40 Si Manis

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gilang baru tiba di rumah milik kediaman keluarga Zakno. Setelah habis berkeliling ibukota sendirian, Gilang memutuskan untuk pulang.

"Gila capek juga hari ini," keluhnya.

Pria berkulit hitam manis itu terduduk lemas di ruang tamu. Sofa empuk membuat punggunggnya terasa cukup nyaman.

Sudah lama Gilang tak mengunjungi ibukota ini. Kesibukan dan pekerjaan di Papua membuat dirinya tak bisa berkunjung kemari dalam waktu lama.

Kini Gilang sudah berada di Jakarta. Ia memilih untuk tinggal sementara di rumah milik Sepupunya yaitu Ricky.

Gilang meregangkan otot-otot. Bunyi kretekan di tulang membuat Gilang terkejut.

"Kukira tulang saya patah," ujarnya kaget.

Kedua kaki diluruskan ke depan masih berada di atas sofa empuk. Gilang memijit kakinya pelan-pelan.

"Kok rumah ya sepi," ucap Gilang tersadar.

Biasanya jam segini sosok Pria berutubuh kekar seperti Gorila sudah pulang dari kegiatan kampus. Sejak pagi Gilang tidak sempat melihat karena ia sudah pergi duluan.

"Rick!"

Panggilan pertama dari suara Gilang tak menunjukkan eksitensi orang yang dituju. Gilang menatap anak-anak tangga yang menuju langsung ke lantai 2.

"Woi Rick!"

Panggilan kedua pun tak membuahkan hasil. Kesabaran Gilang saat ini tengah di uji sepertinya.

"Woi Ricky Gorila!"

Dan panggilan ketiga sukses membuat Gilang geram. Ia mengatur napas akibat berteriak kencang di dalam rumah seperti Tarzan.

"Auowowowowo..."

Gilang berdiri di atas sofa, lalu memukul dadanya. Ia bersikap seperti Tarzan dalam film.

"Astaga, beta kenapa jadi begini," ucap Gilang tak mengerti akan sikap aneh dirinya.

Gilang memilih duduk kembali. Kali ini ia mengusap wajah kasar. "Sepertinya beta ketularan makhluk Tarzan. Ihh serem sekali. Beta jadi takut di rumah sendiri."

Dengan sekali gerakan cepat, Gilang berlari kencang sambil menaiki anak-anak tangga. Ia langsung masuk ke dalam kamar dan menutupnya rapat.

Sungguh aneh sikap Gilang ini. Ia pun tak mengerti mengapa jadi seperti itu.
.
.
.
.

Di rumah sakit...

Ricky masih setia menunggu Ana. Ia sangat khawatir akan keadaan sosok Wanita di depannya yang telah mencuri hatinya itu.

"Ana... kamu sekarang istirahat ya habis minum obat," ucap Ricky lembut.

"Iya Rick. Makasih ya sudah peduli sama aku," balas Ana.

Kedua matanya sudah berkaca-kaca. Ricky mengelus pelan punggung tangan Ana mencoba menghibur.

"Aku peduli dan perhatian karena aku sayang sama kamu. Jadi, kamu jangan berpikir aneh-aneh dulu ya. Sekarang kesehatan kamu adalah prioritas utama bagi aku."

Ana mendengarkan kalimat yang keluar dari bibir seorang Ricky merasa tersentuh. Ia mengelus pipi kanan Ricky.

"Aku juga sayang sama kamu."

Satu kalimat dari Ana membuat Ricky mengukir senyum bahagia. Setidaknya ia tahu bahwa perasaannya terbalas.

Setelah kesembuhan Ana, Ricky berencana akan menembaknya. Ricky tak sabar menunggu momen tersebut.

Ana terbaring kembali di atas brankar. Ricky terus menjaga Ana sampai ia benar-benar sembuh total.

Ricky merasa melupakan sesuatu. "Ahh... malas gue pikiran yang gak penting," gumamnya.

Ricky pun memilih duduk di sofa. Ia juga butuh istirahat setelah merawat dan menemani Ana hampir seharian.
.
.
.
.

Gilang terlihat rapi dan segar. Ia baru selesai mandi dengan air hangat.

"Beta segar sekali rasanya," ucap Gilang sambil menatap rambutnya di depan cermin, lalu tersenyum.

Pria berkulit hitam manis itu memiliki senyum manis. Jika seseorang melihat senyumannya pasti akan dibuat memeleh bagai keju.

Kejadian tadi sudah Gilang lupakan. Ia berpikir kalau itu hanya kelelahan akibat pergi seharian berkeliling Jakarta.

"Beta manis dan tampan," puji Gilang pada dirinya sendiri.

"Manis ya melebihi gula lagi."

Tiba-tiba sebuah suara berbisik tepat di telinga kiri Gilang. Tubuh Gilang langsung tegang. Bulu kuduknya merinding disko.

"Aaa... hantu jangan ganggu beta ya. Saya cuma mau berkaca saja kok," ucap Gilang melantur.

Gilang mengatur napas sejenak lalu berlari cepat keluar kamar. Ia tak suka tinggal seorang diri di rumah ini rasanya banyak hantu.

"Mama tolong Gilang!"

Seseorang tertawa puas melihat sosok Gilang seperti itu. Padahal ia hanya berniat mengerjainya saja.

"Hahaha... lucu juga kamu Lang," ujar orang misterius tertawa.

Siapakah dia??
.
.
.
.

"Aji di mana sih?!"

Farhan terus mencari keberadaan sang Adik. Ia membutuhkannya untuk membantu dirinya ke toilet.

Seluruh tubuh Farhan terasa amat lemas. Entah sebenarnya apa penyakit yang di deritanya. Ia tak mau ambil pusing juga memikirkan hal tersebut.

"Aji!!!"

Farhan terus memanggil Fajri. Namun, sosok Fajri tak kunjung muncul di hadapannya.

"Kemana sih tuh anak?! Giliran gue lagi butuh bantuan malah hilang!"

Farhan sangat kesal. Ia sampai memukul-mukul kasur berulang kali.

Dan tiba-tiba kepala Farhan merasa pusing. Ia memegangi kepala sendiri sampai menjerit kesakitan.

"Aaarghh! Sakit banget kepala gue!" rintihnya.

Dari lubang hidung Farhan keluar darah. Farhan yang takut akan darah langsung menggigil dan ia pun pingsan.

.....RZ.....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro