Dia datang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana masih pagi. Matahari belum sepenuhnya terbit. Terdengar suara ketukan pintu dari luar rumah. Imron mendengar ketukan itu dan matanya mengerjap. Cowok itu langsung bangun dari tidurnya dan menuju ke sumber suara.

Tok
Tok
Tok

Suara ketukan itu semakin keras. Bulu kuduk Imron semakin merinding tak karuan. Imron menelan ludah. Akhirnya, setelah di depan pintu, Imron membuka pintu itu. Nihil. Tidak ada seseorang pun di sana. Imron keluar rumah, memastikan benar-benar tidak ada orang yang mengetuk pintu.

"Siapa pagi-pagi gini gedor rumah orang sembarangan!" Imron berbalik dan menutup pintu itu kembali.

Baru saja Imron akan menuju kamar. Lagi-lagi suara pintu itu terdengar. Penasaran, Imron membuka pintu itu lagi. Imron hanya mengernyitkan dahi. Masih tidak ada siapa-siapa di luar. Imron yang kesal langsung menutup pintu dengan kasar.

"Dasar manusia sialan!" umpat Imron berlalu menuju kamar.

Imron masih penasaran siapa yang sebenarnya mengetuk pintu keras-keras pagi buta seperti ini. Imron menengok jam dinding yang menunjukkan masih pukul tiga pagi.

"Bodo amat! Gue mau tidur!" Imron menuju tempat tidur dan menyibakkan selimut. Suasana semakin mencekam. Tiba-tiba saja, ada kekuatan yang menggeser tempat tidur Imron. Tetapi Imron tidak sadar karena dia sudah terlelap dalam tidur.

Hantu Vega datang dan tidur di sebelah Imron. Dia membisikan sesuatu di telinga Imron. "Kamu harus mati bersamaku, Teman."

Tetap Imron tidak mendengar. Imron sudah berada di alam bawah sadarnya.

****

"Gue nggak bohong. Semalem Vega hantuin gue, Ron!" Sandi menceritakan kejadian semalam, saat Vega mendatangi Sandi.

"Lo kebanyakan nonton film horor." Imron tidak percaya dengan ucapan Sandi yang menurutnya mengada-ngada. Mana mungkin Vega gentayangan. Temannya itu sudah tenang di alam barzah.

"Terserah kalau lo nggak percaya," kata Sandi. "Kalau lo di datangin, tahu rasa lo!"

"Gue nggak takut!" Imron menjulurkan ludah di wajah Sandi. "Lagian dia sahabat gue. Ya, kali dia gentayangin gue," ucapan Imron terhenti. "Lo kebanyakan dosa kali sama Vega. Ingat nggak, waktu dulu lo pernah rebut pacar Vega. Bisa jadi gara-gara itu, dia dendam sama lo."

Sandi tertohok dengan perkataan Imron. Mungkin benar apa yang diucapkan Imron. Kemungkinan besar, Vega masih marah saat dulu Sandi pernah merebut pacar Vega. Jadi dia mengentayangi Sandi. Sandi bergidik ngeri, dia tidak mau berurusan dengan orang yang sudah meninggal.

"Ucapan lo ada benernya juga, Ron."

Imron mengangguk. "Ya, gue nggak tahu juga, sih."

"Jujur gue juga pernah didatangi arwah Vega," ucapan Imron sangat mengagetkan Sandi.

"Lo serius?"

Imron mengangguk . "Iya. Tapi sehabis itu dia nggak ganggu gue lagi. Padahal harusnya dia hantuin gue, ya. Secara nggak langsung gue yang udah bikin dia meninggal."

Sandi menjentikkan jari. "Bener, sih. Ah ... bisa aja dia nggak tega hantuin lo. Lo, kan, sahabat dia."

Imron mengangguk mengiyakan. Imron menerawang jauh pertemannya dengan Vega. Apalagi saat mengingat ucapan Vega yang terakhir. Saat Vega mengatakan mereka akan menjadi sahabat sehidup dan semati. Terkadang, Imron menganggap perkataan Vega hanya angin lalu. Tidak bisa dipungkiri, perkataan Vega kadang masih teriang di telinga Imron.

"Katanya orang yang udah mati bisa ngajak orang yang masih hidup mati, ya?" tanya Imron tiba-tiba.

Sandi kaget dengan ucapan Imron yang mendadak menanyakan hal mistis macam itu. Sandi berpikir sejenak dan berkata. "Katanya bisa , sih."

"Kalau gue percaya nggak percaya. Lo tahu lah, orang jawa itu kebanyakan mitos. Contoh kalau makan di depan pintu nanti susah dapat jodoh, lah, ini lah dan itu lah." Bukan maksud Imron menyepelekan adat Jawa. Tetapi terkadang, perkataan orang zaman dahulu hanya sekadar untuk menakut-nakuti anaknya saja. Itu menurut Imron.

"Kalau gue percaya. Walaupun semisal itu mitos pun untuk kebaikan semuanya. Orang jawa itu beragam dan adatnya banyak. Suka nggak suka lo harus terima."

"Gue tahu. Ada kepercayaan yang gue percaya sebenarnya," kata Imron. "Kepercayaan kalau belum 40 hari, orang yang meninggal masih di sekeliling kita. Itu kata nenek gue dulu sebelum meninggal. Dan katanya, menjelang 40 hari , orang yang meninggal itu mengelilingi rumah sebagai tanda perpisahan. Makanya, kalau orang jawa yang masih pakai adat itu. Biasanya, di meja disediakan sajen kayak kopi gitu. Ya, gue tahu karena nenek gue pernah numpukin sesajen di meja. Ya, gue nanya buat apa, katanya, buat leluhur orang yang udah mati."

"Nah, tandanya lo percaya, Ron!" Sandi tertawa.

Imron mengangguk. "Ada hal yang nggak masuk akal, tetapi memang itu ada."

Imron teringat kejadian tadi pagi saat ada orang yang mengetuk pintu. Akhirnya, Imron memilih untuk tidak menceritakan pada Sandi. Imron takut, Sandi semakin parno.

****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro