XXIV. | Ahli Sejarah Kaldera

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat mendengar mereka benar-benar akan bertemu 'ahli sejarah Kaldera', Gloria sudah beranggapan mereka akan menemui seseorang yang tua, kaku, mungkin sangat tradisional, dan sulit diajak berkomunikasi. Mengingat itulah yang mereka pikirkan sebelum bertemu dengan 0027 dan menganggap mereka sebagai teknisi senior yang tidak suka bercanda, mungkin perkiraan mereka bisa saja salah.

Gloria masuk ke ruangan milik Madam Morgana terlebih dahulu dibandingkan yang lain, dan mereka bersisian selayaknya perwira yang tengah melapor ke atasan, menanggapi mereka akan bertemu orang baru. Di ruangan itu, Madam Morgana telah berbicara dengan seseorang berambut hitam yang mengingatkan Gloria pada ketua kelas. Wanita berpakaian serba hitam ini sepertinya ahli sejarah yang disebutkan oleh Madam. Dari selayang pandang, Gloria bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda ketika ia berkontak mata dengan beliau yang memicing sinis alih-alih mereka berempat yang baru datang seperti lebih rendah dari sampah.

"Jadi mereka ini anak-anak Sylph?" wanita itu berpangku tangan, ia menatap mereka berempat yang berdiri tegak dan memberi penanda hormat sekali. "Mata merah, Spriggan? Kamu dari Spriggan, nak?"

Gloria melangkah ke depan, "Benar, ma'am. Saya Gloria Wiseman dan kami adalah skuadron Ignis Angia."

Wanita itu lalu melirik Morgana yang berwajah muram, "Eh, hampir lupa aku kalau kamu di sana benar-benar jadi pengajar, Morgan."

"Sudahlah, Profesor." tukasnya lelah. "Berapa kali semua merasa aneh mendengar saya ke kontinen orang untuk mengajar Ekonomi, bukan Warden."

"Karena memang anda lebih cocok mengobrol tentang Warden, ma'am!"

"Saya tidak minta pendapatmu, Perwira Wiseman!" tunjuk Morgana. Wanita berambut hitam itu sekedar berulas senyum.

"Ah, ya. Saya perlu berkenalan," wanita itu memutar kursinya untuk menghadap para perwira muda Angia. "Kalian mungkin mendengar saya sebagai ahli sejarah, tapi gelar saya di tanah ini adalah direktur rumah sakit Kaldera ... juga Rook untuk Schwarz, terserah kalian mau panggil saya apa."

Mereka berempat tertegun. Memang sudah diingatkan kalau wanita ini adalah anggota Schwarz Schach sama seperti Natalia, tapi beliau sama sekali tidak seperti Rook putih yang mereka kenal. Beliau juga tidak tampak seperti seorang yang gemar atau ahli berkelahi, atau Gloria bisa saja salah. Hanya pandangan mata itu-lah yang menggambarkan karisma beliau, dan rasanya Gloria merasa sudah cukup untuk mengetahui beliau sekedar nama, tidak perlu mengenal rahasia beliau atau apa pun yang berkaitan dengan beliau.

"Madam Rook," sebagai kepala skuadron, selalu Gloria yang mewakili mereka berbicara. Madam Rook tampak mengiyakan panggilan tersebut tanpa banyak menjeda. "Apa boleh kami mulai bertanya?"

"Silakan saja."

"Kami ingin mengetahui tentang Aether dan sejarah sihir Kaldera."

Madam Rook mengetuk-ngetuk meja Morgana dengan sebelah tangan, sebelah tangannya lagi memegang sebuah kalung berbentuk tabung serupa peluru yang tergantung di lehernya. Ia seperti menunggu sesuatu.

"Itu saja?"

"Kami mungkin akan bertanya lagi tergantung dari jawaban anda."

"Hmm, cerdas," gumamnya. "Kalian tahu mengapa sihir 'tabu' di Kaldera?"

Gloria melirik ke arah Lucia dan Blair yang sempat menggali tentang sihir dari buku-buku bacaan yang mereka telaah sebelum sampai ke Kaldera dan dari Pustaka Antara. Lucia yang menjawab, "Apa ini berkaitan dengan perang yang terjadi antara Salamander dengan pihak manusia?"

"Sudah kuduga kalian akan ke arah sana, mengingat perang yang mirip juga terjadi di Angia, bukan, Perang Seratus Hari?" Madam Rook menyeringai. "Sayangnya di Kaldera tidak ada lagi jejak sejarah mengenai hal itu karena semua membenci Salamander yang dianggap mendatangkan bencana ke tanah Kaldera."

Madam Rook berdiri dari kursinya, menjentikkan jari untuk memperlihatkan sebuah peta yang bagi mereka berempat asing. Morgana bergeming di kursinya, tapi ia tampak familier dengan peta ini. Peta tersebut menggambarkan sebuah kontinen yang kurang lebih sedikit lebih besar dari Angia.

"Kartografi ini adalah arsip pribadi milik agen Hitam yang ditugaskan untuk melihat kondisi Kaldera di bawah sana saat ini," ucap Madam Rook dengan percaya diri. "Seperti kalian lihat, ada beberapa pegunungan seperti yang tergambar, pegunungan ini-lah yang ketika Era Kekuatan itu meletus dan membuat tanah Kaldera luluh-lantak, ini sudah dikonfirmasi dari pengecekan batuan di sekitaran gunung."

"Maksud anda, apa yang mereka bilang sebagai salah Salamander ternyata hanya bencana alam?"

"Sayangnya, kesimpulannya tidak bisa ditarik semudah itu," Madam Rook tampak puas walau Gloria memberikan jawaban yang 'salah'. "Segala arsip sejarah di masa itu hilang seakan-akan sengaja ditutupi, hingga semua hanya tahu manusia-lah yang menyelamatkan mereka yang tersisa dengan pembangunan Pulau Melayang.

"Sihir kemudian menghilang saja karena tidak ada lagi yang menggunakannya setelah Salamander dianggap 'murka', dan nantinya mereka menjadikan Salamander sebagai kambing hitam karena dia-lah yang dianggap mampu membuat seluruh pegunungan meletus di saat yang bersamaan."

"Jadi ..." Blair menyela penjelasan itu. "Orang-orang di masa lalu sekedar menyalahkan Salamander, padahal kejadian itu tidak bisa dibuktikan?"

"Itu adalah konklusi yang kami punya, sementara kami masih mencari fakta yang mungkin terkubur bersama bagian Kaldera lama, dan juga ..." Madam Rook menopang dagunya. "Ini bukan pertama kalinya ada yang menggunakan sihir Aether setelah zaman sihir sudah berakhir."

Gloria membeliak, "Ternyata memang ada penyihir di Pulau Melayang!"

"Tidak, bukan penyihir," sergah Madam Rook. "Aether ini sejak dahulu umumnya dipicu dengan menggunakan sebuah katalis buatan karena energinya sangat besar. Bisa dibilang, sihir Aether ini hanya bisa digunakan sesekali saja."

"Katalis ... buatan. Jadi ada alkemis yang membuatnya?" kini giliran Blair yang berapi-api. "Di Kaldera benar ada kaum alkemis juga?"

Madam Rook membelalakkan mata, ia lalu melirik Madam Morgana yang cari aman, "Morgan, kamu tidak bilang kalau di daftar tamu milikmu ada keturunan Bangsa Chevalier."

"Mana perlu aku memberitahu anda segala, 'kan? Toh anda biasanya sibuk di rumah sakit dan tidak mau menerima panggilanku!"

Gloria masih belum dapat mencerna informasi yang mereka terima. Intinya, karena perang antara Salamander dan manusia, seperti halnya Sylph dengan manusia dan kemudian Bluebeard yang terus berperang mencari tanah untuk dijajah, 'manusia' ini membenci sihir dan Salamander. Sihir kemudian menjadi sebuah hal tabu, akan tetapi 'Aether' yang ternyata harus dipicu menggunakan produk katalis buatan milik alkemis tetap eksis.

Seingat Gloria, Blair berkata di Pustaka Antara tidak ada rekaman data mengenai alkemis, dan apa yang Madam Rook ketahui adalah berbagai pecahan informasi yang beliau susun dan tarik kesimpulannya. Sementara banyak sekali petunjuk yang mengarah ke tanah Kaldera lama di bawah sana, tanah yang katanya tidak lagi bisa dikunjungi karena keberadaan miasma yang merugikan.

Gloria melanjutkan. "Tadi ... alkemis, ya, Madam Rook? Lalu katalis buatan, seperti apa katalis itu?"

Madam Rook menunjukkan benda yang ia kalungkan di lehernya. Setelah ditilik lebih dekat, tabung itu lebih berbentuk seperti tabung jarum suntik yang transparan. Di dalam tabung itu ada cairan berwarna keperakan nyaris bening dan ada penanda yang menunjukkan berapa banyak cairan itu di dalam tabung dalam hitungan milimeter. "Ini."

"Anda alkemisnya?" Blair menggebu-gebu.

"Sayangnya tidak, ini cuma salah satu suvenir dari bawah sana yang kubuat ulang menggunakan barang-barang yang tersedia di Pulau Melayang," ucapnya sambil mengangkat bahu. "Fungsinya ternyata mirip dan bisa digunakan untuk merapal Aether dengan skala kecil."

"Baik, anda seperti sangat mengenal tentang alkemis di Kaldera, boleh kami bertanya tentang mereka?"

"Tentu saja," Madam Rook tampak antusias. "Mereka adalah Bangsa Urodela, mereka—"

Pembicaraan mereka diinterupsi oleh sirene tanda darurat. Madam Morgana segera memanggil layar besar untuk melihat asal-muasal peringatan tersebut. Mereka berempat terkesiap, sirene itu sepertinya mendengungkan tanda bahaya yang tidak biasa.

Sebuah pemberitahuan kemudian mengisi ruangan dari pengeras suara yang ada di pojok atas ruangan itu.

PERINGATAN. PERINGATAN. LEVEL 4, SEKTOR 6 SUDAH TERINFEKSI VIRUS. SISTEM AKAN MELAKUKAN PURGING BAGIAN SEKTOR 6 YANG TERINFEKSI UNTUK MEMUTUS AKSES VIRUS. TINGKAT KERUSAKAN, DUA PULUH PERSEN-

"Tunggu, apa-apaan ini?" Madam Rook berteriak. "Mana mungkin ada serangan virus di dalam Level?"

"Tapi ini bukan prank, Prof. Pemindai sudah memastikan invasi virus. Tempat itu akan segera dijatuhkan. Aku harus memulai proses evakuasi—sebentar, apa?" Morgana pucat pasi. "Ada teknisi yang sedang bertugas di Level 4, Sektor 6?"

Madam Morgana memunculkan rekam terakhir dan jenis virus yang menyerang sistem. Madam Rook terlihat menggertakkan giginya sementara skuadron Ignis tidak mempercayai apa yang mereka lihat. Tim teknisi lengkap 0027 awalnya ditugaskan untuk menjatuhkan plat sebelum komando purging diberlakukan. Di layar ditunjukkan juga hitung mundur sebelum plat di sekitar Level 4 dan Level 5 itu jatuh sempurna untuk menghalau virus agar tidak menginfeksi sistem utama Pulau Melayang. Total dua puluh persen dari Sektor 6 juga nantinya akan dijatuhkan secara paksa dalam kurun waktu setengah jam.

"Ini sih pasti ulah bocah itu, Rook putih. Virus sekaliber ini sih kalau bukan punya Perusahaan N, pasti punya Weiss," Madam Rook menggeleng-geleng. "Sepertinya 0027 ada dalam bahaya besar."

Gloria menatap skuadron Ignis, mereka semua mengangguk. Gloria lalu angkat bicara, "Instruktur Lysander, biarkan kami ikut membantu mencari mereka!"

Morgana sejenak terlihat enggan. Mungkin mereka tidak seharusnya ikut campur dan tetap diam dengan masalah internal Kaldera, walau 0027 sudah dianggap sebagai teman mereka.

"Morgan," tidak mereka sangka, Madam Rook yang maju. Ekspresinya tetap tenang seakan tidak ada yang terjadi. "Biarkan mereka. Mereka akan jadi tanggung jawabku. Rasanya aku perlu menampar bocah putih itu sesekali."

Gloria hanya bisa melongo.

Wanita berambut hitam itu tidak menunggu jawaban Gloria atau konfirmasi dari Morgana dan segera menuju pintu keluar. "Jangan bengong. Ayo cepat jalan. Kalian ini tentara, 'kan!?"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro