Malam ini

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




di sebuah ruangan besar berlampu kaca berlian yang mengantung disana menerangi seluruh rungan, para manusia yang banyaknya tidak membuat ruangan besar itu penuh, disibuki percakapan ringan antar mereka, para orang dewasa berkumpul membicarakan suatu pencapaian prestasi anak anak mereka, para generasi remaja awal berkumpul menonton sebuah film dari televisi yang lebarnya 2 kali rentangan tangan, para anak kecil di sibuki bermain di pojok ruangan yang terdapat area bermain anak anak yang selalu di awasi oleh beberapa maid disana.

malam itu ramai, satu ikatan darah itu berkumpul untuk melepas rindu, namun untuk diandra kegiatan ini tidak lain dari sumber depresinya, sumber tekananya berasal.

Sebab sejauh apapun ia berlari, ikatan darah ini akan selalu melekat pada kesatuan dirinya.

diandra tampak acuh pada film bergenre romantis di hadapanya, memilih duduk di sofa paling ujung sambil menscroll akun twitter nya, atau apapun itu yang penting ia menyibukan dirinya.

sebenarnya juga untuk seumuran diandra ia bisa memilih menonton film bersama dengan anak remaja awal lainya, atau bergabung dengan jejeran orang tua dengan menjadi dewasa awal. lagi-lagi, diandra memilih menghindar jika bisa.

dress hitam semapau yang memperlihatkan pundaknya cukup tidak nyaman di tubuhnya, terlebih di bagian perut, menyiksanya, korset sialan, ingatkan diandra untuk membakar ini semua saat sampai di apartnya nanti.

hal yang membuat diandra semakin begah adalah kesempurnaan. Kesempurnaan yang sangat di tekankan disini, mulai dari penampilan, prestasi, prilaku, dan banyak hal lainya.

kalau bisa di ibaratkan, diandra seperi terlahir memiliki bulu abu abu kucel diantara jejeran angsa putih. dari pada di ajarkan untuk mencintai dirinya apa adanya, keluarganya mempush dia untuk berubah dengan sekuat tenaga menjadi angsa putih tampa cela itu.

diandra menarik nafasnya dalam dalam. dari pada semakin di buat pusing karena fokus pada tekanan besar diruangan ini, diandra menyibukan dirinya dengan mulai berfikir baju apa yang ia pakai besok. Atau mencari sebuah toko buku bagus lagi yang akan ia kunjungi dengan cezka pada saat mereka ada waktu luang.

di saat paru parunya kembali bisa bernafas dengan tenang, sebuah tepukan pelan di pundaknya mengalihkan perhatianya kembali,

tante rosa disana, tersenyum simpul dengan visual paling menawan menyilaukan, "di panggil oma, ayo kesana"

oke, diandra akan lebih memilih mati bunuh diri ketimbang berada dalam satu lingkaran oleh manusia manusia paling kotor di dunia ini.

"Sorry tante, aku harus ke apart soalnya ada zoom tugas dadakan"







_________















Diandra itu, jorok.

alih alih jorok, diandra lebih merasa bingung barang apa yang harus ia simpan dan mana yang harus ia buang. Namun kebingungan itu adalah sebuah sifat menjijikan yang di pandang oleh keluarganya.

diandra itu pemalas,

Sejatinya perempuan itu sedang memiliki banyak pemikiran, saking banyaknya membuat tenaganya terkuras habis lebih dulu dari pada begerak dan melakukan hal yang efektif.

Diandra itu, pemilih makanan

pernahkah mereka menyadari bahwa putri tengah keluarga besar mereka alergi pada sebuah makanan laut? Atau karena dipaksa mempersiapkan diri menjadi "ibu" yang sebanarnya lalu membawa paksa gadis itu melihat pemotongan hewan ternak sapi lalu membuat perempuan itu memiliki kenangan buruk dengan daging sapi?

standar, standar, dan standar.

jika kalian bertanya mengapa diandra selalu merasa sedih akan judgmental orang lain terhadap dirinya? maka kalian harus lihat dia hidup 19 tahun di keluarga yang benar benar membuat mu akan gila pada kesempurnaan.

diandra menghirup dalam dalam pada sebuah kotak panjang yang sudah berada di mulutnya, merasakan kepulan asap yang mulai memasuki tenggorkan dan paru parunya, sensasi dingin dan berasa anggur itu sejenak membuatnya tersadar bahwa ia masih bernafas.

setelah itu, kepulan asap muncul dari mulutnya, perlahan mengisi ruang di sekitarnya.

diandra menumpu kakinya sambil melihat pemandangan malamnya kota yang tidak akan pernah tertidur, kota yang selalu hidup 24 jam apa adanya, kota yang selalu sibuk kerja hingga mereka mati dengan setumpuk deadline yang tak terselesaikan.

pintu geser kaca di apartnya kali ini di buka, tentu saja karena ia tidak mau kepulan asap ini akan terjebak pada apart yang sudah kotor ini, atau bisa memicu alarm api di ruanganya.

rambut panjang nya yang di tata di salon selama 2 jam ini masih pada posisinya, dengan jepitan kecil di atas telinga nya, memamerkan anting panjang bergambar mawar dan tangkainya disana.

perempuan itu memejamkan matanya perlahan, merakan setiap inci rasa sakit menekan hebat pada kepalanya.

saat ia kembali membuka matanya perlahan,

seekor burung gereja hinggap di pagar pembatas balkonya, terlihat menoleh kesana kemari mencari apa yang ia cari, namun ketika menyadari bahwa ada manusia disana yang sedang memandangnya, burung itu ikut menatapnya secara dalam dengan kepala yang sedikit di miringkan.

"kenapa? Kamu lihat apa?" Tanya diandra sambil menaruh sekotak yang ia pegang sedari tadi.

"iba ya lihat aku?" tanya diandra lagi,

"pergi sana, terbang dan pamerkan sayapmu pada ku"

"pergi ke bulan, sampaikan pesanku pada tuhan, jangan buat hidup ku makin susah atau aku akan segera menemuinya"

Ting!

dialog satu arah itu harus berhenti karena notifikasi muncul di ponselnya,

Kak therapist

halo diandra
bagaimana acaranya?
mau cerita?
saya menantikan cerita kamu baik itu sedih atau senang
Telfon saya ya

diandra tersenyum tipis, lalu mematikan ponselnya.

"its time to fly"

"God, i will see u in a minute"

Namun pada akhirnya diandra tetap hidup pada esok harinya, datang pada perkumpulan konsulnya, meminum teh leci yang cezka beli untuknya, tertidur saat film berlanjut, melihat perban pada kaki adji, dan menjalani hari hari pada biasanya.


______


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro