46 Maaf

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kondisi Farhan sudah mulai membaik. Dokter Fauzan spesialis penyakit dalam juga berkata Farhan besok diperbolehkan pulang.

Fajri yang mendengar kabar hal itu merasa bahagia. Ia tak sabar memberitahukan kabar baik ini kepada sang Kakak.

"Alhamdulillah, terima kasih, Dokter," ucap Fajri senang.

"Sama-sama. Saya permisi dulu mau periksa pasien yang lain," balas Dokter Fauzan menepuk lengan Fajri pelan.

Setelah sang Dokter pergi, Fajri kembali ke ruangan tempat Farhan di rawat. Ia akan memberikan kabar bahagia sebagai hadiah untuk Farhan.

Fajri tiba diruangan. Ia melihat Farhan sedang duduk menonton televisi.

"Bang Han," panggil Fajri pelan.

Iris mata Farhan melirik ke arah Fajri sekilas, lalu memilih untuk melanjutkan menonton. Ia malas jika melihat Fajri.

"Bang Han. Aji mau bilang, besok Bang Han sudah boleh pulang kata Dokter Fauzan," ucap Fajri tetap tersenyum walau diabaikan.

"Hmm... iya," jawab Farhan cuek.

Fajri mendekati Farhan. "Bang, mau makan buah apa? Nanti Aji kupasin."

"Nggak usah!" jawab Farhan bernada datar.

"Kalau mau makan bilang Aji ya. Aji mau ke kamar mandi dulu," pamit Fajri.

Farhan menatap punggung sang Adik yang hilang dibalik pintu. Ia menghela napas berat.

"Maafin Abang ya Ji," ujar Farhan lirih. Ia memijat kening menahan rasa pusing di kepala.

Di dalam kamar mandi, Fajri sejak tadi menahan tangis akhirnya pecah juga. Ia menangis tersedu-sedu. Keran air dinyalakan agar menyamarkan suara tangis.

"Bang... Aji sebenarnya salah apa? Aji sudah mengikuti semua permintaan Bang Han. Aji sudah nggak kuat lagi. Aji rindu belaian di rambut dan pelukan hangat Bang Han."

Fajri mencurahkan isi hatinya. Ia capek harus berusaha tegar dan terlihat baik-baik saja selama ini.

Waktu bertemu dengan Ricky di rumah sakit. Ia sudah lebih tenang setelah curhat dan kini melihat sikap acuh Farhan membuat hati Fajri tersakiti kembali.

"Bang Han... apa perlu Aji menghilang baru Abang senang?" monolog Fajri pasrah.

.....

"Gadisku yang genit... gadisku yang cantik... kau buatku berbisik...

gadis genit...."

Zweitson menyanyikan lagu milik Vidi Aldiano berjudul 'Gadis Genit'. Entah mengapa bayi satu ini mengetahui lagu yang belum cocok untuk dirinya.

"Mami...," rengek Zweitson.

Baru saja jempol kaki Zweitson yang sakit tersandung bangku saat ia sedang berjoget. Ia meringis kesakitan sambil duduk di lantai.

"Mami... hiks... kaki Soni sakit...," tangis Zweitson.

Sang Mami yang tengah memasak langsung berjalan cepat menghampiri anak kesayangannya. Ia melihat Zweitson sudah tiduran.

"Soni... bayi satu Mami ini kenapa?" tanya sang Mami khawatir.

"Itu Mami, bangku itu nakal. Masa jempol kaki Soni yang lagi sakit kesandung bangku," jawab Zweitson mengadu.

Mami memukul pelan bangku yang tak bersalah. Ia juga memeluk erat tubuh kecil Zweitson berusaha menenangkan.

"Cup! Cup! Jangan nangis lagi ya, nanti Mami bikin puding cokelat kesukaan Soni deh. Oke?"

"Yes, Mami. Soni sudah nggak nangis lagi nih," jawab Zweitson menyengir. Ia mengelap airmata menggunakan kaos bergambar Mail di kartun Upin Ipin.

Mami tersenyum kecil. Ia membantu Zweitson berdiri, lalu mendudukan di bangku yang telah menjadi korban sesungguhnya.

Zweitson sudah terlihat lebih tenang. Mami mengambil dua helai tisu untuk menghapus jejak airmata bercampur ingus sang Anak kesayangan.

"Mi... Soni besok nggak masuk sekolah. Jempol kaki Soni masih sakit dan besok ada keluar MV Twice terbaru idolanya Soni," ucap Zweitson memohon.

Sang Mami mengusap surai hitam Zweitson lembut. "Iya bayi Mami. Kamu Mami izinkan tidak masuk sekolah, tapi Soni jangan nangis lagi dan harus kuat."

"Siap Mami sayang!" seru Zweitson memeluk kembali tubuh sang Mami.

Zweitson mengecup pipi kanan dan kiri sang Mami bergantian. Bagi Zweitson kehadiran Mami dan Papi sebagai orang tuanya adalah anugrah terindah.

"Maafin Soni ya, Mi," gumam Zweitson di balik pelukan hangat.

.....

Hari sudah menjelang sore. Langit senja mulai muncul menggantikan siang yang cukup panas tadi.

Makan sore untuk Farhan sudah tiba. Kali ini lauknya adalah nasi putih, ayam goreng, tempe dan sayur sop.

"Bang, mau Aji bantu makan?" tawar Fajri.

"Hmm... oke," jawab Farhan datar.

Senyum tipis terukir di bibir Fajri. Farhan melihat senyum Fajri semakin merasa bersalah. Ia tak seharusnya memarahi sang Adik yang selalu setia menemaninya saat sakit seperti ini.

"Ji," panggil Farhan pelan.

"Iya, Bang?" tanya Fajri semangat.

Jujur Fajri rindu dengan panggilan dari sang Abang. Ingin rasanya Fajri memeluk tubuh Farhan, namun rasa salah dan takut masih menyelimuti hati.

"Abang mau makan pakai sayur sop sama tempe," ucap Farhan.

"Iya, Bang Han. Mau Aji suapin?" tanya Fajri.

"Boleh Ji. Kepala Abang masih pusing juga," jawab Farhan pelan.

"Siap Bang!" balas Fajri senang.

Farhan mengacak rambut hitam Fajri gemas. Fajri terdiam kaku dibuatnya.

"Bang...," panggil Fajri tak kuasa menahan tangis.

Farhan tersenyum lembut. Ia merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.

Fajri langsung memeluk erat tubuh Farhan. Akhirnya momen yang ia rindukan sejak lama terkabulkan.

"Maafin Abang ya, Ji. Abang egois dan suka marah-marahin kamu. Abang nggak bermaksu--,"

"Stop Bang. Aji sudah maafin Abang. Jujur, Aji rindu dengan sosok Abang yang dulu. Aji selalu berdoa untuk kesembuhan Abang di setiap shalat."

Fajri memotong perkataan Farhan. Ia sudah tak ingin ada kerenggangan hubungan antara Adik dan Abang kembali.

"Aji sayang Bang Farhan," ucap Fajri di balik pelukan.

"Abang juga sayang Fajri, adik abang yang polos," balas Farhan tersenyum lembut.

Suster Jannah dan Hernita yang melihat momen keduanya sangat terharu. Salah satu dari mereka merindukan sang Adik yang sudah tiada.

"Kak Mpi, Nita juga mau dipeluk," ucap Nita manja.

"Hahaha... sini Kakak peluk," balas Jannah atau biasa di panggil Mpi oleh rekan kerja terdekatnya.

Kedua Suster yang merawat Farhan sejak di ruangan saling berpelukan. Walau mereka suka bertengkar, tetapi ia hanya hal kecil dalam perkejaan.

......RZ......

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro