XXIX. | Kenangan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah perkenalan itu, Gloria merasa ia tidak dapat istirahat dengan tenang. Pikirannya mulai bercabang memikirkan segala kemungkinan dan mengaitkan beberapa informasi yang diterimanya. Ia juga mulai untuk memikirkan untuk bertanya lebih lanjut dengan Messenger Hitam—Leiria Alkaid.

Saat wanita itu memperkenalkan namanya, Gloria merasa segala pemahamannya berubah dan terasa seperti dijungkirbalikkan. Seseorang yang dianggap KIA dalam proses aneksasi Spriggan ke Angia ternyata masih hidup dan menjadi bagian agen dari Schwarz Schach. Menurut cerita Instruktur Claudia, ia melihat jelas-jelas bagaimana Leiria 'tewas' karena 'menggunakan sirkuit sihirnya secara berlebihan'. Wanita di hadapannya tadi tampak baik-baik saja, ia tidak terlihat memiliki luka tertentu atau keanehan faal yang terasa ganjil. Wanita itu juga tidak menaruh dendam pada Spriggan dan merawat Gloria sebagaimana normalnya.

Entah akan berapa lama Gloria di sana, ia harus bisa memanfaatkan waktu yang singkat ini untuk bertanya pada Leiria.

Pintu di ruangan itu menggeser terbuka lagi, kali ini Leiria membawakan nampan berisi semangkuk makanan dan air. Gloria tidak bisa mengetahui sudah berapa lama waktu berlalu di sana atau di luar sana keadaannya seperti apa. Saking kagetnya Gloria setelah perkenalan, bahkan ia tidak sempat bertanya soal keadaan sekitarnya.

Leiria duduk dan menaruh nampan di meja terdekat, ia tersenyum.

"Kepikiran banget, ya, soal nama ini? Apa ternyata saya terkenal di Spriggan?" kekehnya.

Gloria tertegun, "Bukan sih, err, Bu? Saya panggil Bu saja ya? Jadi, anda ini temannya Instruktur Claudia."

Kini Leiria yang mengerjap beberapa kali, seakan meminta Gloria mengulang kata-katanya.

"Bu Leiria, benar anda temannya Instruktur Claudia Ars Bathory, 'kan? Dan Diakon Yuri."

Leiria mengelus dagu, "Sebentar. Tadi saya sempat tidak terlalu perhatikan. Sejak kapan Claud bisa jadi Instruktur?"

Gloria merasakan sedikit dejavu, terutama saat di Pulau Penjara ketika ibu angkat sekaligus kepala sipir Helena terheran-heran kalau Instruktur Claudia adalah seorang pengajar. Memangnya separah apakah Instruktur Claudia saat masih lebih muda?

Gloria pun menceritakan masa-masa pendidikannya di Angia sebagai bagian dari Kelas Sembilan yang berwali kelas Instruktur Claudia. Leiria banyak mengernyitkan dahi, terkadang ekspresinya tampak sangat terkejut, hingga Gloria menceritakan soal Perang Sipil Angia, dan beliau tertawa.

Tertawa yang tidak terlalu seperti Lucia tapi tidak sekasar Alicia. Pundak beliau bergetar sambil dia tertawa dan menitikkan air mata.

"Claud ternyata bisa mellow juga," ia menghela napas. "Dan Yuri masih seperti Yuri, ya."

Gloria tidak banyak bicara mengenai hal itu dan membiarkan Leiria larut dalam diam. Sekelebat emosi yang tersimpan dalam senyumnya tidak dapat Gloria deskripsikan dalam kata-kata. Gloria bangkit untuk duduk, merasa kepalanya lebih ringan dan remuk-remuk tubuhnya tidak terlalu terasa. Ia mengambil mangkuk makanan di meja dan mulai makan, sementara Leiria memegang dog tag-nya dengan kedua tangan menghadap ke atas, seperti berdoa.

Tidak, wanita itu benar-benar berdoa.

Gloria pernah mendengar bait-bait ini dari Hilde sebelumnya. Doa yang kerap dipanjatkan oleh penduduk Kota Suci. Ia tidak paham makna dibalik untaian doa itu, tapi Gloria berusaha untuk tidak bersuara selama ia makan hingga Leiria selesai berdoa. Semangkuk sup ayam dengan kuah kental, seperti ration tentara yang sering Gloria makan ketika bertugas di lapangan, rasanya cukup membuat kangen.

"Apakah aneh melihat saya yang sudah lama tidak berada di Angia memanjatkan doa khas Angia?"

Gloria menggeleng, "Anda mengingatkan saya pada teman sekelas saya, Misionaris Kota Suci."

"Misionaris? Keluarga Norma?" ia tampak penasaran. Gloria mengangguk. "Dinamika kelasmu tampak unik sekali, ya, dan kamu adalah orang Spriggan."

"Saya bukan siapa-siapa kok, Bu, cuma sekedar seseorang yang menemani duta kedamaian Spriggan," tukasnya. Untung saja Gloria sengaja tidak memperkenalkan diri beserta nama keluarganya. "Walau yah, mungkin Bu Leiria tidak menyangka akan ada anak Spriggan yang bersekolah di sekolah militer Angia, 'kan Bu?"

Leiria tersenyum, "Ada benarnya," ia melanjutkan. "Bukan berarti saya membenci Spriggan atau apa, lho. Saya paham apa yang Angia sudah lakukan itu kelewatan ... sementara saya hanyalah satu dari banyak tentara yang sekedar melaksanakan tugas dan ingin segera kembali."

Gloria berhenti sejenak dari makan. "Kalau anda tidak ingin menceritakan hal itu, tidak apa-apa. Saya mengerti."

Beliau mengibaskan tangannya, "Tenang saja, ini juga cuma kejadian yang sudah lama, bukan? Sudah empat tahun yang lalu itu semua terjadi."

Leiria menceritakan perang dari sudut pandangnya. Pertarungan itu adalah 'perang kecil' menurut orang-orang, ketika Angia dengan militernya yang lebih kuat berhadapan dengan Spriggan yang lebih taktis dan mereka tidak keberatan melibatkan tentara anak-anak. Pihak Angia merasa sudah lebih unggul dan mampu mengambil area berikutnya sebelum mengajukan agar Spriggan menyerah. Akan tetapi, Spriggan dapat menyerang balik dengan sebuah trik jitu. Leiria kurang paham akan 'trik' ini dan sepanjang memorinya ia hanya terus bertarung hingga ia tidak bisa melihat apa-apa lagi. 'Yang penting kompiku selamat', ujarnya, seperti layaknya seorang ketua yang gagah berani.

"Saya kira saya sudah mati, apalagi mengingat saya benar-benar menggunakan kekuatan sihir saya sepenuhnya."

Beliau menyingsingkan kedua lengan jaket kulitnya, memperlihatkan sebuah tanda berupa garis-garis lurus beraturan di kedua lengan layaknya tato dengan tinta berpendar. Tapi itu bukan tato, Gloria tahu. Ia pernah melihat garis-garis itu di tubuh Karen, penanda sirkuit sihir yang sesekali timbul. Kalau tidak salah di buku pedoman sihir, sirkuit sihir tidak seharusnya terlihat di kulit penggunanya, terkecuali adanya konsentrasi tertentu. Sepertinya kalau dalam kasus Leiria, ia telah mencapai ambang batasnya.

"Saat saya terbangun, Nona Nibelungen yang merawat saya memberitahukan kalau ini permanen karena saya memaksakan sirkuit sihir saya sehingga kata beliau, tubuh saya ini akan menyerap dan memancarkan sihir terus tanpa henti," ucapnya. 'Nona Nibelungen' yang beliau maksud pastinya Madam Rook, Edda. Mungkin Leiria hendak menjelaskan bagaimana dan kapan ia bisa bertemu Hitam, Gloria pun mendengarkan saksama.

"Nona Nibelungen juga-lah yang membantu untuk menghentikan itu dengan cara beliau sendiri."

"Cara?"

Leiria kembali meluruskan lengan jaketnya, ia lalu menaruh telunjuk di depan bibirnya. "Maaf, rahasia perusahaan."

Gloria sontak tertawa, "Baik, Bu."

"Nona Nibelungen bilang mereka menemukan saya di Spriggan setelah mereka mencari anggota perusahaan lawan mereka yang berusaha mendekati pihak keluarga Spriggan," jelasnya. "Mereka bingung kenapa ada anomali yang menyerap sihir, dan ternyata itu adalah salah saya yang dikira mayat dan ternyata masih hidup! Sungguh keajaiban!"

Perusahaan lawan yang berusaha mendekati pihak keluarga Spriggan, Gloria tertegun. Informasi ini sama dengan apa yang dia dapatkan sebelum Karen mengiyakan bahwa dia bekerja sama dengan Weiss Schach, artinya ini adalah kenyataannya. Weiss Schach berusaha mendapatkan sesuatu dari kerja sama ini, dan kemungkinan tidak hanya kecerdasan Karen saja. Schwarz Schach yang kebetulan mengintai tindak-tanduk perusahaan itu di Spriggan kemudian menemukan Leiria.

"Hitam lalu seperti menawarkan saya tempat karena mereka merasa saya akan cukup berguna untuk tugas-tugas begini, dan saya pikir saya harus menerimanya sebagai tanda balas budi," ucap beliau ringan. "Begitulah kisah hidup seseorang yang harusnya sudah mati, nak."

"Anda tidak berpikir untuk kembali ke Angia?"

Senyum Leiria saat itu begitu misterius. "Saya punya alasan sendiri, anggap saja seperti itu."

Gloria memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut dan mengalihkan pembicaraan. "Boleh saya tanya di mana kita sekarang?"

"Oh, iya juga," Leiria menepuk tangannya sekali. "Saya terlalu fokus pada kalian sampai lupa kalau kalian berdua—lebih tepatnya kamu, sih, Rook masih belum bangun—tidak siuman selama tiga hari, dan-"

"Ti, tiga hari?" ia terperanjat.

"Wajar saja sih, kalian terkena tekanan udara atmosfer. Terlalu lama, mungkin kalian bakal tidak berbentuk," Leiria mengedikkan bahu. "Kita sekarang ada di salah satu pulau terluar Kaldera yang konsentrasi miasmanya di bawah sepuluh persen."

Leiria menunjukkan sebuah peta yang muncul dari terminal-nya dan menunjukkan lokasi mereka untuk Gloria lihat. Gloria masih belum selesai memproses bahwa dia sudah tiga hari tertidur, pantas saja dia tadi terbangung merasa sangat linglung.

"Soal Rook, entah kenapa dia belum terbangun. Lukanya sudah disembuhkan dan cenderung kondisinya stabil, terkecuali tangan prostetiknya yang tidak bisa sembarangan saya perbaiki," ucap Leiria.

"Jadi, kapan saya—kita berdua bisa kembali ke Pulau Melayang?" tanya Gloria.

"Saya menunggu kabar dari Nona Nibelungen," balas Leiria. "Untuk sementara waktu, manfaatkanlah waktu ini untuk memulihkan diri, nak."

Leiria mengambil mangkuk makanan yang telah tandas dan membawa keluar nampan. Gloria menghentikan Leiria sebelum beliau sempurna pergi.

"Boleh saya melihat keluar?"

Leiria berpikir sejenak, "Sebentar, ya, setelah saya beres-beres, saya akan mengajak anda keluar melihat Kaldera yang sebenarnya."

Gloria menelan ludah. Ia ada di tanah Kaldera asli, pikirnya. Apa mungkin ia bisa menemukan jejak Kitab Takhta Tak Berguna di sedikit daerah yang bisa dijelajah? Seberapa banyak informasi yang bisa didapatkannya dari Leiria?

Beliau tampak terbuka, namun jelas beliau akan menutup topik ketika ada sebuah implikasi rahasia. Bagaimana pun juga, beliau adalah anggota Hitam, dan tugasnya di tanah asli Kaldera bukanlah sekedar menjadi 'penjaga' atau 'pesuruh'.

Gloria harus lebih berhati-hati memainkan kartunya. Inilah kesempatan emas yang telah ia tunggu-tunggu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro