41 Rasa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ku tak percaya. Kau ada di sini. Menghapus semua sakit yang kurasa."

Suara nada merdu mengikuti lirik lagu yang sedang didengarkan. Rena, menikmati waktu di sore hari sendiri di luar balkon.

Setiap sore pasti Rena akan selalu mampir di sini. Menyetel lagu apapun yang ia dengar dari aplikasi di ponsel.

Kali ini lagu yang berputar milik Vierra berjudul Rasa Ini. Rena mengikuti alunan lagu dengan syahdu.

"Kalau ingat lagu ini jadi ke ingat mantan, ehh. Lupakan Rena! Mantan itu hanyalah orang yang singgah sejenak dan pergi begitu saja tanpa kabar yang jelas."

Rena beragumen dengan dirinya sendiri. Ia menepuk kedua pipi pelan menghilangkan sosok wajah mantan yang tak ia ingin ingat kembali. Hanya luka dan benci yang akan selalu terniang di hati.

"Gue benci lo! Benci!"

Suara teriakan Rena menggelegar di langit malam. Ia tak mempedulikan tetangganya ternganggu akan kebisingan yang bersumber darinya.

Tuk!

Sebuah batu kerikil terlempar mengenai jendela kamar Rena menimbulkan suara. Rena sedikit terusik dengan hal itu.

Tuk!

Kembali batu kerikil kecil mengenai objek yang sama. "Woi! Siapa sih malam-malam iseng?!"

"Kikikikiki...,"

Suara tawa Wanita sontak membuat Rena mendadak bungkam. Bulu kuduk Rena merinding halus.

"Si-siapa itu?" tanya Rena kembali dengan nada ketakutan.

"Kikikikiki... aku ada di sini," jawab suara Wanita sambil tertawa.

Rena melirik ke atas pohon dekat balkon kamarnya. Sosok Wanita berbaju putih sedang bergelantungan di salah satu dahan pohon.

"Arghh! KuntilBapak!" jerit Rena histeris.

Dalam sekejap Rena sudah masuk ke dalam kamar. Menutup pintu yang terhubung balkon keras, lalu gorden jendela ia tutup cepat.

"Kikikiki... enak saja aku di panggil KuntilBapak," ucap hantu Wanita itu cemberut. Sosok itu pun menghilang berniat menggoda korban lain yang tengah galau di malam hari.

Rena sudah bersembunyi di balik selimut. Wanita yang terkenal cuek, dingin dan irit bicara ternyata ketakutan melihat sosok hantu yang menyeramkan tadi.
.
.
.
.

"Sejak pandangan pertama, kau buat aku jatuh hati.

Hariku yang biasa saja, kau buat jadi berarti."

Fenly menyanyikan lirik lagu milik Un1ty berjudul Friendzone dengan senyum merekah di bibir. Ia merapikan gaya rambut agar terlihar rapi dan menawan.

"Gue nggak mau kalah tampan sama  salah satu member Un1ty yang namanya Fenly dong," ucap Fenly narsis.

Pria berdarah suku Gorontalo itu selesai merapihkan penampilannya. Ia bersiul kecil menyanyikan lagu yang sempat tertunda.

Akhir-akhir ini Fenly sedang menyukai lagu Friendzone. Ia merasa dirinya seperti member bernama Fenly tersebut.

"Kuy kita sarapan terus ketemu si Wanita Jutek itu," gumam Fenly smabil meraih tas miliknya.

Tak butuh waktu lama bagi Fenly untuk sarapan pagi. Ibunya sudah pergi sejak tadi karena ada urusan di butiknya, kini hanya tinggallah Fenly seorang diri di rumah.

"Oke! Saatnya menjemput kesayangan eh belum resmi deh."

Fenly menaiki mobil kesayangan yang diberi nama Roses. Nama itu ia ambil dari salah satu koleksi bunga mawar di taman belakang rumah.

Mobil Fenly sudah meninggalkan perkarangan rumah. Tujuan pagi ini ke komplek rumah tempat sahabatnya tinggal dan Wanita pujaannya berada.

Fenly telah tiba tepat di depan rumah Rena. Ia keluar dari mobil, lalu merapikan rambut di kaca spion mobil.

"Gue sudah ganteng tinggal ketemu deh," ucap Fenly percaya diri.

Baru saja Fenly akan menekan bel rumah. Sosok Wanita yang ia bicarakan sejak tadi sudah berdiri tepat dihadapannya.

"Selamat pagi Rena," sapa Fenly tersenyum lebar.

"Pagi," jawab Rena lemas.

Penampilan Rena cukup memprihatinkan. Kedua mata berwarna hitam mirip Panda, rambut sedikit berantakan dan baju yang sedikit lecek.

"Kamu kenapa? Lagi sakit ya?" tanya Fenly khawatir. Ia memegang kening Rena tanpa permisi untuk mengecek suhu tubuh.

"Nggak demam kok," ujar Fenly.

Rena menepis tangan Fenly kasar. Saat ini ia tak ingin berdebat dengan Fenly. Ia berjalan kecil menuju motor bernama Renly terparkir.

"Eits! Kali ini kamu harus berangkat bareng aku. Nggak ada penolakan!" seru Fenly tak ingin dibantah.

Rena berdecak kesal. Ia pun berpikir sejenak, lalu menganggukan kepala kecil tanda setuju.

"Yes! Ayo aku antar kamu sampai selamat ke kampus!"

Fenly menarik tangan Rena pelan. Rena tertegun. Ia merasakan dadanya berdetak lebih kencang dari biasanya semacam ada getaran aneh.

"Apakah rasa ini seperti waku itu?" batin Rena bertanya-tanya.
.
.
.
.

Fajri berdiri tepat di depan pintu. Setelah bergulat dengan hatinya, ia tetap akan menjenguk sang Abang yang kini sedang di rawat.

"Bismillah," ucap Fajri pelan.

Pemuda asal Cimahi ini membuka pintu perlahan. Ia tak mau sampai membuat Farhan terbangun.

"Bang Han," ujar Fajri tertegun melihat keadaan Farhan yang tidak baik-baik saja.

Selang oksigen berbentuk masker terpasang di hidung. Cairan infus Farhan digantikan oleh darah segar berwarna merah yang menetes pelan.

"Apa yang sebenarnya terjadi sama Bang Farhan?" tanya Fajri khawatir. Ia langsung berlari menuju tempat Farhan terbaring lemas.

.....RZ.....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro