Memilih Segmen Pembaca Untuk Ceritamu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Menentukan Segmen Pembaca Novel Kita
O

leh: Handi Namire

Kali ini, Kampus AWAN membawa Kak Handi Namire yang karyanya terpampang di toko buku Gramedia. Mungkin pada gak asing, dong, sama penulis yang satu ini. Sekarang pun, beliau aktif di storial dan wattpad.

Tak kenal maka tak sayang. Kalimat itu pasti sudah tidak asing lagi, 'kan?

Sebelum masuk materi berjudul, Memilih Segmen Pembaca Untuk Ceritamu, maka kita berkesempatan untuk berkenalan dulu, nih.

Sebelum menyapa beliau, mungkin ada baiknya tahu dulu karya-karya kecenya Kak Handi.

📕 Karya terbit:
- Marriage With Benefits
-  Seventeen Once Again
- Scarf's Rhapsody
- Ruang Hampa Prada
- Pieces of Us

Tambahan aja, ada dua novel premium saya yang sudah tamat di storial:
- A Little Dangerous Thing Called Love
- Dear Manager

On going:
- Petra's Palette

Bagi yang pengen cari bacaan novel digital, boleh lho melipir ke storial

Yang mau mutualan boleh melipir ke IG @handinamire dan twitter @zachira

Kalian mungkin ada yang baru mulai nulis atau sudah lama nulis tapi masih nggak paham akan menargetkan segmen pembaca yang mana? Menentukan segmen itu seru-seru ribet meski bukan pr yang gimana-gimana. Tentu, tugas penulis ya nulis, tapi tanpa ada pandangan jelas tentang segmen, kayak jalan di jalanan aspal tapi gelap. Mulus sih mulus jalannya, tapi jadi nggak bisa lihat apa yang bisa kita temukan sepanjang perjalanan. 

Menentukan segmen ini erat kaitannya supaya novel kalian lebih mudah dikenal dan menjangkau pembaca.

Kenapa penentuan segmen pembaca jadi penting:

1. Supaya penulis memahami kapasitasnya

2. Lebih cepat pembaca menemukan cerita kita

3. Lebih mudah menembus penerbit mayor

4. Lebih fokus saat menulis

5. Menjadikan penulis setia pada satu genre dan segmen

°°°

1. Supaya penulis memahami kapasitasnya

Segmen ini berkaitan erat dengan genre juga. Biasanya kalau kalian menulis dengan sudah menemukan genre yang dimau akan lebih mudah memperkirakan segmen pembaca mana yang akan menerima tulisanmu. Tapi sebelum lanjut, pastikan dulu kamu menyadari kapasitasmu sendiri sebagai penulis:

Misal: penulis dewasa bisa menulis cerita anak-anak, tapi sebaliknya penulis anak-anak (atau belum dewasa) sebaiknya tidak menulis cerita dewasa.

Bukan nggak boleh, tapi sebaiknya tunggu sampai usia kamu cukup dewasa buat menuliskan konflik yang belum kamu alami. Karena sejatinya sebuah cerita yang baik itu believable.

Mampu meyakinkan pembaca seolah-olah pembaca mengalaminya sendiri, mengamini ceritamu. 

Dan ini sulit kalau penulisnya belum memahami emosi orang dewasa apalagi nulisnya pake adegan dewasa :p

Aduh, aduh buat para dedek-dedek, nulis dewasanya ntar ntar dulu yee .... Bayangin deh kalau pembaca kamu lebih dewasa dan tahu penulisnya masih bau kencur nulis tentang konflik pernikahan (dan ini kelihatan lho kalau pembaca jeli) yang ada mereka sebel karena merasa dikuliahin tentang pernikahan sama anak abege, ya nggak?

Padahal konflik orang dewasa secara emosional membutuhkan kedalaman untuk bisa menuliskannya secara netral dan tidak biasa. Ini yang sulit dilakukan penulis yang masih sangat belia.

Sebaliknya, menulis cerita anak juga nggak sembarangan lho. Meski penulis dewasa juga pernah mengalami jadi anak-anak, tapi secara emosional, psikologi mereka telah berada di titik dewasa. Jadi, untuk yang menargetkan segmen anak-anak, pahami psikologi anak dan tentukan nilai moral yang perlu diketahui si anak sebagai pembaca. Jangan semua-semuanya disodorin ke anak.

Cara berpikir anak itu sederhana, maka dari itu gunakan bahasa sederhana dan muatan yang juga sesuai dengan pemahaman mereka 

2. Lebih cepat menemukan pembaca untuk ceritamu

Kalau kita sudah tahu segmen apa yang kita tulis, lebih cepat pembaca menemukan ceritamu. Misal di platform penulisan, kamu nggak perlu mikir untuk menggolongkan jenis segmen misal teenlit, young adult/new adult, chicklit atau novel dewasa, horror, thriller dll. Karena segmen sudah menempel di kepala, pilihan genre tentu bakal lebih mudah.

Pembaca yang menggemari cerita yang punya segmen tertentu juga umumnya akan mendapatkan rekomendasi di segmen yang sama (misal: wattpad).

Dengan memilih segmen spesifik untuk cerita kita, artinya kita sudah memilih 'arena bermain'. Dalam hal promo juga misalnya, kalau kita lebih suka nulis cerita remaja ya untuk jaring pembaca ya, hashtagnya sesuai cerita remaja dan ngikutin apa yang jadi selera mereka, baik musik, gaya hidup, dan tren kekinian sekaligus memahami platform media sosial yang sering digunakan remaja. Demikian juga sebaliknya.

3. Lebih mudah menembus penerbit mayor

Yup, segmen yang jelas lebih disukai saat naskahmu sedang diseleksi untuk terbit di penerbit mayor. Karena tiap penerbit memiliki kecenderungan yang berbeda.

Misal:

penerbit A: lebih menyukai sastra

penerbit B: Menyukai cerita khusus perempuan

penerbit C: Menyukai cerita remaja

penerbit D: Menerbitkan buku anak-anak

Kalau kamu penulis cerita remaja sudah pasti akan memilih penerbit C bukan? 

Ini penting menghindari naskahmu salah sasaran. Karena sebagian besar problem naskah ditolak adalah 'naskah tidak sesuai dengan misi penerbit'

Untuk penerbitan juga, selain memahami segmen naskah kita, pahami juga karakteristik penerbit. Misal ada penerbit yang menerbitkan teenlit tapi tidak terlalu ketat untuk urusan konten ada juga penerbit yang meski menerbitkan teenlit, tapi konten juga diatur seperti ceritanya dipilih yang mendekati religius, tidak ada LGBT, bahasa tidak vulgar dll. Sekali lagi supaya naskah kita nggak salah sasaran.

4. Lebih fokus saat menulis

Segmen yang jelas membuat pikiran lebih fokus dan nggak kelayapan ke mana-mana. Ini akan membantu proses penulisan supaya lebih cepat dan cerita nggak bertele-tele. Misal kalau segmen remaja ya umumnya tema yang ditawarkan ya percintaan remaja, pencarian jati diri, problem orang tua, persahabatan, ujian sekolah, OSIS, ekskul, passion/bakat dan seputar dunia remaja. 

Nggak yang tiba-tiba nyebrang urusan problem pernikahan, problem rumah tangga, utang, dkk.

Boleh saja ada isu-isu 'berat' dalam cerita remaja, tapi sebaiknya fokus tetap di tema-tema yang meremaja. Karena meski tokohnya remaja, kalau muatannya terlalu dewasa dan berat pun jatuhnya sudah bukan lagi cerita remaja.

Demikian juga sebaliknya, saat menulis cerita dewasa ya mainkan konflik seputar orang dewasa. Konflik psikologis terutama apa yang menjadi cerita dewasa disukai. Luaskan perspektif kita saat menulis tema yang dekat dengan orang dewasa.

Kalau masih belum mampu, ya tahan dulu. Jangan nulis cerita dunia orang dewasa. Ibarat saya yang orang dewasa juga ogah kalau baca cerita dewasa tapi muatannya cuma cinta putus nyambung tanpa ada kedalaman emosi dan konflik.

5. Menjadikan penulis setia pada satu segmen/genre

Apa boleh kita menulis beda segmen untuk novel yang berbeda? Tentu boleh. Hanya saja, jika bisa ... disarankan untuk tetap di satu jalur. Karena untuk menekuni satu segmen saja butuh pemahaman yang tidak sedikit. Lebih mudah kalau kita memilih satu segmen yang pas dengan visi penulis, value dan selera penulisan tersendiri.

Memudahkan penulis berkembang lebih baik melalui tulisannya. Dengan setia di satu segmen urusan promo jadi lebih tepat sasaran dan menguatkan position penulis dengan lebih banyak engagement untuk hal-hal yang sesuai dengan segmennya.

Pada akhirnya, penulis sendiri yang harus branding diri mereka. Dengan memilih satu segmen, kamu sudah menentukan siapa saja pembacamu. Apa yang mereka minati, apa problem yang dekat dengan keseharian mereka, dll. Dengan sendirinya kita menempatkan diri sebagai sosok yang dekat dengan dunia mereka.

Kalau sudah seperti ini, saat nanti buku terbit, promo jadi lebih mudah karena bahasa promonya tidak lagi 'hey, ayo dong beli buku aku!' melainkan pendekatan soft selling dengan mengemukakan isu-isu yang kamu angkat sebagai daya tarik di novel kita.

•• QnA ••

1. Kak, cara bikin cerita yang menarik dong kak, beda dari yang lain gitu. Soalnya aku sering baca cerita Teenfic yang alur ceritanya selalu sama dan gampang ditebak.

Nah, karena kamu udah tahu mana aja cerita teenfic yang kamu anggap ceritanya sama dan gampang ditebak, paling nggak kamu paham kalau tema itu membosankan.

Bikin aja cerita yang kamu suka. Meski remaja, tema cerita itu banyak lho. Nggak mulu cinta-cintaan atau tawuran. Ada banyak hal yang dieksplor, pencarian jati diri, konflik orang tua, perbedaan kultur budaya, lokalitas, ekstrakurikuler, passion remaja dan masih banyak lagi. Intinya sih, coba eksplor dengan banyakin baca. Terus juga update dunia remaja yang konfliknya dekat dengan dunia mereka.

2. Kak, aku kan lebih sering nulisnya itu teenfict atau teenlit gitu, ya. Lalu aku lagi rencana untuk buat cerita dengan genre lain, antaranya fantasi sama sci-fi. Tapi kan, menurut poin terakhir, sebaiknya gak jauh-jauh dari cerita sebelumnya, ya. Nah, menurut kakak itu lebih baik niatku pindah genre ini diurungkan saja atau gimana, kak?

Bedain segmen dengan genre, ya. Segmen itu ya pasar/target pembaca ceritamu. Kalau genre cerita, ya, lain lagi. Mungkin maksudnya, sebelumnya kamu nulis cerita teenfic itu genre romance gitu kah? Terus mau ubah haluan ke fantasi sama sci-fi?

Kalo aku, sih, begini. Kalau hanya untuk belajar nulis dan eksplor skill nulis, sih, boleh-boleh aja. Dan itu sama sekali gak dilarang kok. Cuma masalahnya di branding aja, kamu bakal kesulitan kalau pembacamu terbiasa dengan cerita romance terus tiba-tiba sci-fi. Agak repot aja nyari pembaca lagi. Gitu aja, sih.

Ambillah contoh saya, nulis di platform pembaca saya adalah dewasa karena nulis metropop, chicklit, dll. Tiba-tiba di penerbit mayor (karena menang lomba) saya nulis cerita young adult yang masuknya lini remaja. Serius, promonya susah dan saya agak nyesel mendua di segmen yang berjauhan. Haha...

3. Kak, apakah dengan memilih segmen pembaca juga mempengaruhi gaya tulisan kita sendiri? Untuk saat ini segmen pembaca Kak Handi Namire apa?

Di platform saya penulis novel dewasa (metropop/chicklit). Di penerbit mayor, saya menulis untuk lini remaja karena berawal dari lomba gwp yang segmennya teen/YA.

Apakah berpengaruh ke gaya tulisan? Berpengaruh banget. Kalau fokus di remaja udah pasti gaya bahasa yang diminta yang luwes dan cair, terutama dialognya, ya.

4. Cara kita tahu visi misi penerbitnya itu gimana kak?

Berarti kalau kita udah menulis genre remaja, fokusnya ke  situ ya, Kak? Enggak ke lainnya gitu ya, kak?

Cara tahu visi penerbit ya kulik aja dalamnya dari buku-buku yang pernah diterbitkan. Mau nggak mau kita mesti keluarin effort dan skill "stalking" penerbit.

Bisa lewat medsos-nya dan datang ke gramedia dan lihat sendiri segmen/genre yang jadi prioritas penerbit tersebut.

Kalau cerita kamu emang ditargetkan untuk remaja ya usahakan konfliknya ya dekat dengan dunia remaja, ya. Kalau konfliknya bergeser jadi hal-hal yang nggak meremaja, jadinya bukan novel remaja lagi. Melainkan novel untuk segmen dewasa yang tokohnya remaja.

5. Saat kakak awal menentukan segmen susah gak, sih? Gimana cara kakak bisa mantap sama segmen yang sudah kakak pilih? Lalu saat kakak tiba-tiba dapat ide yang melenceng dengan segmen yang sudah kakak tentukan gimana? 

Kebetulan saya lebih mengkhususkan diri sebagai penulis romance karena sejujurnya segmen saya terbelah (jangan ditiru hahaha) antara dewasa dan remaja. Kayak yang saya bilang, di platform saya nulis segmen untuk perempuan dewasa (chicklit), di penerbit cetak editor lebih suka saya menulis cerita remaja.

Sumpah, promonya agak susah karena segmen terbelah ini bikin saya nggak fokus branding. Makanya saya saranin (meski nggak dilarang juga) supaya kalian setia pada satu segmen biar memudahkan kalian buat promo.

Ide gak mungkin melenceng sih. Misal saya dapat premis cerita remaja, ya, udah tahu tokohnya remaja dan konfliknya gak jauh-jauh dari dunia remaja.

Pembacaku banyakan penyuka novel chicklit dan metropop, sekalinya nerbitin young adult yang masuk lini remaja, boro-boro dibaca. Jadi kalau kalian menjaring pembaca via platform, lebih disarankan ambil satu segmen dan mainkan/fokus di situ. Itu kayak arena bermainmu. Semakin kamu fokus, makin ketemu hal baru dan bisa dijadikan ide.

Genre sama segmen beda. Segmen itu target pembaca, range usia. Genre ya jenis tulisanmu, romance, horror, thriller, fantasy, dll.

Kalau ditanya penulis genre apa, ya silakan aja sebut satu genre yang utama di novelmu misal romance. Sekalipun ada action, atau thriller-nya, kalau tetap dominan romance ya namanya penulis romance.

6. Tadi sempat baca penjelasan Kakak, kalau biasanya kita ambil segmen yang mengarah ke remaja, itu narasi atau gaya bahasanya sebisa mungkin dibuat cair atau mengalir. Nah cara buat narasi yang mengalir itu gimana, sih, Kak? Minta tipsnya hehe. 😁

Nah, tips biar ngalir, khususnya dalam dialog itu saya pernah disarankan sama editor untuk bacain dialognya keras-keras. Kalau berasa aneh dan nggak kayak percakapan yang natural, ya edit lagi jadi lebih luwes.

Intinya, saat dialog jangan sampai feel-nya kayak naskah terjemahan/terlalu baku. Tergantung segmen sih, tapi kalo untuk genre naskah pop emang lebih disukai yang bahasanya dekat sama kehidupan sehari-hari.

Sebelum nerbitin novel remaja, saya juga lebih suka nulis pakai gaya bahasa baku/mirip terjemahan. Pas revisi naskah seventeen once again itu, editor minta dialognya diganti lebih mengalir. Karena gini aja, jaman kan berganti, dan sekarang pembaca cenderung baca di platform ketimbang beli buku. Tahu sendiri kan selera pembaca platform. Orang-orang cenderung suka bahasa ringan yang mudah dipahami.

Kalau menulis untuk plaform mau gak mau harus paham selera pembaca novel digital. Nah, lain lagi kalau untuk diterbitkan cetak/mayor, gaya bahasa lebih bebas. Kalau masih nyaman di sana, dilanjutkan aja. Yang penting nulis mah enjoy aja dulu. Kalau merasa terbebani juga entar susah. Pada akhirnya, kalau udah lama nulis pasti ada keinginan untuk ganti suasana, kok, atau mencoba tantangan baru. 

Tambahan, mungkin kita sebagai penulis suka ragu menebak-nebak selera pembaca. Kalau buatku, setiap tulisan pasti ada jodohnya, ada pembacanya sendiri. Dan pasar itu sifatnya fleksibel, berubah-ubah seiring tren. Nah, ngikutin tren ini capek lho, daripada bingung mikirin tren dan kelimpungan mikirin selera pembaca, tetap fokus nulis aja.

Penulis mah kerjanya ya nulis aja. Tugas kita ya nulis dan branding. Karena soal laku atau tidak laku ya semua penerbit pasti mikirin ini. Penerbit juga masih kesulitan membaca pasar kok. Kalau membaca pasar gampang, semua penulis dan kru penerbit udah pada kaya dong.

Intinya, nggak usah takut. Nulis dan perbaiki teknik menulis. Untuk memudahkan promo dan branding ya itu, pikirkan segmen yang dirasa cocok buat kamu bermain di area itu. Lalu branding sesuai segmen.

Misal kalau kamu menargetkan anak muda usia 18-24 tahun ya kamu main-mainnya ke IG atau twitter. Branding di sana. Bikin status kreatif yang dekat dengan dunia seputar problem mereka, bikin quote, main hashtag lalu pelan-pelan kamu masukin cerita kamu dalam bentuk promo, dll.

Lain lagi kalau kamu nulis cerita dunia pernikahan yang segmennya emak-emak. Main-mainlah ke facebook karena emak-emak gaulnya yang di FB. Kumpulin pembaca dan penulis yang demen cerita-cerita pelakor dll, lalu promoin cerita kamu.

Semoga bermanfaat! 😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro