13 - Child's Play

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di tengah prahara tentang topik hangat anak-anak Kota Zavandria yang hilang secara misterius, tentu membuat para penegak keadilan pusing bukan kepalang. Bagaimana tidak? Kasus ini bermula sejak awal bulan Oktober sampai pertengahan saat ini. Tidak ditemukan tanda-tanda apapun. Bahkan CCTV yang terpasang di semua tempat hanya menunjukkan anakp-anak berkostum Halloween berjalan sambil menyantap permen, kemudian hilang entah ke mana. Perihal pelakunya, hal itu masih menjadi misteri.

Daven mengganti cahnnel TV LCD yang terpasang di atas dinding, tepat saat Darel hampir menyentuh gagang pintu keluar kafe.

"Tumben rapi," sindir Daven sembari senyum-senyum. Bukan hanya pakaiannya, ia heran dengan rambut Darel yang terlihat rapi. Ternyata adiknya ini bisa menyisir ramnbut sendiri.

"Bawel!" ketus Darel langsung membuka pintu. Suara gemerincing loceng menyertai kepergiannya.

"Semoga berhasil!" Daven melambaikan tangan melalui kaca jendela. Tampak Darel menatapnya sebentar, lalu masuk ke mobil.

Gavin yang baru selesai mandi pun bertanya, "Paman Darel mau ke mana?"

"Mau pergi kencanlah. Ini kan hari Minggu. Lagipula, dia sudah izin ibumu untuk mengambil cuti hari ini," jawab Daven.

"Kok aku tidak diajak?" Gavin merengut.

"Masa' orang mau kencan mengajak anak kecil. Kau mau jadi orang ketiga alias setan?" tanya Daven iseng.

"Ih, Paman Daven selalu saja menyebalkan!"

Jujur saja, Gavin lebih suka dengan Darel daripada pamannya yang berbadan tegap dan memiliki otot besar ini. Daven selalu saja mengusilinya. Seperti sekarang, Daven menggelitik Gavin yang tengah kesal karena tidak diajak Darel.

***

Sebelum menuju ke tempat tujuan, Darel mampir ke toko bunga. Ada berbagai jenis bunga berbagai warna dan keharuman. Ia sampai bingung mau pilih yang mana. Kemudian, matanya tertuju kepada wanita penjaga toko yang membawa bunga lili putih. Sadar diperhatikan, wanita itu menawarkan bunga yang sama kepada Darel.

"Sepertinya, Anda menyukai bunga ini, Tuan," kata wanita itu.

"Ah, ya!" Darel bingung harus berkata apa. Ia tidak pandai memilih bunga untuk orang spesial. Ia pun meminta saran dari penjaga toko tersebut.

"Apapun bunga yang Anda berikan, asalkan niatmu tulus dari hati yang paling dalam, dia pasti akan menyukainya," saran wanita itu.

Darel mengangguk. Akhirnya, ia memutuskan untuk membeli bunga yang tadi.

"Yang terpenting, tunjukkan senyumanmu padanya!" Wanita itu mengetuk bibirnya sebagai tanda bahwa seseorang harus selalu tersenyum.

Darel menerima saran itu. Setelah membayar, ia mengendarai mobilnya kembali. Lantas meunju ke tempat tujuan. Tak jauh dari toko bunga, ia sudah sampai di parkiran apartemen.

Di depan pintu apartemen nomor 51, Darel melakukan olah nafas terlebih dahulu. Bunga yang tadi dibelinya sengaja tidak sembunyikan di punggung, seperti yang biasa dilakukan kaum pria ketika bertemu wanita pujaan hatinya. Darel ingin terlihat lebih mencolok, untuk membuat sedikit kejutan. Jari telunjuknya hampir menekan bel pintu. Namun, pemilik rumah sudah terlanjur membuka pintu.

"Lo-Lo-Lova?" Ucapan Darel tiba-tiba tercekat. Ia terkejut melihat Lova yang hanya mengenakan tanktop dan celana pendek, menampakkan kulit mulusnya dari atas bawah sampai atas. Darel sampai menelan ludahnya sendiri.

Tangan kanan Lova membawa bungkusan hitam besar. Darel menduga itu pasti sampah.

"Hei, minggir! Aku mau buang sampah dulu."

Bukan hanya sampah yang dibawanya bau, bahkan nafasnya juga bau. Pasti Lova belum gosok gigi. Mandi apalagi.

"Sepertinya kau sudah sehat, ya!" ucap Darel setelah Lova selesai membuang sampah.

"Kau siapa?" tanya Lova dengan sorot mata tajam.

"Hah, masa kau tidak tahu siapa aku?" Darel menaikkan sebelah alisnya. Jangan-jangan setelah kejadian kemarin, Lova hilang ingatan. Atau mungkin, Gavin memberinya permen penghilang ingatan. Dugaan-dugaan lainnya mulai bernaungan di pikiran Darel.

"Darel," tegasnya, "aku datang ke sini untuk menjengukmu."

Lova langsung membantah, "Bukan! Kau bukan Darel. Darel tidak pernah serapi ini."

Makin lama, Darel merasa makin kesal. Tangan kanannya mengepal kuat. Sedangkan tangan kirinya masih setia membawa buket bunga lili yang harum mewangi. Sungguh, baru kali ini ia dipermainkan oleh seorang wanita muda.

"Hah-ah! Aku hanya bercanda," katanya sambil tertawa. Lalu mempersilakan Darel masuk ke dalam kediamannya. Namun, seketika Lova merasa sedikit pening. Tubuhnya terhuyung ke dalam ruangan.

Untungnya, Darel berhasil menyangga tubuh gadis itu. Kalau tidak, mungkin kepalanya sudah terbentur lantai.

"Ternyata kau belum sehat."

Kedua mata mereka saling bertatapan. Sungguh, Lova selalu tidak tahan dengan adegan romantis yang mirip drama ini. Tidak baik bagi kesehatan jantungnya. Lova cepat-cepat menegakkan tubuhnya, walaupun harus menahan sakit kepala yang masih terasa.

"Belum mandi, ya?" tanya Darel.

"Kalau belum, memangnya kenapa?" tanya Lova penasaran.

"Aku mandiin mau?" tawarnya kepada Lova.

Wajah Lova langsung memerah seketika. Ingin sekali ia memukul kepala pria berambut coklat yang sedang duduk di sofanya. Namun, ia urungkan niat itu.

"Tidak perlu. Memangnya aku bayi apa?"

"Bukan begitu. Maksudku, kondisimu kan masih belum sehat. Nanti kalau terpeleset di kamar mandi, bagaimana?"

Ada rasa kekhawatiran dari raut muka Darel. Tapi, itu kan mesum namanya.

"Sudahlah, kau tunggu di sini saja. Aku mau mandi dulu. Tidak nyaman berbicara dengan dengamu kalau belum gosok gigi," ucap Lova hendak meninggalkan Darel yang masih duduk.

"Tunggu sebentar!"

"Apalagi?" tanya Lova kesal.

Darel memalingkan wajahnya, lantas berujar, "Jangan tunjukkan lekuk tubuhmu kepada orang lain!"

Lova mengernyit, lalu meraba-raba tubuhnya sendiri. Darel memang orang yang baik, mengingatkannya agar tidak lengah. Mungkin kalau Darel tidak kuat, ia pasti sudah menggodanya.

Darel mengalihkan pandangannya di ponsel. Lova masih memperhatikan pria itu dari kejauhan. Darel tahu kalau Lova tak kunjung menyelesaikan urusannya. Pria itu langsung melempar buket bunga yang dibawanya tepat mengenai kepala gadis itu. Padahal, ia berharap Darel memberikan bunga lili putih itu secara romantis.

"Cepat sana mandi! Setelah ini, aku akan mengajakmu ke suatu tempat."

***

Minggu pagi menjelang siang, wahana taman bermain semakin ramai dikunjungi manusia. Berbagai permainan menyenangkan bisa dipilih sesuai keinginan. Ada bianglala, komidi putar, roller coaster, dan sebagainya. Pergi ke tempat menyenangkan seperti ini merupakan salah satu solusi ampuh untuk mengatasi kebosanan hidup.

Biasanya, Darel mengajak Gavin pergi ke tempat ini. Dan selalu saja ia bercerita tentang hantu yang ditemuinya di beberapa sudut permainan. Terutama, di wahanya roller coaster dan komidi putar. Bukan hanya manusia, bahkan hantu pun ingin menikmati wahana permainan.

Khusus hari ini, Darel ingin pergi berdua dengan Lova saja. Bisa dibilang, ini kencan pertama mereka sebagai teman dekat.

"Apakah kau masih merasa pusing, Lova?" tanya Darel setelah mereka tiba di lokasi. Tepatnya, di parkiran mobil.

"Tidak. Aku sudah minum obat tadi," jawabnya.

"Jangan minum obat sembarangan! Aku jadi makin khawatir, tahu!" Darel membantu Lova melepas sabuk pengamannya.

Sejak kapan Darel jadi romantis begini? batin Lova. "Ah, ya! Besok aku akan pergi ke dokter."

Setelah keluar dari parkiran, mereka menuju ke loket untuk membeli tiket masuk wahana. Darel sengaja memilih paket komplit agar mereka bisa memainkan seluruh permainan sepuasnya.

"Hei, kau serius mau memainkan semua permainan itu?" tanya Lova heran melihat tiket yang dibawa Darel. Pria itu cuma tersenyum sambil berjalan agak cepat. Lantas, Lova berlari kecil mengejarnya.

"Tentu saja, masa kalah sama anak kecil," ucapnya penuh percaya diri. "Sekali-kali, memalingkan diri dari dunia hantu juga perlu."

"Hantu? Maksudmu, mereka?"

Beberapa orang tampak menggunakan kostum yang tidak biasa. Ada yang pakai kostum hantu, ada juga yang pakai kostum tokoh fiksi atau superhero. Mungkin karena sebentar lagi perayaan Halloween, orang-orang melakukan selebrasi dengan cara seperti ini. Bukan hanya anak-anak, bahkan orang dewasa turut memakainya. Benar-benar permainan anak-anak.

Baru saja menaiki kereta mini yang hampir bergerak, tiba-tiba Lova merasa pusing setelah melihat boneka seram di bawah tempat duduknya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro