RT_Enam Belas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ashila melonjak kaget. Kepalanya sampai membentur dinding. Ia tidak menduga akan ada pernyataan cinta malam ini.

"Bercandamu nggak lucu banget." Ashila tergelak. Tangannya sampai memukul-mukul karpet.

"Sungguh, aku nggak bohong, Shil. Saat ijab kabul usai diucapkan, cinta untukmu tumbuh subur hingga detik ini dan akan bertumbuh selamanya."

Ashila membeliak lebar. Dengan ekspresi mengejek, ia berucap, "Waaahhh, romantis sekali kata-katamu. Ngutip dari film apa, tuh? Atau penggemar Wattpad?"

"Ya udah kalau nggak percaya."

Kenzi beranjak dari hadapan Ashila. Ia melenggang menuju kamar. Begitu sampai, pemuda itu langsung menyandarkan punggung di dinding. Tangannya menempel di dada. Napasnya pun terengah.

"Lebih menegangkan dari ijab kabul. Sidang skripsi nggak ada apa-apanya," gumam Kenzi. Tubuhnya masih terasa gemetar. Pernyataan cinta tadi terlontar dengan sikap tubuh yang tenang padahal sebenarnya sebaliknya. Tangannya pun masih terasa dingin. Seumur hidupnya, baru kali ini dirinya berani mengungkapkan perasaannya. Pernyataan cinta halal atas restu Yang Maha Kuasa.

"Ken," panggil Ashila.

"Astagfirullah!" Kenzi tersentak melihat Ashila sudah ada di sampingnya.

"Kayak lihat apa aja kaget gitu." Ashila mengernyit. "Anterin balik kos, udah malam, nih."

Kenzi mulai salah tingkah. Ia tidak menanggapi permintaan Ashila. Dirinya malah membuka lemari pakaian, lalu mengambil kaus dan celana pendek.

"Mau ngapain?"

"Mau mandi. Panas banget cuaca malam ini," jawab Kenzi seraya menyeka keringat di dahi. Ia kemudian berlalu menuju kamar mandi.

"Panas? Dingin kayak gini." Ashila merapatkan jaketnya. Ia harus menunggu sampai Kenzi selesai. "Ken! Jangan lama-lama mandinya."

Ashila kembali ke ruang depan. Ia duduk sembari menekuk kaki. Kedua tangan bertumpu di atas lutut. Ia kembali terngiang akan pernyataan cinta yang terlontar tadi.

"Masa bercanda? Tapi, wajahnya serius banget. Arrgggh, nambahin beban pikiran aja. Dasar tetangga ngeselin."

Ashila memang tidak kali ini saja mendapat pernyataan cinta dari lawan jenis, meskipun semuanya berakhir penolakan karena larangan pacaran dulu. Namun, saat Kenzi menyatakannya, ia benar-benar tidak menduga. Efek setelahnya pun membuatnya kepikiran. Apalagi mereka sudah beberapa kali tidur bersama, ya hanya berbaring satu kasur yang sama saja tidak lebih.

"Ah, nggak. Kami cuma tetangga yang terjebak perjodohan dari bayi." Ashila berusaha menghalau bisikan-bisikan yang nyaris membuatnya terbawa perasaan dengan kata cinta tadi.

Kurang lebih sepuluh menit Kenzi berada di dalam kamar mandi. Ia mengguyur air dan memakai sabun hanya tiga menit saja, sisanya dibuat merenung. Kenzi bingung bersikap di hadapan Ashila setelah ini. Namun, ia kembali sadar. Mereka adalah pasangan halal. Sangat wajar jika saling menyatakan cinta. Ia pun akan bersikap seperti biasanya.

"Lama banget," protes Ashila begitu Kenzi keluar dari kamar mandi.

"Biar makin ganteng." Kenzi mengeringkan rambut dengan handuk.

"Haduh narsis. Buruan, udah malam banget ini."

"Kemana?"

"Ke kos. Gimana, sih?" Ashila kembali dibuat kesal.

"Siapa bilang aku nganterin pulang ke kos. Kan, tadi udah deal kalau mau masak sambal besok pagi." Kenzi menyeringai jail seraya masuk ke kamar.

Ashila terkesiap. Ia menyadari hal aneh yang dirasakannya tadi.

"Kenzi! Aku nggak mau tidur di sini." Ashila mengentakkan kaki. Ia berjalan cepat ke arah pintu. Dirinya akan memesan ojek online. Ternyata, pintu sudah dikunci.

Ashila masuk ke kamar. Ia berdiri di samping kasur. Kenzi sudah berbaring dan memejamkan mata. "Kuncinya mana?"

Kenzi hanya menggelengkan kepala tanpa membuka mata. Hal itu semakin membuat Ashila geregetan. Gadis itu lalu menggeledah meja di kamar. Tidak ketinggalan saku celana dan jaket yang di gantung di belakang pintu. Namun, hasilnya nihil.

"Dasar tetangga kejam!" pekik Ashila tertahan.

Kenzi membuka mata. "Kuncinya ada di sini. Ambil aja kalau bisa."

Ashila mengikuti tangan Kenzi yang menepuk celana. "Oke!"

Kenzi segera berbaring menyamping. Ia menindih kunci yang ada di saku celana. Ashila menyingsingkan lengan bajunya. Ia bersiap merebut kunci tersebut. Gadis itu mendorong tubuh Kenzi agar berbaring. Namun, pertahanan pemuda itu begitu kuat. Ashila sampai berkeringat.

"Kenzi! Aku besok masuk pagi. Sini-in kuncinya!" Ashila berkacak pinggang.

"Nggak mau. Ambil sendiri." Kenzi sungguh menikmati bermain-main seperti ini dengan perempuan yang dicintainya itu.

Ashila tidak ingin menyerah. Ia tidak boleh bermalam di kamar ini. Apalagi setelah tahu perasaan Kenzi. Ia takut hatinya akan goyah. Ashila mulai mengeluarkan jurus gelitik. Ia mengincar telapak kaki Kenzi.

"Aduh, stop, Shil. Jangan kaki. Aduh!"

Tawa Kenzi menggema. Ia paling merasa geli jika telapak kakinya disentuh, apalagi digelitik. Posisi tubuhnya pun sampai berubah.

Ashila memanfaatkan kelengahan Kenzi. Ia segera mendekat ke samping suaminya. Tangannya dimasukkan ke saku celana. Namun, saat sudah mendapatkan kunci, tangan Kenzi menahannya. Ashila mendongakkan wajah. Ia bersiap mengumpat ke suaminya. Belum juga kata-kata tersebut keluar, bibirnya seolah terkunci. Wajah Kenzi begitu dekat, hanya satu jengkal saja. Mereka saling mengunci pandangan.

Ashila merasakan debar yang tidak biasa saat menatap kedua mata laki-laki di hadapannya itu. Ia pun langsung mengalihkan pandangan.

"Kuncinya, Ken," ucap Ashila lirih. Ia merasakan pipinya kini memanas. Tangannya masih di dalam saku celana.

"Malam ini tidur di sini, ya," pinta Kenzi dengan nada yang sangat lembut. Tidak ada respon dari Ashila. Suasana di kamar bercat putih itu terasa canggung. Kenzi mulai melepas genggamannya.

"Setelah ini kita nggak ketemu lagi untuk sementara," imbuh Kenzi.

Ashila duduk sembari memainkan kunci. Ia menjadi bimbang. Duh, jangan baper, jangan baper.

Kenzi mengubah posisi menjadi duduk. Ia lalu menekuk kaki, kemudian meletakkan kedua tangannya di atas siku.

"Shil ...."

Ashila mengangkat wajah. Raut Kenzi tampak memelas. Ia lalu menganggukkan kepala. Hanya tidur saja, tidak akan terjadi apa-apa seperti malam-malam yang lalu.

"Terima kasih, istriku." Kenzi mengerjap bahagia. Ia sontak meraih jemari Ashila.

"Ish, lebay, deh." Ashila menarik tangannya. Ia beranjak dengan wajah tersipu.

Kenzi menatap Ashila yang berlalu keluar kamar dengan perasaan bahagia. Mungkin ini akan jadi malam perpisahan sementara untuk mereka. Namun, ia meyakini jika akan ada awal yang lebih baik setelahnya.

"Jangan pakai bantal." Ashila kembali masuk. "Dua-duanya buat pembatas."

"Nggak seru," cetus Kenzi spontan.

Ashila menatap Kenzi dengan tatapan tajam. "Awas macam-macam! Minggir, aku udah ngantuk."

Gadis yang sudah melepas jaket dan kerudung itu segera merebahkan tubuhnya di sisi kasur samping dinding. Ia berbaring memunggungi Kenzi. Mulutnya sudah berkali-kali menguap. Tidak menunggu lama, Ashila sudah terlelap.

Kenzi pun sama. Matanya sudah berat untuk terbuka. Efek mandi tadi membuat tubuhnya rileks dan berakhir mengantuk. Pasangan suami istri itu pun tidur dengan nyenyak.

****

Waktu subuh telah datang. Kenzi bangun lebih dulu. Ia bahagia mendapati sang istri tidur di sampingnya semalam. Ia menatap wajah Ashila yang berbaring menghadap dirinya dengan pandangan penuh cinta. Ia lalu menopang pipi dengan tangan kiri. Kenzi ingin menatap wajah Ashila lebih dekat untuk waktu yang lama.

Kenzi memainkan anak rambut yang menutupi kening Ashila. " Istri soleha."

Tiba-tiba mata Ashila terbuka. Ia sebenarnya sudah bangun tetapi sedang malas beranjak dari kasur. Ashila tahu jika Kenzi tengah memandangnya. Momen semalam masih menyisakan kecanggungan di dirinya.

Kenzi tersentak. Kedua mata mereka saling beradu pandang. Jemari Kenzi pun masih memegang rambut Ashila. Tidak ada pergerakan dari semuanya. Kenzi tetap bertahan dengan posisinya. Begitu juga dengan Ashila.

Gadis itu sengaja bertahan meskipun jantungnya berdetak lebih cepat. Hal itu dilakukan demi membuktikan kata-kata Kenzi semalam. Ia pernah membaca jika ingin tahu ketulusan cinta adalah dengan menatap mata.

Kenzi merasa tertantang dengan tatapan Ashila. Seolah perempuan itu meminta sesuatu yang manis dari dirinya. Kenzi mulai memindai wajah cantik istrinya. Matanya berhenti di bibir. Pemuda itu terdorong untuk mendekatkan wajahnya.

Ashila tergemap. Ia merasakan darahnya berdesir. Seperti ada perintah di pikirannya untuk tetap diam dan tidak melawan.

"Nyenyak kan, tidurnya?" Kenzi bersuara.

Ashila sontak mengangguk. Ia merutuki diri sendiri di dalam hati karena terlalu percaya diri. Dipikirnya, Kenzi akan menciumnya. Nyatanya, hanya bertanya saja.

"Aku pesen Gojek saja. Kamu nanti masuk pagi, kan?"

Ashila beranjak seraya melangkah keluar kamar. Ia segera menuju kamar mandi.

"Arrrgghh, malu, malu," ucapnya sambil menutup mata.

"Shil, masih lama, nggak?" terdengar suara Kenzi dari luar. "Aku nggak tahan mau pipis, nih."

Ashila gelagapan. Ia malu bertemu Kenzi. "Bentar aku sikat gigi dulu."

Ashila segera meraih sikat gigi berwarna ungu yang tergantung di tempat sikat. Kenzi sudah menyiapkannya dari awal menempati rumah tanpa diminta. Tidak lama kemudian, ia pun sudah selesai membersihkan diri.

"Jangan pesan dulu. Tunggu aku selesai solat."

Ashila hanya mengangguk dengan wajah tertunduk. Ia segera melenggang ke ruang depan untuk bersiap.

Sepuluh menit berlalu. Kenzi sudah selesai melaksanakan kewajibannya. Ia segera menemui Ashila.

"Aku masih ada waktu. Sekarang masih setengah enam. Aku antar saja."

"Nggak usah. Aku udah dapat driver." Ashila menunjukkan ponsel yang memperlihatkan aplikasi ojek online tersebut. Tiga menit lagi ojek pesanannya tiba. "Aku pulang dulu, Ken."

Ashila bangkit dari duduknya. Namun, langkahnya terhenti saat tangannnya ditarik cukup keras. Tidak hanya itu, tubuhnya malah jatuh ke pelukan Kenzi.

"Maaf, sebentar saja, Shil. Sebelum kita berpisah," pinta Kenzi seraya memeluk Ashila dengan penuh kasih.

Ashila membeku. Lagi-lagi, tubuhnya seolah tidak memerintah untuk memberontak. Ia bahkan menikmati pelukan yang menenangkan itu.

Suara motor terdengar berhenti di depan rumah. Ashila mulai meregangkan pelukan. Ia mendongakkan kepala, menatap wajah Kenzi dengan begitu dekat.

"Ojeknya udah sampai, Ken."

Kenzi manggut-manggut. "Bentar, ada kejutan dikit."

"Apa?" tanya Ashila sambil menatap mata Kenzi.

"Ini."

Kenzi mendekatkan bibirnya ke bibir Ashila. Ia memberikan kecupan sesaat.

Tubuh Ashila menegang. Ia tidak menduga hal itu terjadi sekarang. Tanpa menunggu lagi, ia segera melepaskan pelukan Kenzi, lalu berjalan cepat keluar.

Kenzi memandang istrinya dengan senyum hangat. Ia tidak menganggap sikap Ashila adalah bentuk amarah seperti biasanya. Tidak ada gurat emosi di wajah cantik tersebut.

"Sampai jumpa lagi di awal yang baru nanti, istriku."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro