan andai mereka makan roti panggang saja.

"Baik, jadi soal Hitam dan Putih, apa saja yang ingin kamu tanyakan, Mei?" Lianna memulai pembicaraan, ia meniup mie yang cukup panas itu sebelum mulai menyeruput sedikit. Mei masih menatap mangkok yang mengepul, sepertinya dia pun tidak terbiasa dengan masakan panas.

"Bagaimana kalau kamu mulai dari sejarah singkat mereka, selain mereka sebagai dua kongsi dagang? Aku ingin mendengarnya saja dari pendapatmu."

Lianna mengiyakan, "Oke, jadi Weiss dan Schwarz ini awalnya sama seperti Perusahaan Lysander dan perusahaan alfabet lainnya di Kaldera. Schwarz baru saja membuka cabangnya di Kaldera setelah beberapa lama mengalami masalah antara hubungan Kaldera dengan Pusara,

"Karena dua perusahaan ini cenderung mirip, mereka terus berseteru untuk memperebutkan lahan usaha, istilahnya. Hingga dari pemerintah dan Perusahaan Lysander menyadari dampak yang mereka timbulkan bagi Pulau Melayang."

Mei pasti sudah mendengarnya tadi, soal jatuhnya plat. Semakin banyak plat jatuh, keseimbangan sektor akan menjadi bahaya. Hal ini sudah sering terjadi dan masing-masing perusahaan sudah diperingatkan. Mei juga tadi sempat bertanya pada Rosen apakah sebelumnya ada sektor yang benar-benar dirugikan soal keseimbangan plat ini.

"Jadi mengapa orang-orang pindah dari Sektor 6 ke sektor lain karena Sektor 6 pernah terancam untuk purging?" Mei bertanya lagi.

"Benar. Sektor 6 itu juga asalnya Natalia, lho. Dia termasuk orang yang terpaksa pindah karena sudah cukup berbahaya terlalu memadati Sektor 6," jawab Natalia. "Walau demikian, masih banyak yang memilih tetap tinggal di sana karena tidak punya pilihan lain ... kamu bisa menebak, sih. Alasan ekonomi dan sebagainya."

"Dan kalian menemukanku di Sektor 6?"

Lianna mengangguk. "Kami masih belum tahu kenapa di Level 4 Sektor 6 ada pintu tersembunyi begitu, awalnya kami mengira akan mengurus plat jatuh lagi. Tugas itu cukup berbahaya, lho.

"Katanya pernah ada teknisi yang turut jatuh saat plat itu tidak mampu lagi menahan tempat mereka berpijak."

Mei berekspresi muram, ia menghentikan makannya, "Berbahaya sekali, ya, tinggal di Pulau Melayang."

Lianna menghela napas panjang, "Yah, tapi tempat ini-lah yang bisa kami tinggali sejak hari itu."

Mei mengerjap, "Hari itu?"

"Ah, benar juga. Di Pustaka Antara pastinya tidak ada rekaman tentang sejarah lengkap Kaldera, ya?"

Lianna menurunkan mangkoknya di atas meja. Ia kembali mencari buku 'Tanah Yang Dilupakan Tuhan' dan membuka lembarannya tepat di sebuah halaman. Buku itu menceritakan kisah tentang Era Kekuatan, sebuah era yang tidak dapat dicari di Pustaka Antara. Lianna mengurutkan dengan jari paragraf yang ia cari, dan ketika ia menemukannya, ia meminta Mei untuk duduk mendekatinya.

"Ini, soal sejarah Kaldera," ucapnya. "Dunia tengah memasuki Era Kekuatan, era dimana turbulensi sihir meningkat drastis dan berefek pada alam, para peri, dan para manusia."

Sembari menjelaskan, Lianna turut menunjuk halaman yang ia maksud, Mei mengikutinya pelan-pelan. Lianna pun berusaha tidak berkata terlalu cepat agar bisa diikuti Mei.

"Tunggu, Lianna," Mei menarik lengannya. "Kenapa kamu yakin buku ini menceritakan kebenaran kalau di Kaldera sekarang tidak ada yang percaya lagi dengan buku tua dan catatan historis atau sejenisnya?"

Lianna menggaruk tengkuknya, cukup bingung membalas pertanyaan itu. Lianna tidak mungkin mengungkapkan bahwa ia pernah melihat nuansa yang serupa buku ini di mimpi, 'kan? "Aku memang tidak bisa mengatakan ini sebagai sumber kebenaran, tapi aku percaya siapa pun yang menulis buku ini tidak berbohong. Juga aku lebih yakin atas dasar mengapa Kaldera cenderung anti sihir dengan alasan yang buku ini katakan."

Mei tertegun, "Baiklah, aku ... akan memegang pendapatmu."

Lianna terbatuk, "Kulanjutkan lagi dari Era Kekuatan."

Era Kekuatan, sebuah era yang menjelang setelah Para Peri berasimilasi di tanah manusia dan membangun peradaban. Manusia yang sudah lebih tahu dan memiliki akses tentang sihir terus bahu-membahu membuat inovasi untuk mempermudah kehidupan. Sistem pengairan, sistem pertanian, sistem manufaktur ... segalanya muncul karena manusia dan segala ide brilian mereka.

Hingga suatu hari, ada sebuah pihak yang menemukan teknologi terlarang. Teknologi ini kemudian terus dikembangkan tanpa diketahui oleh Salamander yang sudah melarang ilmu tersebut diaplikasikan, hingga pada akhirnya dengan teknologi itulah para manusia yang congkak membuka perang dengan Salamander.

"Jadi selama ini bukan Salamander yang bersalah, berbeda dengan pendapat yang lainnya di Kaldera?" tanya Mei lagi.

"Menurut buku ini sih, iya. Tapi Salamander yang jauh lebih kuat mendatangkan lonjakan gelombang sihir yang katanya mengakibatkan letusan gunung berapi yang ada di Kaldera, sehingga daratan Kaldera tertutup oleh gas yang kini disebut sebagai 'miasma'."

Lianna membuka halaman selanjutnya mengenai miasma. 'Miasma' ini adalah sebutan yang dibuat untuk gas yang bila dihirup manusia akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa pada seluruh tubuh. Hingga buku itu berakhir, dan mungkin hingga 'saat ini', miasma di tanah Kaldera di bawah sana sama sekali belum usai. Manusia di kala itu mengungsi di bawah tanah setelah amukan Salamander, dan berfokus mencari cara untuk bisa tetap hidup.

"... Dan buku itu berakhir di sini." ucap Lianna, halaman-halaman setelahnya diisi dengan beberapa ilustrasi tempat dan detail-detail yang dijelaskan dalam buku. "Kurasa penulisnya adalah salah satu teknisi Pulau Melayang, dan mengapa semua orang menyalahkan Salamander, pastinya karena miasma itu sudah membuat mereka tidak bisa lagi tinggal di tanah Kaldera yang asli."

"Kamu sebegitu yakin, ya," Mei tetapi tidak memandangnya alih-alih ia mempertanyakan Lianna, malah Mei seperti ingin paham dengan pandangannya. "Jadi ini mengapa penduduk Kaldera tetap harus menjaga Pulau Melayang tetap eksis dan seimbang."

"Jujur, mendengar soal Hitam dan Putih ini cukup mengkhawatirkan, terutama Putih," imbuh Lianna. "Aku percaya juga Natalia melakukan yang terbaik bagi Kaldera."

"Pertanyaan berikutnya berarti soal agen-agen antara Hitam dan Putih, D1 dan E8?" Mei melanjutkan topik mereka.

Mie mereka berdua sudah mendingin karena mereka menjeda sejenak untuk membuka buku, tapi mereka tetap makan selayaknya biasa tanpa banyak komplain.

"D1 dan E8 bisa dibilang perangkat dan perpanjangan tangan mereka yang isinya orang-orang elit terpilih," mulai Lianna. "Seperti yang kamu mungkin sudah dengar kadang mereka ini berseteru terbuka dan 'tidak sengaja' membunuh penduduk sipil ... ya kurang lebih begitulah fungsi mereka."

Mei terdiam sejenak, "Natalia pun berarti ... sama?"

"D1 dan E8 memiliki sedikit perbedaan di cara mereka berlaku, utamanya mungkin karena Raja Hitam dan Ratu Putih yang 'mendidik' mereka—ah, ini aku cuma diceritakan Natalia, belum tentu ini seratus persen benar," Lianna berusaha meyakinkan Mei. "E8 lebih dikenal dengan kode nama mereka, sementara D1 cukup dikenal dengan identitas asli mereka di khalayak umum. D1 pun tidak akan sampai ... seliar E8 bila menjalankan misi. Mereka punya batasan-batasan tertentu.

"Aku sendiri pun merasa D1 tidak dapat dibenarkan dengan bagaimana Perusahaan Hitam berkegiatan di Kaldera dan kaitannya dengan permasalahan utama kita, tapi aku tahu Natalia."

Mei menunduk, tampak memikirkan sesuatu. Lianna tidak banyak berkomentar dan menghabiskan makanannya. Ia lalu meminta mangkok Mei yang sudah tandas isinya dan kembali ke dapur untuk mencuci piring, membiarkan Mei mencoba meresapi informasi yang dia terima.

Topik mereka hari ini banyak berkenaan tentang rasa percaya, yang mungkin merupakan sesuatu yang abstrak bagi Mei yang cenderung logis. Lianna pun tidak mengerti cara menjelaskan rasa 'kepercayaan' itu dengan benar. Ia mungkin terlalu banyak menghabiskan waktu membaca buku itu dibanding mencari informasi di Pustaka Antara yang tidak akan menampilkan informasi yang dicarinya, atau ia sudah telah lama mengenal Natalia yang ia tahu selalu akan berkorban bagi 0027 disamping identitasnya sebagai seorang agen Schwarz Schach.

'Percaya' bukanlah sesuatu yang bisa didefinisikan sebagai hitam dan putih, bahkan abu-abu pun tidak bisa menggambarkan rasa yang abstrak ini. Segalanya berbeda dari seberapa lama seorang individu mengenal orang lain dan mengetahui orang tersebut, dan mungkin Lianna bisa saja dibilang naif dengan biasnya dia dengan si buku 'Tanah Yang Dilupakan Tuhan'.

Ketika Mei kembali ke ruang tengah dan membawakan dua gelas air untuk mereka berdua, Mei sudah tidak sebingung saat Lianna meninggalkannya untuk merapikan dapur. Mata biru itu terlihat lebih cerah dan wajahnya tidak lagi tertunduk.

"Lianna, sepertinya sekarang aku paham kenapa aku tertarik dengan krisan," ungkapannya itu tidak diduga oleh Lianna. Mei sendiri seperti terlihat begitu sungguh-sungguh memberitahukan hal ini.

"Krisan adalah lambang Bangsa Urodela, alkemis yang tinggal di tanah Kaldera."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro