XXVI. | Sektor 6 Jatuh, bagian kedua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seberapa cepat pun mereka berlari, Level 3 belum juga tampak di ujung mata.

Dengan elevator yang mati total, pilihan mereka adalah menggunakan tangga darurat menuju Level 3. Madam Rook yang ikut dengan mereka tidak bisa berlari secepat mereka, sehingga Muriel menawarkan untuk membopong Madam Rook sambil mereka terus menuruni tangga.

"Level 4 dan Level 5 sudah dijatuhkan, status kerusakan Level enam puluh enam persen," ucap Blair, mengulang pesan dari terminal. "Mereka mungkin sudah selamat di Level 3 dari status terakhir terminal mereka sebelum dimatikan, tapi-"

Alih-alih mendengar sesuatu, Lucia melompat dan mendahului Gloria. Pedangnya terhunus. "Saya mendengar suara tembakan. Mereka dekat."

"Lucia, tolong."

"Baik, kepala skuadron." Lucia mengacungkan salute singkat dan berpacu lebih cepat dengan pedang posisi siap.

Gloria dan Blair pun mengeluarkan senjata mereka masing-masing dalam posisi siap dan Muriel menurunkan Madam Rook. Madam Rook kemudian menyentuh tabung di lehernya sekali dan seutas benang muncul di antara buku-buku jarinya serupa sihir. Lagi, karena tidak ada peringatan bahwa pemakaian sihir terdeteksi menandakan bahwa 'Aether' benar-benar tidak digunakan oleh Madam Rook sebagai 'sihir'.

"Aethernus, Freikugel," rapalnya. Benang itu kemudian menjadi seperti serupa sarung tangan berupa garis-garis keperakan yang melingkupi jari-jarinya. "Kalian tolong lindungi aku saat aku mulai menembak, tapi jangan terlalu dekat karena Aether cukup merusak."

"Siap, ma'am."

Ketika mereka sampai di Level 3, kondisi sudah sangat kacau. Rosen mencengkram lengannya yang bersimbah darah, dua pistolnya ada di dekat kakinya namun ia tidak bisa meraihnya. Sementara ada banyak sekali kerusakan di dinding dan di lantai berupa lubang dan lembang besar seperti manusia tengah dilempar kesana dan kemari. Lucia dan Natalia tampaknya sudah berlari mengejar ke arah dalam, mencari siapa pun yang bertanggung jawab atas kerusakan ini.

Sekilas, Rosen hanya terluka di lengannya, tidak ada memar atau lebam serius di wajahnya. Kemungkinan terbesar adalah Natalia yang sudah menghantam si musuh walau musuh itu masih bisa berdiri dan kabur dari mereka berdua saat Rosen dilumpuhkan.

"Rosen, kamu-"

"Jangan. Kejar saja dia. Dia mengincar Mei," Rosen menangkis tangan Gloria. Ia menunjuk arah pintu dengan dagunya. "Lucia ... Nat, mereka ke sana—ugh."

Gloria melirik ke arah Blair. Blair pun menurunkan kapaknya dan segera menarik kain perca dari tas pinggangnya, seakan sudah tahu apa yang harus dilakukan. "Blair, tangani Rosen, biar kami bertiga yang mencari Rook."

"Rook, namanya ... Rook?" Rosen mendesis. Ada sumpah serapah yang ia gumamkan tapi tidak terdengar oleh Gloria. "Pantas saja Nat terlihat lain ..."

"Hentikan pendarahannya dengan benar, Chevalier." titah Madam Rook. Ekspresi beliau berubah menjadi semakin kecut.

"Tenang saja Madam!"

Mereka pun berpisah jalan. Gloria dan Muriel dengan sigap menjadi tameng untuk Madam Rook dan tetap menjaga formasi sambil mengikuti area yang terlihat penyok atau tergores dengan bilah pedang. Muriel mendahului Gloria selangkah, sepertinya ia bisa menangkap gaung pertarungan lebih dekat.

Ketika mereka melewati beberapa pintu berikutnya, mereka melihat tetesan darah yang belum kering terus menjejak ke arah dalam. Suara pertarungan antara desing logam bertemu logam dapat terdengar jelas sekarang.

Mereka berbelok ke arah asal suara itu untuk menemukan Natalia yang tengah terduduk lemas, ia menatap mereka bertiga dengan begitu sengsara. Wajahnya lebam tidak karuan, dan ia menahan lengan kanan bawahnya yang berwarna keunguan untuk tidak bergerak, sepertinya patah. Natalia berusaha menahannya dengan membuat bebat temporer dengan jas miliknya. Sementara di dekat mereka ada Lianna yang tidak sadarkan diri terlihat masih bernapas namun kulitnya semakin pucat. Mei di sisinya terlihat kacau. Jaketnya Mei digunakan Mei untuk mencoba menahan perdarahan dari luka yang timbul dari bagian depan tubuhnya dan lengan atasnya, jelas berasal dari bilah pedang yang tidak kenal ampun lawan.

Gloria tak kuasa menahan napas, menyembunyikan geram. Dadanya terasa sesak dan panas. Kilas balik kejadian di Redcrosse dua tahun silam seperti tengah terulang di hadapannya, walau saat itu sekitar pelipisnya ikut tergores dan ia hanya bisa meringis melihat Hana ditusuk oleh Rook. Ia yang sama sekali tidak bisa sihir atau teknik penyembuhan hanya bisa memegang Hana yang terkulai di kubang darahnya sendiri, Gloria merasa sangat tidak berguna.

Suara desing pedang yang nyaring itu membuat Gloria semakin naik pitam.

Muriel dan Madam Rook duduk untuk memeriksa Lianna.

"Lukanya tidak dalam," ucap Madam Rook. Ia memeriksa alur napas dan menghitung denyut nadi. "Ia mungkin menderita syok karena kehilangan darah dan nyeri. Walau tidak berbahaya, harus ditangani secepatnya."

Kalimat Madam Rook seakan ditelan suara denging yang menjalar di telinga Gloria tiba-tiba. Mendadak segalanya berputar seiring memori di Redcrosse membuat Gloria mual. Ia memang kepala skuadron dan sudah tugasnya untuk tenang dan mencoba mengambil pilihan yang rasional sambil mengarahkan regunya, namun yang kini membuncah dalam dirinya adalah amarah. Amarah dan rasa ingin muntah.

Natalia menatapnya dengan mata memicing, seakan-akan sadar bahwa Gloria tengah bimbang.

"Rook dia ... ketika melihat Lucia datang langsung mengajaknya duel di tempat yang agak dalam," tukas Natalia dengan suara pelan pada Gloria. "Kurasa Rook sangat puas melihat Lucia."

Gloria tertunduk, lantai besi di depannya terlihat samar-samar seperti tanah berpasir Redcrosse. Dan di dekatnya ada bau anyir darah Hana.

"... Sialan." Sialan. Sialan. Sialan!

Ia menyeret tombaknya dan menuju pintu berikutnya, tidak mengindahkan Muriel yang mencoba menghentikannya.


🛠


Pertarungan antara dua pengguna pedang itu sama sekali tidak tertangkap kasat mata, padahal mereka bertarung di ruangan yang terbatas.

Tempat itu bukan tanah lapang di belantara Redcrosse, setiap pergerakan mereka terbatas oleh dinding dan lantai besi. Lagi, seakan gaya tidak lagi berlaku pada keahlian mereka yang serasa tidak terbatas, mereka hanya bertukar serangan lagi dan lagi.

Mereka bertumpu pada dinding sesekali, melompat ke lantai, menghindari tusukan dan tebasan seakan tengah menari untuk audiens yang terus bertepuk tangan, atau mundur menjauh, atau didorong dari lawan hingga ujung. Pintu interkoneksi ruangan terbelah dua, dinding dan lantai tergores dalam hingga hampir terputus, tapi pertarungan itu hanya terus bergulir seakan tiada akhir. Pedang Lucia bergesekan dengan pedang Rook. Pedang Lucia menghantam tangan prostetik Rook hingga hampir membelahnya jadi kepingan, Rook bahkan tidak peduli akan kehilangan tangan lagi. Ketika tangan prostetik itu terancam hancur, Rook mengganti tangan untuk memegang pedang, dan ketika tangan lain terluka, ia akan menggunakan tangan prostetiknya lagi. Lucia sementara tidak memberikan ruang sama sekali bagi Rook untuk improvisasi, menebas, menangkis, menebas, menangkis, tanpa henti, alih-alih dirinya sudah menjadi bagian pedang dan ia menggunakan pedang itu semudah bernapas.

Duel mereka adalah duel yang sudah ditunggu oleh masing-masing pihak, Gloria dapat merasakannya. Gloria tahu tidak ada bagian pengguna tombak di sana untuk menginterupsi.

Tapi bukan hanya Lucia yang merasakan aroma pembalasan dendam. Bukan Rook saja yang menantikan duel dengan seseorang yang sudah membuatnya hampir tidak bisa memegang pedang lagi. Bukan berarti Gloria tidak percaya dengan Lucia yang pastinya jauh lebih memendam kepahitan di hari itu melihat teman-teman mereka yang terluka dan mereka yang tercerai-berai. Bukan berarti Gloria tidak percaya bahwa Lucia mampu menang dari Rook dari duelnya.

Mereka berdua dekat sekali dengan sebuah celah terbuka yang tampaknya langsung menuju ke luar Pulau Melayang. Seperti kata Madam Morgan ketika menjelaskan penjatuhan plat, artinya kalau siapa pun jatuh, mereka akan langsung memeluk atmosfer dan terbakar hingga habis.

Ah.

Benar juga, pikirnya. Mendadak segalanya terasa jernih.

Gloria mencengkram kuat-kuat badan tombak miliknya dan membidik ke pakaian Rook. Seakan mereka tidak pernah berfokus ke diri masing-masing, lesatan tombak Gloria dengan mudah dihindari oleh mereka berdua.

Tujuan Gloria bukanlah itu.

Sesaat mereka berdua membuka celah di antara pertarungan untuk menghindari lemparan tombak, Gloria menjejak kuat-kuat dan melentingkan tubuhnya ke depan. Ia mengingat saat Muriel dan Natalia mencoba mendobrak servis bot yang berlagak sebagai mediator antara mereka yang ditawan dan pihak teroris. Gloria membentangkan kedua tangannya dan menangkup Rook bersamanya, memanfaatkan gaya lenting dan tumbukan, Gloria pun mampu mendorong Rook dan dirinya menuju celah itu.

Dan mereka berdua pun jatuh. Jatuh dari Pulau Melayang dan ditarik sempurna oleh gravitasi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro