Jejeran topeng

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




Seluruh dunia adalah panggung, semua laki-laki dan perempuan adalah aktor belaka. Mereka semua memainkan banyak peran dalam hidupnya.

manusia memang banyak sekali memiliki karakter, karakter berbeda ini biasanya berguna untuk mencocokan tempat dan situasi yang tempat. Hidup dimana bumi di pijak, disitu langit di junjung.

diandra juga begitu, banyak sekali dia memiliki topeng topeng pada wajahnya. banyak sekali karakter karakter yang tumbuh dan ia punya hingga sekarang.

Bukan hanya diandra, seluruh manusia juga melakukan ini.

jadi saat diandra membuka akun instagram utamanya, lalu menscroll isinya, ia hanya menghela nafas nya iba,

topeng apa yang sedang mereka semua pakai demi menggapai image yang mereka ingin bangun?

namun keiba'an itu berganti tunjuk, melihat dirinya sekarang yang bahkan tidak bisa memakai topeng satupun itu hal yang lebih iba.

Ketika yang lain berlomba lomba menjadi paling bahagia di sosial media, diandra harus berlomba lomba pada penyakit mental nya, siapa yang akan bertahan? keinginan hidupnya atau kecemasan yang membuatnya depresi dan membunuh dirinya sendiri?

lucu sekali jika membicarakan dirinya, membicarakan manusia yang sedang sekarat ini tidak lebih dari seongok daging yang tidak hidup namun juga tidak mati.

terjerembab pada sebuah rantai kecemasan, terkurung pada ruang kotak depresi, dihadapkan dengan cuplikan kilasan masa lalu yang terus bersarang pada otaknya.

diandra menikmati sebuah air yang mulai mengenang dan menutupi wajahnya perlahan, tubuhnya yang terbaring di bathup mulai terendam air dari keran yang terus menerus mengucurkan air hangatnya, dress yang masih sama dengan pertemuan ke 4 ini sudah ikut basah mengapung disana.

perempuan itu akan kembali mencoba membunuh dirinya sendiri jika nada dering masuk dalam telfonya,

Cezka is calling...

seharusnya, panggilan telfon tidak berarti padanya. sampai ketika mata diandra menangkap sederet nama yang menelfonya pada siang hari kali ini,

Dengan tubuh dan pakaian basahnya, diandra bangun dari posisinya, mengelap tanganya pada handuk yang tergantung disana sebelum menyentuh ponselnya.

"Hallo?" suara perempuan khas terdengar dari speaker ponselnya.

"kenapa cez?" tanya diandra bingung

"sorry gangu ra, mau ngasih tau kalau dompet kamu ketinggalan tadi di ruangan, disimpan sama kak ardian"

diandra terdiam, mengingat kembali kegiatan pertemuan sebelumnya, lalu ketika ia mulai ingat sempat mengeluarkan ponselnya dan juga mengeluarkan dompetnya, diandra mulai menghela nafasnya.

"makasih cez infonya, aku lupa"

"Iya, yaudah sih segitu aja"

"iya makasih ya"

"urwell"

panggilan terputus.

Dengan rambut panjang nya yang menintikan air secara perlahan dan ujung dress kuningnya yang juga menurunkan air. Diandra mendecih melihat bathupnya.

tidak mood untuk mati. diandra segera menganti bajunya untuk mengambil dompetnya.

_________


"cezka sudah hubungin kamu?"

diandra menganguk, menyambar dompet merah muda di pojok meja kak therapist sembari matanya menatap dalam dalam pada adji.

"dia kenapa belum pulang?"tanya diandra menunjuk adji

"sesi konsul individu dia memang setelah pertemuan tadi diandra"

"ohh? sama hari?"

"iya, by the way rambut mu keringkan dulu" kata kak therapist bangun dari duduknya, berjalan ke arah lemari kecil dan mengambil sebuah handuk kecil disana.

Diandra menyentuh rambutnya yang ternyata masih basah, padahal ia kira akan kering sendirinya di jalan.

kak therapist menyodorkan handuk putih itu, segera diandra ambil untuk membalut rambutnya secara cepat. Setelah dirasa urusan rambutnya sudah teratasi, diandra menghadap ke adji yang tampak memainkan sekertas bangau dimeja.

"maaf mengangu waktu konsulnya" kata diandra.

"udah selesai kok" balas adji yang masih menyipitkan matanya melihat diandra.

mungkin adji akan berfikir diandra ini aneh, setelah memakai pakian feminim dress kuning cerah serta rambut yang di kepang, kini matanya harus melihat diandra mengunakan celana leging gelap dan kaos biru dongker tampa ada motif khusus.

"kamu naik apa kesini?" Tanya adji,

"Oh, ojek online"

"pulangnya mau bareng saya?"

"enggak"

"Kenapa?"

"Mau mampir apotik"

Kak therapist menoleh, "beli obat apa?"

"Racun" ketus diandra

dua manusia dihadapanya kini terdiam dengan ekpresi yang sulit dijelaskan, intinya sama sama untuk tidak tahu bereaksi seperti apa.

melihat itu, diandra tertawa kencang sekencang kencangnya. "RACUN SEMUT?!" lanjutnya

Adji mulai menghembuskan nafasnya, seakan detik detik tadi adalah detik paling mematikan pada hidupnya.

"untuk siapa?" kak therapist masih dalam posisi tegangnya, masih berburuk sangka diandra akan menelan itu untuk dirinya sendiri.

"semut lah?" balas dia bingung.

adji bangkit dari kursinya, menyambar tas hitamnya sebelum berhenti didepan diandra. "Gak papa bareng saya aja, saya antarkan ke apotik"

diandra menaikan alisnya, "gak malu bawa aku yang masih handukan gini?"

"buat apa? Saya bawa mobil kok, gak ada yang sadar rambut kamu masih basah"

diandra menaikan pundaknya, "yasudah" ujarnya, melihat adji yang sedikit memaksanya mungkin adji memiliki sepatah kata untuk dia sampaikan personal pada diandra.

Tidak butuh waktu lama diandra sudah duduk di kursi penumpang di dalam mobil sedan hitam berplat nomer B 2514 ADJ , mobil dengan aroma khas pria yang menyengat hidung. Mobilnya bersih, diandra jadi tidak enak hati dirinya yang kotor baru mandi 3 hari sekali untuk duduk di kursi ini.

diandra tidak banyak tanya soal mengapa ada bunga kecil di dekat saku tengah mobil diantara mereka.

"sitbelt please" tegur adji

Diandra menyenderkan badanya pada jok sambil menarik tali sitbelt, setelah dirasa urusan sitbelt selesai, diandra kembali terdiam memperhatikan adji yang sibuk mempersiapkan segalanya.

Adji ini, kayaknya people safety on top. maksudnya semua orang seharusnya gini, tapi melihat pria ini memanaskan mobil terlebih dahulu, mengecek segalanya dari spion, rem dan semuanya, diandra jadi agak malu terhadap dirinya yang terkesan asal asalanan dalam mengunakan mobil.

"sudah?" tanya diandra

Adji menoleh, menyatukan tatapan mereka yang hanya bertautan dalam beberapa detik, terputus akibat adji yang segera memalingkan wajahnya.

"saya jalan ya" ujarnya santai, lalu ban mobil mulai berputar.

adji menyetir dengan tenang, diandra cukup terkesan dengan hal itu.

sambil memperhatikan pemandangan luar kaca yang tampak panas terbakar sinar matahari, diandra memejamkan matanya sebentar.

akan lebih baik jika orang tuanya memiliki anak seperti adji.

semuanya akan berjalan lebih mudah, ekpetasi yang sejalan dengan kemampuan sang anak untuk memenuhi, tidak ada peributan malam hari, tidak ada tekanan pada hal yang sang anak tidak suka,

Prestasi akan mungkin terukir banyak di lemari tamu mereka, kemampuan yang di dukung orang tua akan sehebat apa kemampuan itu berkembang.

"diandra, kita udah berkeliling 20 menit tampa arah, ini tidak apa kita seperti ini? Kamu belum kasih tau saya apotik mana dan alamat rumah kamu..."

"eh..aku lupa"

"kalau emang mau jalan jalan gak papa kok?"

"apotik jalan senopati, dekat mall mawar"

"oke, kita kesana ya"

rasanya diandra mau menjerit malu. Namun rasa malunya lagi-lagi hilang,

dengan tidak sadar, diandra kembali tertidur. Tertidur seperti orang bodoh dengan handuk dikepalanya dan didalam mobil orang yang baru ia kenal satu bulan ini.

oh, diandra betapa bodohnya dirimu.







_______

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro