4 - Costume for Halloween

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Menyadari bahwa anak sulungnya keluar meninggalkan kafe sebelum matahari terbenam, Iyori bangkit dari tempat duduknya dan hampir meraih pintu. Tapi keduluan adik bungsunya yang sudah membuka pintu.

"Gavin, jangan keluar! Makhluk itu akan mengejarmu!" teriak Darel dari ambang pintu.

Iyori kaget. "Ma-makhluk? Makhluk apalagi yang dilihatnya kali ini?"

"Seperti biasa ... Pale Rider!"

Mendengar kenyataan itu, Iyori ternganga hingga menutup mulutnya. Makhluk itu mengingatkannya kepada peristiwa Halloween tahun lalu. Gavin pernah diculik oleh makhluk berjubah biru tua penunggang kuda karena tertarik dengan aroma permen. Gavin yang saat itu memakai kostum laba-laba mengikutinya. Daven, anak kedua keluarga Gladstonius, yang menyadarinya pertama kali. Daven dengan sepeda motor besarnya, mengejar Gavin yang ikut menunggang kuda bersama Pale rider. Daven langsung menarik punggung baju Gavin begitu ia menemukannya. Untunglah anak itu masih sempat terselamatkan.

"Kakak di sini saja. Aku akan mengejarnya,"kata Darel meyakinkan Iyori. "Sebenarnya aku juga mengkhawatirkan Lova."

"Lova? Apa yang terjadi dengannya?" tanya Iyori penasaran.

"Salah satu benda keramatnya tertinggal. Gavin berniat ingin mengembalikannya," ujarnya.

Benda yang dimaksud Darel adalah anting-anting bulan purnama.

"Kalau begitu, cepatlah!" Iyori merasa makin was-was.

Pemandangan langit hijau, kabut merah, serta peti-peti mati beraroma permen bersinggungan dengan inderanya. Aroma permen makin terasa pekat saat matahari benar-benar berada di puncak siklus terbenamnya. Beberapa manusia di sekitar Darel memang tidak menyadari adanya fenomena ini. Meskipun kemampuannya tidak setajam Gavin, hanya orang-orang tertentu seperti dirinya yang dapat melihat dan merasakan dengan jelas peristiwa Sacred Hour.

"Gavin!" panggil Darel setelah fenomena mencekam itu berakhir.

"Maafkan aku, Paman Darel! Aku tidak bisa menyelamatkan Teddy," ujar Gavin seraya menundukkan kepala.

"Jadi, Pale Rider mengambilnya?" tanya Darel penasaran. Ia menduga bahwa Teddy adalah salah satu teman sekolah Gavin.

Gavin mengangguk, "Lihat, Miss Lova meninggalkan antingnya lagi!"

Darel melihat anting bulan purnama milik Lova masih berada di tangan Gavin. Tiba-tiba bus melintas di sebelahnya. Tampak sosok Lova tengah membenturkan kepalanya sendiri di kaca jendela. Darel menatapnya ngeri.

Pasti terasa sakit.

"Apakah orang yang baru pertama kali melihat Pale Rider akan menjadi orang gila?" tanya Gavin polos.

"Hah? Kau ini bicara apa?" Darel mengacak rambut Gavin karena gemas. Kalau dipikirkan lagi, memang ada benarnya, sih.

"Kuharap gurumu baik-baik saja," ujar Darel.

"Bagaimana kalau saat festival Halloween nanti aku memakai kostum Pale Rider untuk menakuti Miss Lova?" Gavin menyampaikan rencana nakalnya.

Darel tertawa kecil, kemudian mengacak lagi rambut bocah bermata sipit itu.

"Kamu sungguh nakal! Sebaiknya jangan!" saran Darel.

Malam tiba, seluruh pemandangan kota kembali normal seperti biasa. Gemerlap lampu memenuhi seluruh penjuru kota Zavandria. Lampu-lampu penerangan jalan juga sudah menyala. Bahkan gedung-gedung pencakar langit tampak mewah dan gemerlapan diselimuti cahaya warna-warni.

Darel dan Gavin berjalan Kembali menuju Moonlight Cafe. Ponsel di dalam apron berbunyi, tertera nama 'Daven' di layarnya. Darel mengusap layar di ponselnya dan memenuhi panggilan kakak laki-lakinya itu.

"Operasi waktu keramat? Malam ini?" Darel menghentikan langkahnya. Gavin juga ikut berhenti.

"Baiklah. Jika demi dia, aku akan ikut."

***

Trick or treat, berikan kami permen atau kami akan menjahilimu.

"Maaf, Anak-Anak! Kakak tidak punya permen." Lova mengingau dalam tidurnya. Agaknya ia mengalami mimpi buruk malam ini. Darel sampai kesusahan meletakkan tubuh gadis itu kembali ke tempatnya.

"Memangnya tidak apa-apa kita masuk ke rumah orang tanpa izin?" tanya Gavin cukup keras. Orang-orang berjubah merah yang berada di sekitarnya sampai memberi kode telunjuk di depan mulut.

"Tidak apa-apa, asalkan tidak ketahuan. Lagipula kita berhasil menolongnya," ucap Daven sambil menyedot jeli kemasan berperisa kopi. Kemudian pria itu menutup kepalanya dengan jubahnya.

"Tuh, kan, benar apa kubilang! Miss Lova sudah gila. Aku benar-benar akan memakai kostum Pale Rider pada festival nanti," sindir Gavin tanpa rasa bersalah.

"Ayo, cepat! Kita harus segera meninggalkan tempat ini. Aku sudah mengantuk. Memangnya kalian tidak?" gerutu Daven tak sabar. Ia sampai meraih pundak Gavin.

"Ayo pulang, Pria Kecil! Sebentar lagi kau masuk sekolah."

Daven, Gavin, dan manusia berjubah merah lainnya keluar dari apartemen C6 terlebih dahulu. Sedangkan Darel masih di dalam kamar. Ia terduduk di kasur, tepat di sebelah Lova memejamkan matanya. Darel mendekatkan wajahnya ke wajah Lova, penasaran dengan bentuk wajah gadis ini ketika pingsan. Keringat membasahi sebagian wajah gadis itu. Raut mukanya juga pucat meskipun tenang. Darel mengambil tisu di nakas, kemudian mengusap lembut di bagian yang terkena cairan yang mengandung air, natrium klorida, dan lemak itu. Darel mengusap pelan-pelan agar tidak ketahuan. Namun, tiba-tiba ...

"Apa yang kau lakukan di kamarku?" Sebuah tangan mungil nan lembut menggenggam erat pergelangan tangan Darel yang masih memegang tisu.

Mulut Darel cuma bisa menganga tanpa berucap. Detak jantungnya bergerak makin kuat. Pembuluh darahnya juga mengalir makin cepat.

Tanpa diduga, Lova kembali terlelap lagi.

Dasar gadis gila! umpat batin Darel.

***

Menjelang Halloween, anak-anak antusias tentang rencana kegiatannya pada bulan Oktober. Ada yang ingin menyewa kostum mahal, langka, paling seram, bahkan merencanakan lokasi-lokasi yang akan mereka datangi demi mendapatkan permen maupun kudapan manis. Lova mendengar hal itu dari beberapa anak didiknya. Namun, ada yang janggal.

"Mungkin saja Pale Rider akan datang menjemput anak-anak nakal saat Sacred Hour." Begitulah yang dikatakan oleh Gavin Emiliano Gladstonius kepada Lova pada saat jam istirahat. Kebetulan, kelasnya sepi saat ini dan hanya ada Gavin duduk sendirian.

Penampilan Lova hari ini di kelas 3-3 Zavandria Elementary School tak seperti biasa ̶ tanpa sepasang anting bulan purnama yang biasanya selalu hadir mempercantik kedua telinga. Lova masih kesal dengan kejadian kemarin senja. Gavin belum mengembalikan salah satu antingnya.

Sebelum pergi menuju ruang guru, Lova menuju tempat duduk bocah berwajah membosankan itu.

"Gavin, bisakah kau kembalikan antingku sekarang?" pintanya penuh harap.

Gavin tak langsung menjawab. Anak itu malah menatap sepasang mata Lova dengan saksama. Lova masih sabar menunggu. Sampai akhirnya gurunya ini betul-betul marah.

"Beraninya kau menipuku dengan permen coklat kemarin!" Posisi kedua telapak tangan Lova berada tepat di hadapan Gavin. Ia tahu kalau bocah lelaki yang ada di depannya ini tahan banting. Tak ada rasa ketakutan sedikit pun. Dilihat dari mimik mukanya saja sudah ketahuan.

"Bukan salahku kalau Miss Lova meninggalkan anting dan pergi membawa permen coklat," sangkal Gavin.

"Hah, tidak mau mengaku rupanya," Lova memelotot, makin mendekatkan wajahnya.

Gavin menghela nafasnya, kemudian menopang dagunya dengan dua tangan. Saat ini, ia benar-benat tampak seperti orang dewasa.

"Waktu itu aku sudah mengembalikan anting Miss Lova, tetapi Miss Lova malah buru-buru pergi. Akhirnya terjatuh lagi," terang Gavin meyakinkan.

Lova menegakkan tubuhnya dan berpikir sejenak. Memang bukan salah Gavin. Salahnya sendiri karena ceroboh.

"Baiklah, kali ini aku mengaku salah," ucap Lova, "tapi aku ingin bertanya satu hal. Apa yang kaumaksud Pale Rider akan datang menjemput anak-anak nakal saat Sacred Hour?"

Dengan cepat, Gavin menjawab, "Hantu penculik anak-anak."

"Ha-ha-hantu?" Lova ragu-ragu. Tandanya, ia masih belum mengerti.

"Oh, iya! Pamanmu bilang, kau bisa lihat hantu. Bisakah kau ceritakan bagaimana ciri-cirinya?" Walaupun tidak mempercayai adanya hantu, Lova penasaran dengan sosok Pale Rider. Apalagi setelah mengalami kejadian kemarin dan tadi malam.

"Makhluk berjubah biru tua, penunggang kuda berwarna putih pucat," jelas Gavin.

"Aku tidak percaya!" seru Lova seraya menggelengkan kepalanya.

"Kalau Miss Lova tidak percaya, kenapa malah bertanya?" ketus anak bermata sipit itu. Lantas ia mendekatkan wajahnya ke arah Lova, sedikit memelotot hingga tampak sepasang bola mata hazel bercahaya.

"Saat festival Halloween nanti, aku akan memakai kostum Pale Rider dan membuktikan bahwa hantu itu ada."


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro