Intermission 011: Perangai

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gloria akan kembali. Ia aman.

Kalimat itu tidaklah membuat tenang Muriel, walau Instruktur Lysander pun mengiyakan perkataan Madam Rook.

Setelah menjalani sidang kecil seputar penggunaan sihir, telah diputuskan untuk Lucia menerima hukuman sebagai tahanan rumah selama seminggu. Senjatanya akan disita oleh pihak berwajib, dan warehouse mereka akan kedatangan petugas yang memeriksa kegiatan Lucia setiap hari di jam-jam yang sudah ditentukan. Tidak ada ampun soal hukum pada siapa saja yang melanggar, walau sihir itu digunakan dalam keadaan darurat untuk menyembuhkan.

Mereka diantar kembali oleh Instruktur Lysander dan Sekretaris Rowena dikawal dengan satuan pengamanan khusus Pulau Melayang, sementara Lucia tidak boleh kemana-mana, artinya hanya akan ada Blair dan Muriel saja yang bisa mengumpulkan informasi dan melaksanakan tugas seperti biasa.

Absennya Gloria membuat Muriel sebagai komandan menjadi kepala skuadron sementara. Tugas komandan dalam skuadron kecil mereka ini sebenarnya tidak lebih dari dia yang memberikan arahan, ketimbang menjadi dia yang ikut bertugas di lapangan. Tetapi dengan kelompok kecil ini, tugas-tugas mereka nyaris disama ratakan mengingat waktu mereka yang tidak banyak.

"Aku nggak kebayang sih kalau jadi Eris—Ratu," tukas Blair, menghempaskan dirinya ke kasur. "Mereka cuma bertiga, dan Hana nggak ngerti sama sekali soal diplomasi. Iya sih dibantu sama Instruktur dan Matron, tapi beban mereka pasti lebih berat dari kita."

Kasur tingkat itu kini kosong satu tempat. Muriel yang mendapat kasur bawah berhadapan dengan kasur milik Gloria tertegun. Mereka sudah mematikan lampu dan bermaksud untuk segera beristirahat, tapi mereka bertiga malah terus mengobrol.

Lucia memohon izin untuk duduk di kasur Gloria, ia menatap lurus Muriel.

"Riel, kamu tidak menyalahkan dirimu sendiri, 'kan?"

Muriel tersenyum. "Aku pun bisa bertanya hal yang sama, Luce."

Blair melirik ke bawah. "Aku paham mereka dari Hitam katanya menyelamatkan mereka berdua yang jatuh tapi rasanya ahhhh!"

Blair melempar bantal ke arah bawah yang ditangkap Muriel. Ia lalu ikut turun dan duduk di samping Muriel setelah menyalakan lagi lampu.

Mereka sangat mengkhawatirkan Gloria, khawatir ia melakukan sesuatu yang di luar nalar untuk mendapatkan informasi mengenai E8. Ia sudah berjanji untuk lebih terbuka, namun mereka bertiga tidak habis pikir bahwa Gloria pun masih menyimpan 'luka' dari kejadian dua tahun silam yang mendorongnya untuk melakukan hal itu. Ya, dia memang selamat, tapi tidak dipungkiri segalanya akan jadi seperti ini.

Kondisi ini juga mungkin salah satu dari banyak kemungkinan yang mereka tidak dapat prediksi, terjebak dalam sebuah masalah yang melibatkan dua kubu besar Kaldera, dengan probabilitas bahwa informasi yang mereka cari dan tujuan mereka berkaitan dengan ini semua.

Muriel terdiam, sejenak berpikir. Saat ini Gloria sedang bersama seorang agen Hitam, dan Rook yang sudah dalam kondisi babak belur dihajar Lucia tidak akan bisa macam-macam. Gloria mungkin akan memanfaatkan ini untuk berkomunikasi dengan agen Hitam yang ditemuinya hingga ia bisa kembali ke Pulau Melayang.

"Saya rasa Gloria merasakan apa yang saya rasakan di hari itu ketika kami di Redcrosse," pungkas Lucia. "Kami hampir saja kehilangan seseorang di antara kita dan tidak bisa melakukan apa-apa. Saya kira Ann dan Gloria juga terus memikirkan hari itu."

"Harusnya aku bisa memaksanya sebelum bertindak sembrono, tapi sepertinya aku sudah salah." Muriel menggeleng-geleng. "Tapi mungkin Gloria tetap harus di ... hukum lagi."

"Riel, kalau kamu mikir begitu rasanya seram, ah," Blair mengibas tangannya. "Oh ya, omong-omong, apa sudah ada kabar dari yang lain?"

Muriel membuka terminal-nya, mengakses ragam data yang dipakai Kelas Sembilan untuk saling bertukar informasi sesuai dengan skuadron mereka. Laporan dari Kaldera kurang lebih sama dengan informasi mereka ke pusat di bulan lalu, sementara skuadron Lumis yang masih mencoba berkontak dengan Pusara belum membuahkan hasil berarti.

Sementara, di Aira ... mereka sepertinya cukup sibuk. Val hanya mencantumkan garis besar apa yang sudah mereka lewati dan akan menyelipkan dokumentasinya 'nanti' ketika mereka 'punya waktu'.

Muriel memperbesar layar untuk Blair dan Lucia lihat, terutama tentang Aira.

"Turnamen Sihir? Apaan itu?" Blair mengernyit. "Kayak Battle Royale yang dulu dicekoki oleh Instruktur saat kita pertama masuk sekolah?"

"Sepertinya begitu," Muriel menelengkan kepala. "Mereka menjadi semacam asisten pengajar, 'kan, di Aira? Kenapa mereka harus sampai ikut Turnamen kampus segala?"

"Jangan-jangan melihat Fiore dan Karen yang jutek bebek begitu mereka malah menimbulkan onar, terus mereka ditantang murid-murid sihir di sana dan mereka harus membuktikan diri mereka dengan..."

"Luce, gak gitu juga, deh," tukas Blair sebelum mereka makin keluar topik. "Asisten pengajar itu seperti apa, Luce?"

"Seingatku dari cerita Alicia sebelum kita berpencar, sih, mereka nantinya seperti membantu pengerjaan skripsi dan karya tulis," ketika menjelaskan itu, Blair berusaha menahan tawanya. Muriel menyenggol Blair hingga ia terjungkal ke sisi pangkal kasur. "Hei, jangan begitu. Mereka berempat, termasuk Alicia itu yang paling pintar di kelas, lho?"

"Pfft—aku percaya Fiore yang skornya tertinggi seangkatan dan teman sekamarku yang emang otaknya encer, juga ketua kelas, tapi aku suka lupa kalau mantan narapidana itu jago banget berhitung," Blair tetap ngakak. "Unik juga, ya, mereka meminta bantuan tenaga pengajar dari sekolah militer, dan sepertinya tidak cuma soal sihir."

"Saya kira di Aira akan lebih mudah karena kontinennya damai, tapi tugas mereka cukup melelahkan," Lucia mengangguk-angguk. "Sepertinya mereka menghadapi medan berbeda."

"Mengawasi pemilik Kitab? Yah, paling tidak Kitab dan pemiliknya bisa mereka ajak bicara, dan ... lihat kita. Kita sama sekali tidak mendekati pencarian kitab, kita malah lebih tahu kalau Kaldera ini ruwet." Blair mengangkat bahunya.

Walau Blair bilang begitu, Muriel merasa mereka sudah cukup mendapat banyak kepingan informasi setelah berbicara dengan Madam Rook, juga melihat Madam Rook mendemonstrasikan penggunaan Aether. Mereka bisa bertanya lebih lanjut soal Bangsa Urodela, alkemis Kaldera, nantinya ketika Gloria sudah kembali dan Lucia dibebaskan dari status tahanan rumah.

'Aether', sebuah 'sihir' yang juga 'buatan', konsep yang cukup aneh bagi mereka yang terbiasa dengan konsep menarik energi untuk digunakan dari garis ley. Dengan segala kekurangannya, tidak semua orang bisa memakai 'Aether', terkecuali seperti kata Madam Rook yang membuat wadah untuk menampung katalis itu.

"Blair, boleh saya minta Cincin Peri saya lagi?" Lucia mendadak bertanya.

"Ada apa?"

Blair segera mengambil kotak yang ia simpan di atas meja dan mengeluarkan Cincin Peri milik Lucia. Lucia tidak mengenakannya, tapi ia tampak melihat lapisan cincin dan batu bloodcalyx yang tersemat di sana. Setelah beberapa lama, ia seperti yakin.

"Blair, coba kamu periksa Cincin saya. Saya merasakan sesuatu yang aneh ketika tadi mencoba sedikit menutup luka Lianna."

Blair menangkap cincin itu. Muriel di sampingnya bergeser mendekat. Blair melihat cincin itu lamat-lamat, begitu juga Muriel. Muriel tidak melihat ada yang aneh dari cincin itu, tapi sepertinya Blair menangkap sesuatu yang berbeda.

"Massa-nya berubah ... aneh sekali," tukas Blair, ia lalu melakukan transmutasi pada Cincin Peri milik Lucia. Matanya terbelalak. "Ah, benar, ada sedikit impuritas. Biar aku pisahkan sebentar dengan tungku!"

Muriel ikut beranjak, ia lalu mengulurkan tangannya pada Lucia. "Bagaimana kalau aku membuatkan kalian susu hangat sambil kita menunggu?"

🛠

Menurut Blair, teknik yang digunakan para alkemis untuk menilai suatu benda dinamakan sebagai 'penaksiran'.

Segala benda dapat ditaksir oleh para alkemis yang telah bekerja dengan banyak sekali materi, baik itu murni maupun campuran. Alkemis ahli akan dengan mudah membedakan berat kotor, berat bersih, dan perkiraan komposisi campuran, hanya dengan sekali melihat benda itu. Setelah material itu ditaksir, alkemis kemudian dapat segera memetakan cara untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap benda tersebut; bisa dengan pemurnian atau teknik-teknik lainnya seperti transmutasi, duplikasi, dekantasi, disintegrasi dan sebagainya (Blair tidak menjelaskan hal ini karena terlalu merepotkan, katanya).

Blair sudah mampu melakukan hal itu, tapi menurutnya 'dia tetap bukan apa-apa' dibanding orang-orang di kampungnya.

Bangsa Chevalier mungkin telah mengasingkan diri di Angia setelah kegagalan mereka di Spriggan, namun mereka tetap eksis dan mengajarkan alkimia secara turun-temurun ke generasi penerus mereka. Bangsa Urodela, di lain pihak, sama sekali tidak terekam jejaknya di Kaldera. Apa bangsa ini ternyata sudah dimusnahkan atau dilenyapkan, padahal mereka mampu membuat katalis untuk melakukan 'sihir' serupa Aether.

Muriel dan Lucia merasa kini sering melihat bagaimana Blair bekerja, dan kini paham mengapa ia bersikeras kalau alkimia bukan sihir. Proses seorang alkemis bekerja selalu melalui tahapan-tahapan tertentu dengan instrumentasi yang bisa saja sederhana atau rumit, juga mengikuti kalkulasi dan logika perkiraan, tidak seinstan sihir yang mampu menyederhanakan proses dari A menuju B.

"Kelas Sembilan itu darurat rasa percaya diri, ya, tidak cuma Luce saja." ungkap Muriel seraya menyesap susu hangat.

"Eh? Begitukah? Saya juga termasuk darurat?"

"Kamu bisa mengontrol tiga pedang, Luce," Muriel mengingatkan lagi. "Blair mengaku dia masih jauh dari handal, tapi dia tidak pernah ragu untuk memilih proses yang dikerjakannya."

"Itu apinya besar sekali, apa gudang ini tidak akan kebakaran?"

"Pertanyaanmu kreatif juga, Luce."

Setelah beberapa saat menanti dan tidak mengganggu. Blair kembali membawa sebuah tabung kaca yang tertutup rapat. Di dalam vial kaca itu ada sebuah cairan berwarna keperakan yang terpisah dengan cairan lain di dalam tabung.

"Ini yang sudah tercampur di Cincin Peri-mu, Luce. Ini adalah hydrargyrum!" pekiknya bersemangat. "Logam ini langka, lho. Di Angia saja tidak ada tambang hydrargyrum!"

"Bisa kamu jelaskan dengan bahasa yang orang awam pahami, Blair?" pinta Lucia, ia menyerahkan cangkir susu milik Blair ketika dia ikut duduk-duduk di dapur, vial itu seperti barang berharga untuk Blair.

"Oh, ya, biasanya kita tahunya ini disebut raksa, ya?" tukas sang alkemis. "Raksa yang ada di Angia tidak murni. Hydrargyrum yang baru saja kuekstraksi ini kadarnya murni sempurna. Indah sekali! Sayang tapi ini terlalu sedikit untuk dipakai."

"Jadi saat Lucia menyembuhkan Lianna, Cincin Peri-nya menangkap residu hydrargyrum pada wanita itu?" simpul Muriel.

Realisasi itu membuat mereka bertiga tertegun. Cairan perak ini sepertinya mirip dengan apa yang digunakan Madam Rook sebagai katalis Aether di tabungnya. Namun bila residu hydrargyrum ada pada Lianna, dan Madam Rook tidak pernah menggunakan Aether sama sekali saat di Level 3, dari mana hydrargyrum yang ada pada Lianna berasal?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro