10 - Trust me, It Works!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Berpencar!"

Para manusia berjubah merah yang berjumlah sekitar 12 orang memulai misi pencarian anak-anak yang hilang pada pukul 00.30. Pemimpin organisasi Candy's Hunter, yakni Iyori Gladstonius, bertugas memantau pergerakan mereka melalui layar monitor yang berada di markas bawah tanah Moonlight Café. Melalui kamera pendeteksi hantu yang terpasang di jubah masing-masing anggota, Iyori dapat melihat dengan jelas fenomena Sacred Hour, benda-benda tak kasat mata, bahkan para makhluk dimensi lain yang sekadar numpang lewat. Meski beroperasi tengah malam sampai matahari terbit, Iyori harus kuat. Ia selalu menyediakan seteko kopi dan banyak coklat di ruang kerjanya.

"Darel, nyalakan lidi dupa!" perintah Iyori sambil mengunyah coklat. Melalui kamera di kancing jubah Daven, sepasang mata kemerahan yang tampak dari adik bungsunya menyiratkan sesuatu.

"Tumben kau tidak fokus hari ini."

"Tentu saja, Kakak! Aku belum tidur daritadi. Bolehkah aku mengajukan cuti hari ini?" pinta Darel melalui sambungan clip microphone.

"Silakan saja, yang penting kerjaanmu beres!" sahut Iyori.

"Bilang saja kau mengkhawatirkan gadis itu," sindir Daven.

"Ma-mana mungkin?" sangkal Darel.

"Hei, Kalian Berdua! Fokus!" seru Iyori agak marah.

"Iya, Kakak!" jawab dua pria itu kompak.

Darel menyalakan dua lilin merah di samping wadah dupa. Kemudian pria itu menyalakan lidi dupa berwarna merah darah. Setelah dibakar, lidi yang terbuat dari getah benzoid itu mengeluarkan asap aromaterapi. Tak lupa, mereka juga berdoa memohon keselamatan kepada Tuhan.

***

Malam semakin larut. Kabut merah juga terlihat makin tebal. Daven dan Darel masih berjalan di sekitar pusat kota Zavandria yang tampak senyap dari aktivitas manusia. Beberapa peti mati yang saling berjauhan pun masih tertutup, belum mengeluarkan aroma permen pemikat anak-anak.

"Peti-peti ini masih kosong. Artinya, Pale Rider belum menemukan mangsanya," ucap Daven melalui alat pendeteksi hantu yang terpasang di pergelangan tangannya. Darel juga mengenakan jam yang sama.

Sejak tadi, Pandangan kakak-beradik itu senantiasa waspada. Daven selalu mengenggam Geminae Guns, sepasang pistol kembar berwarna silver berisi amunisi Holy Bullet, jenis peluru yang digunakan untuk menekan iblis atau hantu tanpa membunuhnya. Dibandingkan kakaknya, Darel memiliki fisik yang lemah dan tidak cukup kuat dalam pertarungan. Ia hanya memilik Maledictio, sebuah buku mantra pengusir setan. Kedua benda tersebut merupakan warisan turun temurun dari keluarga Gladstonius yang berasal dari kota tua di selatan Zavandria, Silvertown.

Tiba-tiba Darel menghentikan langkahnya. Tidak seperti biasa, rasa kantuk yang dialaminya malam ini sungguh luar biasa. Ia menguap berkali-kali dan memutuskan untuk istirahat sebentar di bangku halte.

"Sunnguh merepotkan! Harusnya tadi aku mengajak Gavin saja supaya pekerjaan kita cepat selesai," keluh Daven padanya.

Di antara keluarga Gladstonius yang tinggal di Zavandria, Gavin memiliki insting pendeteksi hantu paling kuat. Kemampuan insting jarak jauhnya bukan hanya dapat mendeteksi keberadaan para hantu, bahkan dapat mendeteksi kehadiran manusia. Pada operasi pertama Candy's Hunter, Gavin hampir masuk ke dalam peti mati beraroma manis karena tidak mengungkapkan apa yang dilihatnya. Seiring berjalannya waktu, bocah lelaki itu dilatih untuk peka terhadap apa yang dilihatnya. Hal ini sangat membantu dalam operasi perburuan.

"Maaf telah merepotkanmu, Daven!" Darel menguap lagi. Kopi hitam yang tadi diminumnya sebelum berangkat ternyata tak cukup ampuh untuk meredakan rasa kantuk.

"Sebaiknya kau kembali dan bujuk pria kecil itu datang kemari!" desak Daven.

"Aku tak yakin Gavin akan ikut denganmu. Kau ingat, apa yang dikatakannya tadi?" Darel memperagakan seorang Gavin yang sedang bermain boneka.

"Dia ingin mengganggu gadismu," duga Daven.

"Hei, sudah kubilang, kan? Kami belum pacaran." Darel selalu saja ingin menyangkal pendapat itu. Namun, memang tak bisa dipungkiri, diam-diam Darel menyimpan hati untuk Lova. Mungkin karena mereka berdua sudah kenal sejak lama dan berteman akrab.

Darel mengeluarkan bungkus permen berukuran panjang berwarna ungu dari saku celananya. Ia lupa membuangnya tadi. Kebetulan, di sebelah bangku ada tempat sampah. Darel langsung melemparnya ke sana.

"Apa yang kaubuang?" tanya Daven penasaran.

"Hanya bungkus permen," sahutnya.

Daven memperhatikan bungkus yang terbuang dengan saksama. Ia menghela nafasnya dan berkata, "Pantas saja kau mengantuk."

"Memangnya kenapa?" tanya Darel bingung.

"Itu Melatonin, sejenis permen yang dapat menyebabkan kantuk," jelas Daven.

Darel terkejut. Lantas mengerang frustasi sambil meremas penutup jubahnya. Darel yakin, ini pasti ulah Gavin. Anak itu terlalu banyak membawa berbagai jenis permen. Darel memang tidak suka permen, sehingga ia tak dapat membedakannya. Ia terpaksa makan permen karena tidak ada camilan di rumah Lova.

"Sialan! Anak itu mengerjaiku."

"Makanya, baca kemasannya dulu sebelum dimakan." Daven sedikit tertawa, sekadar untuk mengejek adiknya.

"Jadi, bagaimana ini, Daven? Kita belum menemukan apa-apa." Darel menengok ke sana- ke mari. Seluruh pemandangan belum berubah sama sekali.

Daven memeriksa jam digital di tangannya. Sudah satu jam lebih mereka berkeliling. Para anggota yang lain juga belum memberikan laporan.

Tiba-tiba, Daven mengarahkan pistol di tangan kanannya menuju ke arah belakang Darel. Dengan cepat, ia mengenai satu target. Darel terkejut bukan main.

"Hei, bilang dulu, dong, kalau ada hantu lewat!" Darel memperhatikan hantu seukuran manusia dewasa yang terkapar di belakangnya.

"Cuma Gargoyles," gumam Daven seraya meniup mulut pistolnya.

"Apa kaubilang? Makhluk itu adalah Gargoyles, si penjaga gedung?"

Mata Darel seketika membulat. Bagi Daven, mungkin makhluk yang memiliki tanduk, cakar, dan sepasang sayap ini cuma hantu biasa. Namun, bagi Darel, tetap saja makhluk ini terlihat menyeramkan. Apalagi kalau sudah melihat gigi runcingnya. Pasti tidak pernah gosok gigi.

"Bagaimana jika kawanan mereka mengejar kita?"

"Huh, dasar penakut! Habisi saja mereka!" saran Daven sambil menunjukkan senjata pembasmi hantu andalannya. Darel pun tahu kalau Daven cuma ingin menyemangati dirinya yang sudah dilanda kantuk berat.

"Sungguh, makin lama aku tak tahan melihatmu begini. Sebaiknya kau kembali dan jemput Ga-... "

Kata-kata Daven langsung berhenti tatkala sekelebat bayangan melewati mereka berdua. Pada saat yang bersamaan, Darel menghilang dari pandangan Daven. Ia panik bukan main. Detektor hantu di tangannya berbunyi berkali-kali, menandakan bahwa makhluk yang mereka incar telah hadir di sini. Pale Rider membawa seorang anak perempuan pemakan jeli, mengenakan gaun peri. Buru-buru Daven mengambil roda sepatu, lalu memasangnya. Ia pun memelesat mengejar Pale Rider sambil menembakkan Geminae Guns berkali-kali. Sayangnya, kecepatan lari kuda pucat itu tak dapat diprediksi. Tembakan Daven meleset berkali-kali.

"Target telah ditemukan! Siapapun yang berada di lokasi dekat dengan Daven, cepat bantu!" perintah Iyori kepada para anggotanya. Perempuan itu juga mengaktifkan aplikasi map melalui detektor hantu yang dipakai setiap anggota Candy's Hunter.

"Awas kau, Makhluk Berjubah Biru! Kali ini, kami akan menangkapmu!" seru Daven penuh emosi.

Aroma manis dari peti mati lama-lama terasa pekat di indera penciuman Daven. Ia memakai masker agar tidak terbujuk aroma itu. Aroma manis nan memikat bagai gula-gula permen itu bukan hanya dapat menarik perhatian anak-anak, bahkan orang dewasa bisa tertarik untuk menghampirinya. Daven tak boleh lengah. Ia tidak mau lagi mendengar berita anak-anak hilang di Kota Zavandria. Seperti yang terjadi pada Teddy dan Michelle.

Langit malam itu masih tampak kehijauan. Melalui bayangan sinar lampu penerangan jalan, ada seekor makhluk memelesat di atas Daven. Pria itu menghentikan sepatu rodanya, membuka penutup kepalanya untuk memastikan sosok terbang yang barusan lewat. Ternyata, makhluk itu adalah Gargoyles. Salah satu dari kawanan mereka mengangkut rekannya yang tadi pingsan. Dan ada satu lainnya yang mengangkut ... Darel!

"Astaga, bagaimana ini bisa terjadi?" Daven langsung menembakkan pistolnya ke langit. Namun, makhluk bersayap lebar itu pandai menghindar.

"Darel bodoh! Bagaimana bisa kau malah tidur nyenyak di punggung makhluk jelek itu?" Daven terus menggerutu tanpa henti. Sebenarnya ia merasa marah, tetapi juga kasihan kepada adiknya itu. Ia khawatir kalau Darel diapa-apakan oleh makhluk itu.

"Daven, sudah kubilang, 'kan? Fokus! Fokus! Fokus! Biarkan saja makhluk jelek itu terbang jauh. Aku yakin, Darel bisa mengatasinya," perintah Iyori dari sambungan jarak jauhnya.

"Aku tidak bisa fokus kalau keadaannya seperti ini," keluh Daven. Ia kembali memakai tudung jubahnya. Nafasnya terdengar terengah-engah. Daven bingung apa yang harus dilakukan.

"Yakinlah kalau Darel pasti bisa mengatasi masalahnya sendiri. Tugasmu hanya menyelesaikan misis sebelum kita kehilangan nyawa lagi. Percayalah padaku!" Iyori terus mendesak Daven agar ia kembali fokus pada misinya--menyelamatkan seorang anak yang diculik Pale Rider.

Daven menepuk dadanya berkali-kali. Ada yang terasa sesak di dalam. Kemudian, ia menarik nafas perlahan dan menghembuskannya. Ia tahu bagaimana rasanya kehilangan. Setelah kehilangan kedua orangtua dan kakak iparnya, ia tidak mau lagi kehilangan siapapun. Ia harus menyelamatkan semuanya.

"Baiklah, Kak Yori! Aku percaya padamu."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro