💕Show & Tell dalam Romance

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Materi: SHOW & TELL DALAM ROMANCE
Waktu: Senin, 17Juni 2019 pk. 19.00 WIB
Tutor: Kak Fany mooseboo
Notulis: Ifa_Iffah
Moderator: MiaRoseLiiii

💕💕💕

Malam semua. Kenalin nama aku Fanny. Mungkin buat kalian yang sering main di Wattpad lebih kenal dengan nama aku mooseboo ya.

Yang Alhamdulillah juga dari 3 tahun ini udah bikin 5 cerita. Maklum nyambi kerja, Tsay. Hahahaha. Hm... kebetulan sebagai Social Media Strategist di Digital Advertising

💞 Materi 💞

Selama ini kita pasti sering dong dengar teknik show & tell di dunia kepenulisan. Sebenernya apa sih Show & Tell itu? Nggak ribet cuma cukup bikin otak mumet. hehehe.

Pertama kita kenalan sama teknik show dulu kali, ya. Kayak namanya, Show itu berarti memperlihatkan. Jadi, bisa dibilang teknik-teknik ini digunakan untuk menggambarkan kondisi, suasana, keadaan, atau mungkin karakter salah satu tokoh dari sudut pandang orang lain/sudut pandang penulis tetapi dari dalam cerita.

Agak ribet ya?

Nanti aku kasih contohnya.

Sebelumnya, kenalan dulu sama sohib si Show ini, yaitu Tell.

Nah, si Tell ini kebalikan dari Show. Makanya ada istilah "Show, don't tell" dan "Tell, don't Show". Sebab, keduanya nggak bisa ada di satu kalimat bareng.

Karena si Tell ini, teknik kepenulisan yang langsung bilang ke pembaca mengenai suatu keadaan, ciri fisik, atau kondisi dari semua elemen yang ada di cerita. Istilahnya straight forward lah.

Sebentar aku kasih contohnya dulu ya biar kalian tahu bedanya.

------------
Show: Aku merasakan mataku mulai berat.

Tell: Aku mengantuk.
--------------
Show: Tanpa sadar, sesuatu yang cair sudah menumpuk di pelupuk mataku.

Tell: Aku ingin menangis.
---------------

Nah kira-kira kayak gitu.

Nah, dalam romance penting banget nih teknik ini

Kenapa?

Kan romance itu identik sama rasa, sama feeling, atau hati, ya kan?

Jadi, kalau teknik ini sampai salah digunain, pembaca jadi kurang bisa merasakan "rasa" apa sih yang mau kalian bagi di cerita kalian.

Atau rasa apa yang mau pembaca kalian terima dari cerita yang kalian buat.

Apakah itu rasa sedih, bahagia, patah hati misalkan ....

Makanya penting banget kita buat pelajarin si teknik show & tell ini. Tetapi karena ini soal rasa, jadi bisa dibilang cukup ribet seperti yang aku bilang di awal.

Makanya paling aku mau kasih beberapa tips buat kalian yang misalkan pengen praktekin teknik ini ke cerita kalian.

1. Banyak baca novel. Ini penting! Selain buat memperbanyak kosakata, baca novel juga buat kamu paham kapan show itu baik digunain atau kapan tell digunain.

2. Tulis aja dulu apa yang ada di otak kamu. Masalah EBI berantakan, atau kalimat bertele-tele abaikan aja dulu. Setelah itu tinggal kamu sunting. Kayak yang Lubna bilang di cerita aku yang "Katanya Dongeng Soal Cinta", persetan dengan EBI tulis aja dulu apa yang di kepala berikan dulu ruhnya, baru setelah itu tinggal kita sunting.

3. Jangan takut salah, kritik, dan terus belajar. Menulis itu kayak proses belajar, bisa dibilang kayak kegiatan seumur hidup. Orang nggak mungkin dong nggak nulis .... walaupun ada yang sekadar nulis buat kirim I love you ke gebetan atau nulis status galau di media sosial. Gitu ....

Oh iya, mungkin kalau aku prbadi ada beberapa saran kapan & bagaimana teknik ini biasanya aku lakuin.

Sebentar satu lagi ya ....

Buat teknik show, biasanya aku lakuin buat bangun suasana. Entah itu suasana romantis, sedih, bahagia, ataupun kecewa, pokoknya waktu/kondisi yang mau aku bangun di latar belakang salah satu scene. Hal ini aku buat suapya dialog yang nanti diucapkan tokoh jadi makin terasa hidup.

---♥ Pertanyaan dan Jawaban ♥---

1.
Tanya: a. Untuk perasaan lebih baik pakai show atau tell?

Misal:
a. Aku sedih sekali (tell).
b. Tak pernah kurasakan seperti ini. Melihatnya berduaan dengan sahabatku tiba-tiba saja dunia yang kupijak runtuh. Tega sekali dua orang yang kusayangi mengkhianati. (show)

b. Lalu, Kapan memilih adegan itu memakai show dan tell. Kalau kebanyakan show takut pembaca bosan.

Jawaban:
a. Nah, ini yang kadang penulis suka bingung. Sebenarnya balik lagi ke basic dari cerita, ada dialog & ada narasi. Jadi, kalau kita bisa main di sini.

Contoh, ya.

Narasi: Tak pernah kurasakan seperti ini. Melihatnya berduaan dengan sahabatku tiba-tiba saja dunia yang kupijak runtuh. Tega sekali dua orang yang kusayangi mengkhianati.

Dialog: "Aku tidak paham kenapa dia bisa mengkhianatiku sekeji ini," lirihku mengamati dua orang manusia yang tertawa di ujung lorong sana.

Jadi, kamu tetap bisa pakai show, tetapi berbeda jenis atau untuk sesuatu adegan yang nggak punya pengaruh gede buat cerita, kamu cukup pakai tell aja. Biar cerita lebih padat & nggak bertele-tele.

b. Kalau perasaan itu penting buat cerita atau punya dampak buat alur, kamu bisa kasih show. kalau enggak tell aja.

Kita juga harus hemat kata, Tsay. Kan kalau masuk ke dapur penerbitan halaman terbatas.

2.
Tanya: Kakak punya rumus buat teknik show don't tell ndak?

Jawaban:
Tips buat nulis show kalau aku, ya ....

Gunain panca indra dan bayangin kamu lagi ada di tempat itu bareng si tokoh.

Ibaratkan kamu itu orang lewat gitu pas lagi ada adegan si tokoh ....

Setelah itu kamu rasain dengan panca indra apa yang ada di sana.

Contoh nih ....

----------------------
Malam itu hujan turun dengan derasnya di luar sana. Dia tiba-tiba menerobos masuk. Aku terperanjat. Lebih-lebih saat aku mengamati ada yang berbeda darinya. Mata lelaki itu memerah, sementara giginya bergemeletuk menahan kecewa. Entah apa. Yang aku tahu aku, tubuhku gemetar hanya dengan saling tatap seperti ini dengannya.
-----------------------

Mungkin kayak gitu kali, ya.

Rasakan & lihat.

3.
Tanya: Pernah suatu kali saya belajar show dengan seorang teman yang pernah ikut kelas berbayar. Jadi misalnya:

Tell: Jakarta di musim hujan.

Lalu saya bertugas untuk membuat narasi shownya. Saya coba dengan menjabarkan bagaimana suasana Jakarta di musim hujan, tetapi di sana saya tetap memakai nama Jakarta.

Menurut yang mengoreksi itu kurang tepat dan seharusnya mengganti Jakarta dengan deskriptif lain yang bisa menggantikan kata Jakarta itu. Apa memang wajib seperti itu, Kak?

Jawaban:
Wajib sih nggak. Kalau dalam praktiknya, show bisa beragam. Mungkin karena di seminar itu khusus show, si pembicara maunya kita show secara kesuluruhan. Beliau mungkin mau tahu sejauh mana teknik show dipahamin.

Kalau kita mau tulis, di jakarta itu bla... bla... bla... it's okay.

Karena kalo udah di cerita atau naskah kan semua teknik tadi jadi blur, jadi satu kesatuan. Yang terpenting pembaca bisa tahu alur cerita dan pesan yang disampaikan enggak ada yang kelewat.

4.
Tanya: Menurut Kak Fanny, apabila satu cerita terlalu banyak show atau tell-nya, itu gimana? Apakah ada risiko cerita tersebut bisa membosankan atau berbelit? kadang ada cerita yang satu chapternya kayak 80% narasi 20% dialog gitu. Ada takaran kah proporsi yang pas antara show dan tell itu?

Jawaban:
Membosankan atau berbelitnya tergantung diksi yang kita bikin.

Contohnya: Harry Potter. Itu buku hampir ribuan halaman ngalahin buku skripsi kan tuh .... Namun, nyaman-nyaman aja kan dibaca.

Jadi, kalau kamu merasa bisa mainin diksinya, tempatin show di narasi.

Kalau merasa aduh ... Jangan deh. Nanti pembaca bosen. Taruh aja show-nya di dialog.

Masalah takaran. Enggak ada kayaknya. Karena menulis itu kan seni ya, enggak ada batasan baku buat tentuin show harus berapa persen atau tell berapa persen.

Diksi juga harus benar-benar kaya. Makanya di tips aku sebut buat sering baca novel.

Selain itu, kita harus peka. Saat baca ulang harus bisa nilai ini bagus atau membosankan atau berbelit.

Makanya tiap naskah yang aku buat enggak seratus persen sama dengan yang aku kasih ke penerbit. Karena pasti aja ada yang "aneh-aneh" nyempil.

Makanya kita beruntung loh ada wattpad. Kita jadi tau gimana sudut pandang pembaca sama naskah kita sebelum kirim ke penerbit.

Makanya .... Tiap kritik atau saran pembaca terima aja. Kalau bener ya diterima & direvisi. Kalau enggak ya cuekin.

5.
Tanya: Misal yang mau kita ungkapkan itu berupa deskripsi non perasaan, ada tips khusus nggak supaya jatuhnya nggak seperti deskripsi kaku? Bisakah disisipkan semacam dialog di antara dua atau lebih kalimat show yang dipakai?

Jawaban:
Aku ada contohnya.

--------------
Hanya butuh waktu kurang dari dua puluh menit berjalan kaki ditambah menaiki beberapa tangga, mereka tiba di sebuah dataran tinggi dengan pemandangan cakrawala yang membentang sepanjang mata memandang.

Awan-awan berbagai bentuk berarak di atas bukit hijau pada kanan dan kiri mereka. Kabut tipis pun ikut unjuk kebolehan dengan bergerak dari atas bukit ke bawah. Mengingatkan Lubna akan aliran air terjun.

Namun, Lubna pikir tidak lagi jadi indah bila melongok ke jurang nun jauh di bawah kakinya. Perempuan itu sampai-sampai bergidik ngeri membayangkan bila dirinya harus terhempas ke sana.
--------------------

(Katanya ini dongeng soal cinta)

Lagi-lagi soal melihat & merasakan.

Dialog pun bisa. Contohnya:

---------------------
Hanya butuh waktu kurang dari dua puluh menit berjalan kaki ditambah menaiki beberapa tangga, mereka tiba di sebuah dataran tinggi dengan pemandangan cakrawala yang membentang sepanjang mata memandang.

Awan-awan berbagai bentuk berarak di atas bukit hijau pada kanan dan kiri mereka. Kabut tipis pun ikut unjuk kebolehan dengan bergerak dari atas bukit ke bawah. Mengingatkan Lubna akan aliran air terjun.

"Nu, sakit kali ya kalau kita sampai jatuh dari sini?"

Janus mendelik. "Lo pikir aja sendiri."
-------------------------

Jadi sebenarnya teknik show ini bisa digabungkan entah itu narasi aja atau dialog & narasi.

Seperti ciri fisik juga bisa disebut tell.

Ibaratnya kayak pdkt baru nembak show itu. Kalau tell nembak gak pdkt.

Dua-duanya oke. Cuma rasanya kan beda.

Enggak semua yang langsung jadian jadi awet atau yang pedekate lama bisa jadian.

Oh iya kalau ciri fisik itu contohnya seperti ....

----------------
Namanya Dylan. Dia itu anak mamah. Setiap hari selalu membaw bekal ke sekolah, berpakain rapi, dan tidak pernah telat makan bekal yang dibawa dari rumah.
-----------------

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro