14 - Fullmoon

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pemandangan kehijauan disertai bulan purnama super besar menaungi langit di atas wahana taman bermain. Lova berjalan dari satu wahana ke wahana bermain lainnya. Langkahnya berhenti di depan roller coaster. Anak-anak berkostum hantu menikmati permainan ini dengan riang gembira. Semuanya berteriak kegirangan saat roller coaster  meliuk dan berputar di lintasan.

Lova melangkahkan kakinya lebih jauh lagi. Kali ini, komidi putar tepat di depannya. Replika kuda dan kereta kencana dengan desain warna-warni beserta lampu hias turut memeriahkan permainan ini. Anak-anak yang menaikinya larut dalam kegembiraan. Lova tersenyum memperhatikannya.

Langkahnya berlanjut lagi. Kini, seorang anak perempuan dengan kostum penyihir ingin mengajaknya naik kereta mini, dengan bagian depan berbentuk bulat dengan sepasang mata, hidung, dan mulut berukuran besar. Tersedia kursi-kursi dengan sandaran bantal yang lembut, tanpa sandaran lengan untuk pegangan. Lova memakai gaun yang sangat cantik layaknya seorang putri kerajaan. Namun, ada yang janggal. Suasana di kereta ini tampak berbeda, tidak seperti yang ia lihat di roller coaster atau komidi putar yang penuh kegembiraan. Semua penumpang kereta menangis.

"Anak-Anak, kenapa kalian menangis?" tanya Lova.

Anak berkostum elf diam. Kemudian, Lova bertanya kepada anak berkostum duyung yang duduk di sebelahnya.

"Ada apa sebenarnya? Apakah kalian menangis karena keretanya rusak?" duga Lova.

"Keretanya tidak rusak, Nona!" kata anak berkostum peri. Dia juga ikut menangis.

"Lantas kenapa?" desak Lova.

"Lihatlah di bawah kursimu!" suruh anak berkostum elf.

Rasa penasaran Lova tak dapat di bendung lagi. Meskipun angin sepoi-sepoi yang menyentuh kulitnya makin terasa dingin, ia memberanikan diri untuk menengok bagian bawah kursi yang didudukinya. Tiba-tiba bulu kuduknya meremang. Refleks pilomotor itu bereaksi menaikkan intensitas ketakutannya. Perlahan, ia memberanikan diri untuk melihat.

Ada tubuh seorang anak kecil terbujur kaku di bawah sana. Lova ingin tahu, dia laki-laki atau perempuan. Lova menekuk sedikit lututnya agar bisa melihat lebih dekat. Bau anyir terasa di indera penciumannya. Dua lutut Lova menyentuh lantai kereta mini. Tangan kanannya meraba-raba di bawah sana. Makin ke ke dalam hampir menyentuh kepala. Namun, ternyata ...

Kepalanya hilang?

"Di mana kepalanya?" gumam Lova tiba-tiba.

"Makhluk berjubah pembawa sabit besar itu ... memotong kepalanya!" seru anak berkostum penyihir, terisak-isak makin kencang.

Lova terkejut bukan main. Namun, tangannya masih penasaran ingin mencari sesuatu yang hilang. Sepertinya, tangan kanannya berhasil menyentuh sesuatu.  Jemarinya meremas benda halus dan panjang, seperti rambut. Kemudian, ia menarik benda itu. Dan, ternyata ... dia menemukan kepala anak itu!

"GAVIIIN!" teriak Lova histeris.

Tangan Lova gemetaran, mengakibatkan kepala tanpa tubuh itu langsung meluncur ke bawah dan menggelinding. Ia segera turun dari kereta mini dan berlari sejauh mungkin. Sesampainya di jembatan pelangi, tiba-tiba jembatan itu roboh. Lova ikut terperosok tak dapat menyelamatkan diri. Berteriak pun tak sanggup.

Siapapun, tolong aku!

Tangannya mencoba meraih sesuatu yang bisa dipegang. Terus melambai tanpa menyentuh apapun. Udara makin terasa dingin. Lova memejamkan mata. Ia pasrah jikalau harus mati dan menjadi hantu hari ini.

Sebuah tangan meraih tubuhnya. Seperti ada sentuhan hangat yang menepuk pipi. Ada yang membopong tubuhnya. Lova juga merasakan aroma parfum aqua bulgary di sebelah kirinya. Kain menempel di hidungnya dengan aroma khas parfum pria, yang amat dikenalnya. Tubuhnya serasa diguncang. Karena penasaran, Lova membuka mata pelan-pelan untuk melihat sosok yang telah menolongnya.

***

"Maaf, seharusnya aku tak mengajakmu jalan-jalan hari ini. Kondisi kesehatanmu belum pulih betul."

Lova terbaring di sebuah ranjang putih, dengan sandaran kepala hingga punggung yang sedikit lebih tinggi. Setelah ia sadar, Darel langsung memberinya segelas air putih.

Oh, tentu saja! Siapa lagi pria yang mampu menolongku selain Darel? Kukira orang lain, batin Lova tanpa menyahut ucapan Darel.

Kini Lova berada di klinik terdekat dari wahana taman bermain. Ternyata saat meniki kereta mini, dia pingsan. Darel langsung menggendongnya menuju mobil.

"Saat pingsan, tadi kau meneriakkan nama 'Gavin'. Apakah kau mengalami mimpi buruk?" tanya Darel.

Lova menggigit bibir bawahnya. Ekspresi ketakutan itu belum pun sirna. Darel dapat merasakan hal itu di mata Lova. Kemudian ia menggenggam tangan Lova penuh kehangatan. Gadis itu merasakan dadanya sedikit berdebar.

Darel menatapnya intens dan bertanya, "Bisakah kau menceritakan mimpi burukmu itu?"

"Tapi ..."

Lova diam sejenak, lantas menjawab, "Bukannya aku tidak mau cerita, tapi ... ini menyangkut Gavin dan ... makhluk berjubah biru!"

Lova menggigit bibir bawahnya lagi. Menunduk lesu. Air matanya meluncur begitu saja. Sungguh, dadanya terasa sesak saat ini. Ia tak mampu untuk bercerita. Terlalu menyakitkan untuk diungkapkan.

"Kalau tidak kuat, tidak usah dipaksa," saran Darel sembari menepuk pelan punggung tangan Lova.

"Maaf, Darel," lirih Lova.

"Tapi, kalau sudah begini, mau bagaimana lagi," sahut Darel.

Darel mengambil ponsel di saku kemejanya. Ia menunjukkan sesuatu yang menarik di layar ponsel.

"Fenomena bulan purnama pemburu diperkirakan terjadi pada bulan Oktober ini. Menurut informasi yang kudapat, hal itu akan terjadi malam ini. Wahana bermain yang kita datangi tadi juga akan mengadakan pesta kembang api. Oleh karena itu, aku berniat mengajakmu ke sana untuk melihat bulan purnama itu malam ini," jelas Darel tegas.

Lova mengamati tulisan yang ada di layar ponsel Darel. Ia membaca dengan saksama dalam hati.

Hunter Moon atau Bulan Pemburu adalah sebutan untuk fenomena purnama setiap bulan Oktober. Salah satu hal yang menarik dari Full Hunter Moon adalah penampakannya yang terlihat lebih terang. Ketika Bumi berada di titik terdekatnya dalam orbitnya dengan Matahari, sinar yang dipantulkan ke bulan sedikit lebih kuat. Hal inilah yang menyebabkan penampakan bulan purnama Oktober ini tampak lebih terang. Tidak hanya itu saja, ilusi optik juga menyebabkan penampakan bulan purnama Hunter Moon ini terlihat sangat besar saat terbit di cakrawala di malam hari.

"Kalau begitu, ayo kita ke sana!" Lova mengusap air matanya, memaksakan tersenyum.

"Tapi, kondisimu masih ... "

"Tidak apa-apa, Darel! Kapan lagi kita bisa melihat fenomena langka ini?" Lova terus memaksa. Meskipun dulu ia tidak pernah percaya pada hantu atau pun tahayul, tapi kali ini, ia harus menghadapi mimpi buruknya. Mungkin sedikit hiburan bisa mengurangi beban pikiran di kepala.

"Baiklah, kalau kau memaksa. Aku bilang ke dokter dulu kalau kau sudah siuman."

Darel berdiri dari tempat duduknya. Kebetulan, dokter sudah datang duluan. Jadi, mereka bisa langsung berangkat menuju lokasi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro