5 - Candy's Hunter

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Ksatria berjubah biru, salah satu dari 'Empat Penunggang Kuda dari Dunia Bawah', dia mengendarai kuda pucat dan mewakili kematian. Dia memiliki kekuatan untuk menghancurkan kehidupan.

Seberkas cahaya kehijauan memelesat dari arah kanan Lovania. Aura mencekam begitu kuat terasa hingga menyentuh saraf kulitnya. Makhluk berjubah biru penunggang kuda pucat menoleh ke arahnya, menampilkan wajah yang berupa tengkorak manusia, sepucat warna kudanya. Lova merasa bahwa itu bukan wajah asli sosok tersebut. Ia menduga, makhluk itu bukan hanya menculik anak-anak seperti yang dilihat sebelumnya. Makhluk itu menyembunyikan sesuatu. Berkeliaran ke sana kemari mencari sesuatu yang berharga bagi dirinya. Meskipun begitu, tetap saja, Lova masih tidak yakin bahwa Pale Rider adalah hantu.

"Mimpi buruk itu masih menghantuiku sampai sekarang." Lova terduduk di kursinya yang berada di ruang guru.

Guru Bahasa Inggris yang ada di sebelahnya bertanya, "Sepertinya, semalam tidurmu tidak nyenyak, Miss Lova."

"Memang tidak nyenyak, Miss Ayla. Bahkan ada makhluk berjubah merah masuk ke kamarku," ucap Lova.

"Wah, jangan-jangan dia hantu si kecil berjubah merah," canda Miss Ayla.

"Bukan, kurasa dia superhero yang menyelamatkanku dari makhluk penunggang kuda itu." Pandangan Lova menerawang ke atas. Kedua tangannya memangku dagu. Selain Pale Rider, ia juga penasaran dengan para makhluk berjubah merah yang menyelamatkannya waktu itu.

"Kupikir, kau seratus persen tidak percaya tahayul. Rupanya kau sendiri malah mengalaminya," imbuh perempuan bergaun kuning cerah dengan rambut dicepol di belakang dan kacamata bulat.

"Entahlah, Miss Ayla. Mungkin saja aku terkena karma karena ketidakpercayaanku kepada dimensi lain."

Dua perempuan itu tertawa bersama, sampai Miss Ayla menanyakan sesuatu yang penting.

"Kudengar, Teddy dari kelas 3-2 belum pulang sampai sekarang."

"Teddy... Teddy yang mana, ya?" Lova mengetuk dagunya.

"Si anak gemuk yang selalu membawa permen lollipop saat istirahat."

Permen lollipop?

Entah kebetulan atau tidak, Lova ingat tentang bocah gemuk berkostum koboi naik kuda bersama si makhluk berjubah biru. Anak itu juga membawa beberapa permen lollipop di kedua tangannya. Lova melihat dengan jelas ketika Pale Rider memasukkan anak itu ke dalam peti mati beraroma permen dengan gambar salib.

Jadi, itulah penyebab Teddy masuk dalam daftar pencarian orang hilang.

"Kejadian ini juga pernah terjadi sebelumnya. Selalu terjadi pada bulan Oktober sebelum puncak perayaan festival Halloween. Beberapa ada yang selamat, tetapi ada juga yang masih hilang sampai sekarang. Bahkan, polisi tak mampu menangani kasus ini," terang Miss Ayla.

Lova baru tahu kalau pernah ada kejadian ini di sekolahnya. Secara ia adalah guru baru di sini, menggantikan guru sejarah yang purna tugas.

"Ada yang bilang, kalau anak-anak yang hilang itu diculik oleh hantu," bisik perempuan berkacamata itu lirih.

"Hah-ah! Lagi-lagi hantu," keluh Lova bosan. Miss Ayla cuma geleng kepala menanggapi sikap rekan kerjanya ini.

Jika Pale Rider berhasil menangkap Teddy, bagaimana dengan tiga bocah berkostum kucing hitam, macan tutul, dan jaguar yang mengetuk pintu rumahnya pada jam tiga pagi?

Lova berdiri dari tempat duduknya, kemudian keluar meninggalkan Miss Ayla yang kembali sibuk dengan urusannya.

"Aku mau ke kantin. Haus. Mau nitip?"

***

"Hei, lihat! I-i-itu Gavin!"

Bocah lelaki berambut klimis beserta dua temannya heran dengan kehadiran Gavin di kantin. Dengan memasang tampang membosankan seperti biasa, Gavin menatap sekilas ke arah mereka, lantas menuju ke tempat penjual minuman.

"Gavin, tunggu!" teriak bocah berkulit coklat mengejar Gavin.

"Apa?" Gavin menghentikan langkahnya.

"Ka-kami ingin bicara sesuatu denganmu," ungkap bocah berkulit coklat agak canggung, mengingat siswa yang dihadapinya saat ini memang terlihat jarang bicara.

"Boleh saja. Tapi, aku mau beli minum dulu," katanya.

"Kami yang traktir!" seru mereka bertiga.

Pemandangan yang tak biasa bagi seorang Gavin Emiliano, begitulah menurut Lova. Perempuan itu menatap murid-muridnya dari kejauhan.

Tunggu dulu! Sejak kapan Lova begitu peduli dengan Gavin? Barangkali, kata-katanya tadi pagi yang mengusik pikirannya.

Saat festival Halloween nanti, aku akan memakai kostum Pale Rider dan membuktikan bahwa hantu itu ada.

Lova mengacak-acak rambutnya sendiri sambil mengerang frustasi. Sampai-sampai orang-orang di sekitar kantin memperhatikannya. Ia pun tersipu malu. Namun, ia bersyukur tiga bocah lelaki yang mengusik jam tidurnya semalam tampak baik-baik saja.

Di perpustakaan, Gavin dan tiga orang yang ingin bicara dengannya duduk berhadapan. Beberapa camilan dan minuman kaleng diletakkan di atas meja.

"Sebenarnya, kami ingin mengucapkan terima kasih padamu karena telah menyelamatkan kami." Bocah berambut klimis dengan tag nama 'Morgan' memulai pembicaraan.

"Jika kau tidak menolong kami, mungkin makhluk itu sudah mengurung kami di peti mati," ucap siswa bernama Alvin pula.

Gavin meneguk minumannya, kemudian berkata, "Aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan."

Tiga bocah itu ternganga. Bagaimana mungkin Gavin melupakan kejadian yang baru berlangsung beberapa jam yang lalu?

"Masa' kau tidak ingat?" tanya Harry.

"Aku tidak menolong kalian. Mungkin mereka ...." Gavin menghentikan kalimatnya. Tiga anak itu jadi makin penasaran.

"Mereka siapa?" tanya Alvin.

"Para orang dewasa," jawabnya.

"Tapi, aku benar-benar melihatmu waktu itu. Kalian juga, 'kan?" Harry berusaha meyakinkan dua temannya. Keduanya mengangguk.

Gavin meneguk minumannya lagi. "Sudah kubilang, mungkin orang-orang dewasa yang menolong kalian."

Morgan mengernyit. Lalu menepuk meja cukup keras. "Jelas-jelas aku melihatmu waktu itu. Kau tidak perlu berbohong!"

Suara itu pun menimbulkan beberapa orang menoleh ke arah mereka. Termasuk penjaga perpustakaan yang menurunkan sedikit kacamatanya untuk memastikan sosok pelaku keributan.

Alvin dan Harry meredakan amarah sahabatnya dengan sebotol minuman berperisa apel.

"Kami juga tahu kalau kau bisa melihat hantu," ucap Alvin.

Faktanya memang benar kalau Gavin bisa melihat hantu. Ia menggenggam kaleng minumannya makin kuat sampai sedikit penyok. Jujur saja, baru kali ini Gavin merasa tertekan karena manusia yang umurnya sebaya dengannya.

Sepertinya, Paman Daven dan Paman Darel lupa memberikan obat tidur kepada mereka.

Akhirnya, bocah lelaki bermata sipit itu pun mengakui rahasia yang selama ini tidak pernah ia ceritakan kepada siapapun selain keluarganya. Setidaknya, mungkin hal ini bisa mengurangi perasaan tertekannya.

"Aku akan mengatakan yang sebenarnya. Tapi, kalian harus berjanji tidak akan menceritakannya kepada siapapun. Jika salah satu dari kalian melanggar janjiku, maka tak segan aku akan menaruh mantra pemikat di permen yang pernah kalian beli di Moonlight Café, agar hantu berjubah biru itu menangkap anak-anak nakal seperti kalian."

Alvin, Harry, dan Morgan menatap ngeri siswa bertampang aneh yang ada di hadapan mereka. Bisa-bisanya Gavin memberikan ancaman buruk kepada mereka dan mengatainya sebagai 'anak-anak nakal'. Sebenarnya mereka merasa marah, tetapi ditahan karena kalau menyebabkan keributan lagi, penjaga perpustakaan akan mem-blacklist kehadiran mereka di tempat ini.

Mereka bertiga mengangguk dan melingkarkan jari manis secara bersamaan sebagai tanda persetujuan.

"Keluarga Gladstonius memiliki sebuah organisasi bernama Candy's Hunter. Organisasi ini hanya beroperasi pada bulan Oktober pada waktu keramat atau Sacred Hour terjadi. Tugas mereka adalah menyelamatkan anak-anak yang akan ditangkap oleh Pale Rider, hantu berjubah biru penunggang kuda pucat." Gavin menjelaskannya perlahan, berharap agar mereka paham.

"Oh, iya! Aku sempat melihat orang-orang berjubah merah sebelum kami pingsan. Dan saat itulah, aku melihatmu, Gavin," ungkap Morgan.

"Apa yang akan terjadi kalau kami tertangkap?" tanya Alvin penasaran.

Gavijn diam sejenak. Helaan nafasnya berakhir dengan seruan, "Mati!"

Tiga bocah lelaki itu menutup mulutnya yang menganga saking kagetnya. "Jadi, apakah itu juga akan terjadi ... pada Teddy?" tanya Harry ragu.

"Mungkin saja, karena dia anak nakal," jawab Gavin, "dia akan dijadikan hantu dan akan ikut merayakan pesta Halloween bersama kita."

Jam istirahat sebentar lagi berakhir. Para siswa yang berbeda kelas itu menunduk lesu, menyadari kesalahan dan kenakalan masing-masing. Nakal karena telah mengganggu para orang dewasa yang sedang tertidur pulas di apartemen C6 Zavandria. Termasuk Lova yang turut menjadi korban kejahilan mereka.

Gavin menghembuskan nafasnya perlahan. Ia ingin mengakhiri percakapan hari ini.

"Sekarang, aku punya hadiah untuk kalian wahai pemburu permen."

"Hadiah?" Morgan selalu berbinar ketika mendengar kata 'hadiah'.

Gavin memberikan tiga buah permen berbungkus plastik kaca kepada tiga bocah itu. Tanpa basa-basi, mereka bertiga langsung mengemutnya. Berbagai macam rasa begitu nikmat di dalam mulut.

Maafkan aku, Teman-Teman! Pembicaraan kita cukup berakhir sampai di sini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro