FRAME 01

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

#RunToYouMyALLAH
#RamadanBerkarya_Day01
#Tema_KENANGAN
#AEPublishing
#Fe_Bifihapuna_YoungAdult

FRAME 1

Kenangan buruk kembali menjadi pemicu kemarahan Arga. Tak terperi rasa kehilangan orang tua karena terbunuh. Masa kecil yang penuh kekerasan menjadikannya sebagai peniru dari kekerasan itu.

"Sudah Ayah bilang, jangan bohong!" Arga menjambak rambut Salsa ke belakang, hingga kepala Salma ikut tertarik.

Sakit, tetapi apa daya. Tubuh ringkih Salma hanya mampu minta ampun.
"Ampun, Yah. Salma nggak bohong. BPKB motor Ayah bukan Salma yang ambil."

Kalimat bantahan Salma membuat Arga makin murka. Tangan kekar itu kembali melayang dan hampir mengenai kepala Salma. Widya datang tepat waktu dan menahannya.

"Kamu berani melawanku?" tanya Arga dengan penuh penekanan.

"Aku hanya melindungi anakku." Widya menjawab singkat dengan intonasi datar.

Arga tertawa sinis. Kalau tidak karena permintaan ibunya dulu, mungkin Arga tidak menikahi Widya. Sempat muncul pertanyaan di benak Widya, kalau Arga tidak mencintainya, kenapa masih bertahan hingga Salma lahir dan tumbuh jadi gadis remaja?

Tidak ada yang tahu, alasan sebenarnya di balik sifat kasar Arga. Hanya Arga yang tahu, dia sellau menyesal setelah menyakiti Salma. Tetapi emosinya benar-benar bermasalah, sering tidak bisa dikendalikan.

Widya sendiri sadar sepenuhnya bagaimana sifat Arga setelah mereka menikah beberapa bulan. Beruntung saat dia hamil Arga sering ke luar kota. Jarangnya bertemu justru membuat situasi aman dan terkendali.

Salma lahir dengan sehat, cantik dan memiliki kulit putih bersih seperti ibunya. Salma mewarisi alis dan mata dari Arga. Sifat lemah lembut dan kepandaiannya menurun dari Widya.

Secara tersirat Arga memiliki rasa sayang yang teramat dalam pada keluarga kecilnya. Dia merindu saat berada jauh dari mereka. Sayangnya, saat berada dekat semua berubah. Arga tahu dirinya butuh pertolongan seorang psikiater.

Namun, ego dan gengsi menahan dirinya untuk terapi. Langkahnya terhenti tepat di lobby setiap datang ke psikiater. Karena hal ini juga Widya bertahan, karena dia yakin Arga akan berubah.

Hanya satu yang disesalkan, Widya tidak bisa setiap saat melindungi Salma dari Arga. Dia sedih dan gamang antara cinta suami dan ingin melindungi putri semata wayangnya.

***

Tanah yang basah setelah hujan menebarkan aroma segar. Salma sangat mengidolakan aroma ini, jendela kamarnya dibiarkan terbuka sedikit, meski malam telah datang.

Salma hanya terdiam menahan kesal. Pandangannya jauh menatap air hujan yang kembali turun. Hatinya sedikit terhibur. Air hujan itu seperti berlomba untuk mencapai tanah lebih dulu. Mereka kembali ke langit lalu turun lagi ke tanah. Lalu, mereka yang hanya sampai di atas daun, terpercik di kaca jendela, dianggap tidak lulus.

Aah, itu sih khayalan Salma saja. Dia berusaha membuat cerita yang berbeda setiap hujan turun. Karena itu cara jitu melupakan semua keruwetan yang sedang terjadi.

Air mata yang jatuh seiring dengan percik air hujan membasahi pipi Salma yang sedikit chubby. Kepalanya masih nyeri karena perlakuan Arga tadi. Ada banyak pertanyaan muncul akan sikap kasar Arga padanya. Bahkan sempat terpikir kalau dirinya bukanlah anak kandung. Melainkan anak pungut entah dari mana, jadi semacam sebuah kewajaran kalau sampai Arga bertindak demikian.

Salma tumbuh jadi anak yang kuat. Dia tidak pernah terbuka pada orang lain perihal keluarganya. Karena di momen tertentu, Arga selalu menunjukkan kelembutan dan kasih sayangnya. Jadi orang di luar sana hanya menilai kalau mereka adalah keluarga yang nyaris sempurna. Harta berlimpah, dan keluarga rukun serta harmonis.

***

"Kamu nggak apa-apa?" tanya seseorang pada Salma. Seorang pemuda berusia sekitar lima tahun di atasnya, nampak khawatir melihat Niki hampir pingsan.

Saat itu masjid tidak terlalu ramai. Sejak kecil Salma tidak pernah meninggalkan sholat. Kebiasaan itu terbawa hingga Salma SMA. Tidak pernah sekalipun dia melewatkan sholat lima waktunya. Sayang, hanya sebatas itu. Dia belum lancar membaca Al Qur'an. Karena suasana rumah tidak nyaman lagi, Salma lebih suka berlama-lama di masjid dulu, setelah pulang sekolah. Sholat Ashar dan merenung.

"Saya baik-baik saja. Maaf," jawab Salma lalu hendak pergi dari sana. Saat menuruni tangga teras depan masjid Salma hampir jatuh lagi.

"Hei, hati-hati!" Dengan gesit pemuda itu langsung meraih lengannya, supaya tidak terjatuh. Hanya sekejap lalu dilepaskannya lagi. Tidak baik ada pemandangan semacam tadi di lingkungan masjid.

Salma baru ingat, dia hanya makan roti seharian ini. Pantas saja kepalanya pusing, badannya juga lemas. Padahal hari ini matanpelajaran cukup padat dan melelahkan.

"Kamu sakit, ya? Muka kamu pucat banget. Mau aku antar ke rumah sakit atau klinik, mungkin?" Pemuda itu coba menawarkan bantuan. Dia tidak tega meninggalkan Salma, sepertinya dia sendirian. Tetapi, melihat sikap Salma, gadis ini tidak mudah percaya sama orang.

"Jangan. Nggak perlu ke rumah sakit." Lalu terdengar bunyi dari perut Salma. Ketahuan dia sedang kelaparan. Pemuda itu tersenyum.

"Kamu memang nggak perlu ke rumah sakit. Tapi rumah makan. Oya, aku Langit. Kamu?"

Salma menatap tidak suka pada pemuda itu. Rasa pusing itu menahan keleluasaan geraknya. Langit tahu gadis ini kurang sehat. Jadi dia harus membantunya lebih dulu.

"Ya Allah, ampuni aku. Niatku hanya ingin menolong. Engkau Maha Tahu apa yang kulakukan," batin Langit.

Langit membantu Salma menuju mobilnya. "Saya mau pulang, aja. Nanti naik taksi online," tolaknya saat Langit menawarkan untuk membelikannya makan.

"Please, deh! Jangan banyak protes, saya nggak bisa lepasin kamu dengan kondisi lemas dan kelaparan kayak gini. Kita makan dulu baru aku antar pulang. Oke?" Langit bersikeras.

Salma tidak punya kekuatan untuk menolak lagi. Mungkin ini yang terbaik untuknya sekarang. Memulihkan tenaganya baru pulang. Tidak ada untungnya dia pulang dalam kondisi lemah. Hanya kesepian yang didapat. Kesepian dan kesakitan, sangat merugikan bukan?

"Kak Langit sering sholat di masjid tadi?" tanya Salma.

"Lumayan sering, bisa dibilang hampir tiap hari. Kenapa?"

"Enggak. Bukan apa-apa." Salma ingin bertanya tentang suara orang mengaji di sana. Suara yang sejak lama menariknya ingin terus menerus mendengar lantunan indahnya.

***

Alhamdulillah
Jumpa di lembaran baru. Insya Allah cerita ini akan menemani kita semua selama bula Ramadhan.

Saya mohon dampingi saya lagi sampai cerita ini sampai di tujuan.

Semoga kita bisa seru-seruan lagi, ya. Jangan lupa tingglkan vote dan komentarnya, ya.

Selamat membaca. Makasih.
Love for all of you, my reader.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro