XXX. | Keteraturan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mencari 'kebenaran'—adalah sesuatu yang menggerakkan motivasi Gloria hingga saat ini, entah itu kebenaran mengenai motivasi Karen, kebenaran mengenai Progenitor, dan kebenaran mengenai dunia ini sendiri.

Gloria merasa dirinya bukan sosok seacuh Ann, tapi bukan juga seorang yang sangat peduli layaknya Muriel, ia hanya berkutat di satu tujuan saja, dan tujuan itu adalah keluarga Wiseman - paling tidak itu sebelum ia mengenal Kelas Sembilan dan tahu bahwa Karen menghalalkan segalanya untuk Spriggan.

Karen memberitahukannya bahwa Weiss memegang 'kunci' yang akan mengguncang dunia. Sebuah petunjuk yang membuat Gloria makin berfokus untuk mencari tentang Weiss Schach yang mungkin sudah cukup mengkhawatirkan anggota skuadronnya. Mereka pastinya berpikiran motivasi utamanya adalah Karen, dan Gloria sendiri tidak bisa menyangkal bahwa itu adalah sebagian kebenarannya.

Mungkin akan lebih mudah bila Karen bisa berterus terang padanya, atau pada siapa pun di Kelas Sembilan, bila Karen pernah bisa mempercayai mereka, namun Gloria memutuskan untuk mencari kebenaran itu sendiri. Memahami 'kebenaran' adalah sebuah hal subjektif, ketika 'fakta' yang menghimpun kebenaran itu adalah sebuah hal objektif. Karen mungkin saja berpikiran kalau Gloria mencari segalanya sendiri, ia akan mendapat konklusi yang berbeda.

Sama seperti pola berpikir Madam Rook.

Leiria mengajak Karen menuju arah luar. Kapal perusak setipe cruiser itu benar-benar sederhana dan dikhususkan untuk satu orang awak. Selain ruangan yang dipakai Gloria, yang kata Leiria merupakan gudang, hanya ada dua ruangan lain di sana. Ruang berupa sick bay kini dihuni oleh Rook yang belum juga siuman, lalu ruang utama merangkap kokpit dan tempat istirahat Leiria menjadi porsi terbesar di cruiser yang panjangnya sekitar 45 meter. Berbeda dengan kapal milik Lysander yang terlihat mewah, kapal perusak yang digunakan Leiria sepertinya telah dimakan usia. Cat yang mengelupas, plat yang berbeda warna di lantai ... ada sejarah melekat di sana.

Gloria tidak menduga akan menjejak di sebuah tanah lapang berumput hijau. Sejauh mata memandang, tidak ada satu pun kehidupan dapat terlihat, hanya asap berwarna kelabu yang membumbung dan menutup sebagian jarak penglihatan. Leiria menaikkan terminal-nya ke udara, menunggu hingga terminal itu berbunyi klik sebelum ia menurunkannya. Angka yang muncul di sana menunjukkan level miasma yang ada di dekat mereka.

"Delapan persen, masih tidak apa-apa," gumamnya. "Jangan terlalu jauh dari area ini, nak. Kamu tidak akan tahan berada di miasma itu."

Gloria menelan ludah, artinya ia tidak bisa kemana-mana untuk sekedar mencari tahu soal jejak Kitab Takhta Tak Berguna. Itu artinya ia harus bersiasat dengan cara lain.

Ia mengeluarkan terminal-nya dan melakukan sampling pada garis ley. Leiria tampak mengetahui hal itu dan ia tidak menghentikannya.

"Apa yang kamu cari, hm?"

Gloria sejenak enggan untuk menjawab pertanyaan itu, tapi Gloria harus memenangkan hati Leiria agar ia nanti menjawab pertanyaan Gloria. "Kitab."

"Kamu tahu Kaldera tidak punya Kitab. Mereka anti sihir," ucap Leiria, kedua tangannya diam dalam saku celananya. "Apa itu adalah misi yang kamu emban?"

"Bila saya menjawab itu, apa anda akan memberitahukan tentang apa yang sebenarnya anda cari di tanah lama?" balas Gloria, ia menunggu proses pencarian itu selesai. Data itu nantinya akan ia proses saat ia kembali ke Pulau Melayang, berharap mereka bisa menemukan sesuatu.

"Lancang sekali," kekeh Leiria. "Murid-murid Claud hebat-hebat ternyata kalau sudah masalah negosiasi."

Gloria tidak keberatan untuk jujur, asal ia mendapatkan hasil yang setimpal. Hitam kemungkinan tidak akan tinggal diam mengetahui motivasi mereka, namun bila tujuan mereka sama untuk mengetahui motif Putih di Kaldera, apa salahnya mereka bekerja sama?

"Apa Nona Nibelungen sudah bercerita soal alkemis yang hidup di tanah Kaldera?" Leiria bertanya. "Kami hanya curiga kalau Putih mengincar workshop milik Bangsa Urodela untuk mengambil teknologi lama yang katanya merupakan magnum opus—karya terhebat—Bangsa Urodela sebelum kejadian pelik di Era Kekuatan."

"Teknologi," Gloria memikirkan kembali soal dua perusahaan yang berseteru dan saling menggeluti di kemajuan teknologi Kaldera. Lalu pada pihak Putih yang sepertinya menarik energi besar dari Sektor 6. "Teknologi seperti apa ini?"

"Katanya ini adalah otak dari segala otak. Bisa dibilang 'teknologi' ini menghimpun kecerdasan Bangsa Urodela, kecerdasan para peri, dan rahasia dunia dalam sebuah wadah," Leiria tersenyum. "Nama teknologi ini adalah Kitab Takhta Tak Berguna."

Gloria terbeliak. "Tunggu, bukankah Kitab ini seharusnya sama dengan Angia? Kitab Kaldera harusnya buatan Salamander, bukan?"

"Itulah sebuah keping puzzle yang belum kami dapatkan," Leiria menatap Gloria dengan senyum yang tidak berubah. "Sementara, Putih tengah menghimpun energi untuk membuktikan sesuatu, atau mungkin mereka sudah menemukan sesuatu yang dapat menggantikan teknologi ini, atau mereka menemukan cara lain untuk mencari workshop ini? Itu pun saya tidak mengerti."

Wanita berambut pirang platina itu sejenak seperti tengah menilai Gloria, ia terkekeh. "Saya rasa saya sudah mendapat jawaban pertanyaan saya dan begitu juga denganmu. Perkiraan saya, tujuan kita semua kurang lebih sama; Hitam, Putih, Angia ... Kitab itu."

Terminal Gloria berbunyi menandakan pengumpulan sampel sudah diselesaikan, dengan sebuah peringatan bahwa garis ley yang dikumpulkannya ada dalam keadaan nonaktif. Gloria mengernyit, tidak paham akan maksud peringatan itu, segera memasukkan kembali terminal-nya sambil pikirannya terus berputar-putar pada banyak sekali kemungkinan-kemungkinan.

Kitab Takhta Tak Berguna adalah produk 'sihir', database Pulau Melayang di Pustaka Antara tidak merekam sama sekali apa pun mengenai sihir atau alkimia seperti 'Bangsa Urodela'. Pihak lain seperti Weiss dan Schwarz, atau mungkin para Scavenger di daerah level memiliki sumber mereka sendiri, kemungkinan berasal dari catatan-catatan yang turun-temurun diwariskan atau buku-buku yang dilarang beredar, dan mereka menyimpulkan bahwa penelitian lebih lanjut di tanah lama Kaldera akan membuahkan hasil.

Salah satu hasil itu, seperti yang Madam Rook tunjukkan, adalah katalis Aether yang katanya 'ditemukan' di sini dan kemudian 'diadaptasi' sehingga Madam Rook bisa memakai Aether secara terbatas.

Dari penjelasan Leiria, Kitab ini tidak 'bertuan', berbeda dengan Kitab Angia yang dijaga oleh Norma, Kitab Aira yang sepertinya diturunkan dengan seleksi ketat, juga Kitab Pusara yang diwariskan pada 'Keluarga Penjaga Makam'. Artinya, siapa saja bisa memiliki Kitab ini sehingga siapa pun yang mengetahui kekuatan Kitab akan berusaha menguasainya.

"Apa yang ... Hitam inginkan bila mendapat Kitab ini?" tanya Gloria. Leiria pun nyengir.

"Rahasia perusahaan, nak."

"Hei, tidak lucu, Bu."

"Saya sudah baik, lho, sengaja tidak bertanya lebih lanjut kenapa Angia menginginkan Kitab~" beliau mengedikkan bahu. "Atau kalau kamu bersedia bertukar informasi, saya tidak keberatan."

Gloria mendengus. Kalimat lama dari prasasti Norma mendadak terpintas di benaknya, darah harus dibayar darah, dan ironisnya lagi, mereka berdua adalah 'orang' Angia yang berkaitan dengan aneksasi Spriggan, secara langsung atau tidak langsung.

Ia ingat Muriel yang mengingatkan Gloria untuk berdiskusi mengenai ini sebelum memutuskan, dan ini adalah kesempatannya, ia bisa saja mengemukakan soal Perang Megah Para Peri dan mungkin kubu Hitam akan membeberkan bagian mereka.

Gloria memilih diam, ia menggeleng pelan, "Bukan kuasa saya untuk mengatakan itu."

"Hmm, pilihan bijaksana, nak." Leiria menepuk pundak Gloria. "Selalu berhati-hati dengan pihak lain, itu adalah salah satu ajaran dasar kependidikan militer Angia."

Gloria merasa sedikit lega, "Anda sangat mencintai Angia, ya, Bu Leiria?"

Leiria menengadah, menatap langit Kaldera yang tidak terlalu biru. Pucat. Namun tidak segelap asap berwarna kelabu yang menutupi pandangan mereka.

"Tidak juga, sih? Saya cuma ingin memastikan teman dan rekan saya aman," pungkasnya. "Itu adalah bagian menjadi seorang ketua."

Setelah dipikir-pikir, Leiria ini bisa dibilang seorang yang berpangkat setara kolonel, mungkin, kalau ia dianggap tetap hidup. Kepiawaian beliau dalam memimpin pasukan tidak pernah terekam dan beliau tidak diberi penghargaan dalam bentuk apa pun berkaitan dengan pengorbanan yang telah dilakukannya, tapi dari cerita Instruktur Claudia, beliau ini kuat dan sangat dihormati, juga sangat muda untuk memimpin pasukan yang menjadi tonggak utama aneksasi Spriggan.

"Bu, itu pedangnya cuma hiasan saja atau Bu Leiria benar-benar pakai pedang?"

"Hm?" Leiria menepuk sabuk pinggangnya. "Oh, ini pedang asli kok. Saya dulu setelah lulus sekolah militer sempat belajar di dojo Leanan, sayang ilmu pedang Leanan sudah punah sekarang."

Gloria tertegun. Apa semua praktisi pedang Leanan terlihat anggun begini padahal mereka sangat, sangat seram? "Ada juga teman sekelas saya yang berguru pedang Leanan."

"Oh? Wah, ada orang menarik lagi!" ia tampak senang. "Ceritakan, ceritakan. Saya mau dengar."

Untuk saat ini sepertinya Gloria harus mengalihkan pembicaraan mengenai nostalgia Angia, sebelum memikirkan kembali tentang pilihan untuk menjadikan Hitam sebagai pihak sekutu dan berdiskusi dengan skuadronnya.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro