RT_Dua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Acara akad nikah yang berlangsung selepas Maghrib itu terlaksana dengan lancar. Ashila kini sudah sah menjadi istri dari seorang Kenzi Arkananta, S. T. Gadis bertubuh mungil itu hanya bisa memasang senyuman palsu. Ia benar-benar tidak habis pikir jika takdir hidupnya sekonyol ini. Risiko menjadi cucu perempuan pertama. Seandainya saja, dirinya punya kakak perempuan, tentu beban tersebut tidak akan menjadi miliknya.

Setelah semua prosesi usai, Ashila mengeluh ke sang ibu. Ia sudah ingin bertemu kasur. Dirinya juga sudah melepas kebaya untuk akad tadi. Tinggal riasannya saja yang belum dihapus.

"Ma, aku capek, nih. Aku pulang dulu, ya."

"Iya. Pamit dulu ke Papa. Nanti dicariin."

Ashila segera menemui Pak Rohman. Namun, saat berpamitan, sang ayah malah memerintahkan Ashila untuk pulang bersama Kenzi. Kebetulan pemuda yang sekarang bergelar suami itu sedang bersama Pak Rohman.

"Loh, kok, sama Kenzi, Pa? Aku bisa pulang sendiri, kok," ucap Ashila kaget. Ia bahkan tidak menoleh ke arah suaminya itu.

"Udah nikah, pulang ya sama suami," ucap Pak Rohman santai. "Iya, kan, Ken?"

Kenzi yang ada di sebelah mertuanya mengangguk sembari tersenyum.

"Atau mau pulang ke rumah Lek Arif aja?" goda Pak Arifin ayah Kenzi. "Loh, kok, masih panggil Lek, panggil ayah juga sekarang."

Pak Arifin dan Pak Rohman tergelak. Sementara itu Ashila semakin keki saja. Ia pun akhirnya mengikuti kemauan papanya. Terpenting, dirinya bisa cepat merebahkan tubuh. Ashila dan Kenzi pun pulang ke rumah Pak Rohman.

Sepanjang perjalanan tidak ada perbincaan barang sepatah kata saja. Jarak mereka berjalan pun bagaiakan Sabang dan Merauke. Satu di sisi jalan sebelah kiri, sedangkan satunya di sisi jalan sebelah kanan. Kenzi beberapa kali ingin menyejajari langkah Ashila, tetapi gadis itu terus menghindar.

Tidak lama kemudian, mereka tiba di rumah. Ashila langsung menuju kamar, sedangkan Kenzi memilih untuk bergabung dengan Andre, adik Ashila, yang sedang bermain PS. Mereka berdua cukup akrab.

"Mas, nggak nyangka aku, kamu nikahnya sama Mbak Shila," cetus Andre. "Udah kayak sinetron aja kisah kalian."

"Itulah yang dinamakan takdir, Ndre," timpal Kenzi.

"Tapi, nggak kebayang kalian jadi suami istri. Awas kena omel terus, Mas."

Kenzi hanya menanggapi dengan kekehan. Tidak sampai sepuluh menit, mulut Kenzi sudah menguap terus. Rasa lelah dan kantuk sudah menyapa. Ia pun pamit masuk kamar. Kenzi sudah tau di mana kamar Ashila berada tanpa bertanya ke Andre.

"Ngapain kamu di sini?!" pekik Ashila yang sontak duduk begitu melihat sosok Kenzi di dalam kamarnya. Dirinya sudah hampir terlelap, tetapi langsung terjaga begitu mendengar suara pintu dibuka dari luar. Ia lupa tidak mengunci pintu.

"Aku mau tidur," jawab Kenzi berusaha santai. Ia pun menuju kasur. Sebenarnya, ia sangat gugup saat memberanikan diri memasuki kamar Ashila. Ini adalah pengalaman pertamanya tidur dengan perempuan. Bagaimanapun juga, secara agama mereka sudah halal di mata Allah. Tinggal menunggu surat nikah keluar saja.

"Enggak boleh! Keluar dari kamarku cepat!"

Ashila mendorong Kenzi yang sudah duduk. Kekuatan gadis bertubuh langsing itu begitu besar. Dengan satu kali dorongan, bisa membuat Kenzi terjerembab di atas lantai.

"Aduh!"

Kenzi mengusap keningnya. Ia pun meringis menahan sakit.

"Cowok kok lemah. Gitu aja masa kesakitan." Ashila mengerucutkan bibirnya sambil membuang muka. Namun, ia penasaran dengan rintihan Kenzi yang masih terdengar. Dirinya merasa bersalah sudah membuat sakit pemuda itu.

"Sakit banget, Shil. Bisa-bisa hilang ingatan aku, nih."

"Dasar cowok lebay! Emangnya jatuh dari lantai tujuh?" Ashila membeliak lebar. "Cepat keluar!"

"Aduh, pusing banget, nih, Shil. Gimana aku bisa keluar?" Kenzi memejamkan mata sembari tangannya memegang kepala. Raut wajahnya terlihat menahan kesakitan.

Ashila menatap lekat ke arah laki-laki bertubuh tinggi tersebut. Ia merasa kasihan melihatnya. "Beneran sakit?"

Kenzi mengangguk sambil membuka matanya sedikit. Ia tersenyum tipis saat mendapati Ashila beranjak dari ranjang. Ia kembali memejamkan mata saat istrinya mendekat.

"Mana yang sakit?" tanya Ashila seraya memperhatikan kening Kenzi. Memang, dahi pemuda itu menjadi kemerahan.

"Ini," ucap Kenzi sambil meringis.

"Beneran pusing banget?"

Kenzi mengangguk. Helaan napas Ashila yang panjang terdengar.

"Ya, sudahlah. Mau gimana lagi. Tidur aja di sini."

Kenzi terperanjat saat mendengar ucapan yang baru terlontar dari bibir Ashila. Ia berusaha menahan senyuman untuk terbit dari bibirnya.

"Terima kasih, Shil. Maaf, ya."

"Aku yang harusnya minta maaf," ucap Ashila dengan wajah tertekuk. "Istirahat aja. Eh, bentar-bentar. Kamu ngerti cerita tentang perjodohan dari kita bayi?"

Kenzi menganggu pelan. "Aku udah lama tahu."

"Yang bener aja? Gitu kamu nggak protes?"

Kenzi hanya tersenyum. Hal itu semakin membuat Ashila kesal. Gadis itu pun mulai beranjak dan melangkah ke arah pintu. Hal itu membuat Kenzi bertanya-tanya. "Loh, mau ke mana?"

"Bukan urusanmu!" tegas Ashila sembari menutup pintu.

Kenzi menghela napas penuh kekecewaan. Memang, pernikahan ini terjadi dengan sangat mendadak. Bukan melalui perkenalan atau taaruf yang semestinya. Namun, dalam hati kecilnya, Kenzi berharap bisa lebih dekat dengan Ashila mulai malam ini.

Tidak lama kemudian, pintu kamar kembali dibuka. Ashila muncul dengan wajah murung. Ia gagal tidur di kamar orang tuanya karena dikunci, begitu juga dengan kamar Andre yang sudah ditempati sepupu mereka. Sementara di ruang tengah, Andre sudah menguasai kasur tipis tersebut. Ia tidak mungkin tidur di ruang tamu, yang tempat duduknya bukan dari busa melainkan kayu jati.

"Awas kamu macam-macam. Jurusku nggak tanggung-tanggung bakal keluar!"

Ashila mengepalkan tangan ke arah Kenzi. Pemuda yang berstatus suami itu hanya mengangguk sembari menahan senyuman.

"Jangan berisik nanti. Aku ngantuk berat," jelas Ashila sambil membelakangi Kenzi.

Kenzi tersenyum lebar. Aktingnya saat pura-pura kesakitan, sukses. Ia akhirnya tetap berada di atas kasur dengan seprei berwarna biru langit tersebut. Bukan untuk tidur, tetapi memandang punggung sang istri yang sudah terlelap dengan napas yang naik turun secara teratur.

Sebagai lulusan pesantren, Kenzi tentu tidak mengenal pacaran. Ia memang sudah berprinsip untuk menikah tanpa pacaran. Rupanya doa tersebut diijabah. Ia kini sudah menikah tanpa melalui hubungan yang dilarang agama. Dan, lebih pentingnya lagi, dirinya akhirnya menjadi suami dari sosok yang sangat dikenalnya.

Alhamdulillah, terima kasih, Yaa Allah. Sudah menghadirkan dia untuk menemani sisa hidupku.

***

Acara resepsi terselenggara dengan lancar. Tamu undangan banyak yang penasaran akan sosok pengantin yang tidak sesuai dengan nama yang tertera diundangan. Pihak keluarga hanya menjawab bahwa ada salah tulis nama. Tidak mungkin jika kejadian yang sebenarnya diceritakan.

Ashila yang sudah merasa lelah luar biasa karena harus duduk di pelaminan dari pagi sampai malam, segera pulang ke rumah Pak Rohman. Ia tidak memberitahu orang tuanya, bisa-bisa diminta pulang bersama Kenzi lagi. Namun, saat baru sampai rumah, Ashila dikejutkan dengan kedatangan Kenzi bersama Andre.

"Kok, ke sini lagi?" tanya Ashila to the point.

"Lha, kamar istrinya kan, di sini, Mbak," cetus Andre heran. "Ada-ada aja emang cewek satu ini, Mas."

Kenzi hanya tertawa. Ia pun mengikuti langkah Andre. Dirinya tidak menghiraukan Ashila yang sedang kesal di pintu depan. Ia pun sudah lelah sekali dan mengantuk. Kenzi dengan santainya malah masuk ke kamar Ashila.

"Woi!" teriak Ashila yang terkejut melihat Kenzi memasuki kamarnya. "Ngapain di situ?!"

"Mau tidurlah, Mbak. Terus ngapain hayo?" goda Andre jail.

Ashila memelototi adiknya. Ia sudah melepas sandalnya, lalu menngacungkannya ke arah Andre. "Anak kecil diem!"

Andre pun tergelak. Ia lalu masuk ke kamarnya. Namun, pemuda yang masih duduk di kelas XII itu masih sempat-sempatnya menggoda sang kakak.

"Mbak, aku pesen ponakan kembar yang lucu-lucu, ya." Andre langsung menutup pintu, sebelum sandal Ashila melayang.

Kenzi yang ada di kamar malah senyum-senyum. Ia lalu bergumam lirih. "Tenang, Ndre. Nanti kukabulkan."

Ashila pun harus pasrah kembali. Ia malas tidur di depan TV. Baginya, kasur di kamarnya sangatlah nyaman. Saat akan merebahkan tubuh, tiba-tiba saja ide terlintas.

"Ken."

"Iya, kenapa, Shil?" Kenzi kembali duduk. Ia senang akhirnya Ashila mau mengajaknya berbicara dengan kondisi tenang, tidak meledak-ledak seperti sebelumnya.

"Begini. Kita sama-sama tahu. Pernikahan kita terjadi dengan tiba-tiba, anggaplah seperti itu meskipun udah lama rencana perjodohannya. Dan, aku nggak bisa terima itu terjadi. Aku nggak siap menikah. Aku nggak mau nikahin tetangga. Aku masih bisa cari jodoh sendiri."

Kenzi berusaha bersikap tenang. Ia malah menikmati kecerewetan Ashila. "Ini namanya bagian dari takdir Allah. Ka-."

"Diam! Biar aku selesaikan dulu," sergah Ashila dengan ketus.

Kenzi mengangguk pelan sampil tersenyum manis.

"Aku ingin pernikahan ini segera diakhiri. Maksudnya--"

"Eh, apa maksudnya diakhiri?" tanya Kenzi penuh selidik sembari memotong ucapan Ashila. Ia mencium hal yang tidak baik.

"Makanya dengerin dulu." Ashila menghela napas kasar. Ia semakin kesal dengan laki-laki di hadapannya itu. "Gimana kalau kita cerai? Tapi, kita pura-pura tetap menikah?"


Wkwkwkwk konyol banget ide Ashila ya. Emang hidup bisa se-novel itu? Eh ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro