Part 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sakit.

Tuhan tolong izinkan aku mencintai dia cukup dalam sekejap.

Rizkia hanya bisa memeluk erat tubuh Pandu saat menuju rumah Rizkia.
Pandu mengendarai motor dengan sangat hati-hati karna dia khawatir akan kondisi Rizkia saat ini, apa penyakit Rizkia sebenernya? Sampai-sampai seperti ini Pandu bergelut dengan pikirannya sendiri.

Sesampainya dia dirumah Kia, bunda langsung menghampiri mereka berdua "Rizkia? Masuk nak, ibu bilang jangan sekolah tadi ayo ke kamar," tutur bunda dengan khawatirannya, dan langsung membawa Rizkia kedalam kamar dengan di gendong ala bridal style dan diikuti oleh bunda dibelakang.

Rizkia telah istirahat di kasur queen size nya itu sebelum Pandu meninggalkan Rizkia dia mengusap kepala Rizkia sambil bicara "Istirahat ya", setelah Pandu dan bunda meninggalkan Rizkia di kamar, dia memohon kepada Bunda agar tidak memberitahu Pandu tentang penyakit nya itu, demi kebahagiaan putri satu satunya, dia mengikuti kemauannya.

Sebelum Pandu balik ke basecamp dia sempat bertanya kepada bunda.

"Bunda, sebenarnya Rizkia sakit apa?" Tanya Pandu dengan canggung, Bunda kia hanya tersenyum dan bilang "Kia masuk angin sayang, ini kan masih jam sekolah mending ke sekolah lagi, Kia udah gapapa kok, jangan bolos ya" Pandu hanya mengangguk lalu mencium punggung tangan Bunda sambil pamit meninggalkan rumah Rizkia.

Keadaan Rizkia saat ini lemah, dia hanya berbaring di kasur, entah kenapa penyakit nya ini harus kambuh lagi, lalu pengobatan 3 bulan kemarin? Rizkia hanya melamun bagaimana orang yang dia sayang bersedih karena penyakitnya.

Di kelas Viena mengkhawatirkan keadaan Rizkia, apa Pandu menjaga nya atau malah sebaliknya.

Bel pertanda jam pelajaran telah usai pun berbunyi Viena bergegas membereskan alat tulis miliknya dan langsung menuju gerbang sekolah karna dia akan menjenguk Rizkia dan ingin tahu mengapa Rizkia tiba-tiba seperti ini.

Saat telah sampai di gerbang rumah Rizkia, dia mengetuk pintu dan keluar wanita paruh baya yang awet muda

"Assalamu'alaikum tante, Kia nya ada?" Tanya Viena canggung karna pertama kalinya dia kerumah Rizkia, Viena mendapatkan alamat rumah Rizkia diberitahu oleh Pandu karna setelah pengobatan kemarin tidak ada yang tahu rumah Rizkia dimana.

"Waalaikumsalam, ada, ini siapanya Rizkia? Tanya Raisa ibunda Rizkia

" A- aku temennya Rizkia tante" Viena yang takut karna nada suara Raisa yang jutek

Raisa tersenyum lebar saat dia tau Viena adalah temannya, karna selama ini Rizkia pernah ditinggal teman dekatnya saat Rizkia masih kecil"oh temennya sini masuk na, Rizkia tadi ada habis makan obat diatas,  ke kamarnya aja," dengan ramah dan sangat senang, Raisa senang karna Rizkia diipertemukan dengan orang-orang baik yang sayang terhadapnya.

Cleek,

pintu kamar Rizkia terbuka dan Viena melihat Rizkia sedang memainkan handphone nya itu.

"Bukannya istirahat malah main handphone, nunggu chat Pandu ya? Goda Viena yang langsung masuk ke kamar Rizkia tanpa salam.

" Ih apasi, masuk tu salam dulu Viena" Raut wajah Rizkia yang menggemaskan

Viena menggenggam tangan Rizkia dan menatap wajah imutnya itu sampai Rizkia bingung kenapa Viena seperti itu, Viena tersenyum menahan air mata yang akan jatuh di pipinya dan dia mengucap "Kenapa lo? sebenarnya lo ini sakit apa? jangan buat gua khawatir kayak gini kia, penyakit bukan main main lo Ki, apa penyakit lo parah ya Ki sampe kita semua gatau? Gua sahabat lo Ki, gua gamau lo kayak gini,gua ga dianggap sahabat sama lo?" Tanpa disadari air mata jatuh di pipi Viena membuat Rizkia merasa bersalah karena Viena tau penyakit yang dia rasakan saat ini.

Rizkia hanya tersenyum dan mengusap pundak Viena agar dia tidak menangis lagi lalu Rizkia mengatakan  "kamu sahabat aku Vi, aku sayang sama kamu, cuman untuk ini biarin aku yang tanggung Vi, maaf Vi aku gamau kamu sedih kayak gini gegara aku Vi, lagi pula Vi penyakit ku ga parah kok ini masuk angin biasa", lirih Viena dengan senyuman penuh kepalsuan.

Viena hanya bisa diam mendengar alasan yang Rizkia dan berpura pura percaya kepada Rizkia bahwa penyakitnya memang tidak separah yang ia katakan, tapi Viena yakin penyakit Rizkia bukan penyakit biasa.

Rizkia dan Viena tersenyum saling menguatkan satu sama lain.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp