Dia di belakangmu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Mbah, kenapa saya selalu dihantui sama arwah teman saya, padahal saya nggak salah apa-apa."
Rival sudah berada di rumah dukun sakti bernama Mbah Wiguna. Dukun berusia sekitar tujuh puluh tahunan itu mengangguk, sudah tahu maksud kedatangan Rival. Mbah Wiguna memejamkan mata dan mulutnya komat-kamit membacakan mantra.

"Hmmm," gumamnya."

"Kenapa, Mbah?" Rival melirikan mata ke kiri dan kanan.

Mbah Wiguna memegangi jengot panjangnya, dan mengangguk lagi. "Teman kamu dendam dengan seseorang di sekitarnya. Dia masih ingin membalaskan dendamnya."

"Dia dendam sama saya, Mbah?"

Mbah Wiguna menganguk dan memberikan sebuah kalung pada Rival yang langsung Rival terima. "Kalung ini buat apa, Mbah?" tanyanya.

"Penangkal setan. Pakai selalu kalung itu, supaya kamu nggak diganggu sama dia lagi." Mbah Wiguna mematikan lilin di depannya dan dia merasakan ada kedatangan sosok arwah gentayangan. Benar saja, Mbah Wiguna melihat sosok menyeramkan berwajah hancur di belakang Rival.

"Hati-hati, Nak, dia ada di belakangmu ," ujar Mbah Wiguna. Rival langsung merinding dan menengok ke belakang. Leher Rival seakan tercekat saat melihat arwah Vega tepat berada di belakang sembari menatap dirinya dengan tatapan tajam. Arwah Vega semakin menyeramkan ditambah wajahnya yang kian hari semakin hancur yang membuat siapa saja ingin muntah melihatnya.

Rival mengembalikan posisi kepalanya menghadap Mbah Wiguna. "Mbah, saya harus gimana?"

"Pakai kalung itu," perintah Mbah Wiguna. "Saya akan mencoba mengusirnya dari sini." Mbah Wiguna menghidupkan lilin dan mulai komat-kamit membaca mantra. Suasana di rumah Mbah Wiguna semakin mencekam. Perang kekuatan antara Mbah Wiguna dan arwah Vega terus berlanjut.

Arwah Vega semakin marah tak terkendali, sampai-sampai benda-benda yang digunakan untuk perdukunan berterbangan ke sana kemari. Sampai akhirnya, Mbah Wiguna kalah dengan kekuatan yang arwah Vega miliki.

Mbah Wiguna memegangi dadanya yang sakit akibat kekuatan dari arwah itu. "Saya nggak sanggup melawannya," kata Mbah Wiguna. "Energinya terlalu kuat karena dendam dia terlalu besar."

Rival menelan ludah, tak ada yang bisa dia lakukan. Segera, dia memakai kalung itu. "Kalau gitu saya permisi, Mbah," ucapnya sambil keluar dari rumah Mbah Wiguna. Sebelum keluar dari rumah, Mbah Wiguna mengingatkan supaya Rival tetap berhati-hati.

Setengah perjalanan, Rival masih berjalan menuju rumahnya. Rival tak ha bis pikir, dukun yang paling sakti di kampungnya pun kalah dengan arwah Vega. Rival harus tetap mencari cara supaya dia dan yang lainnya bebas dari gangguan arwah Vega.

Sesampainya di rumah, Rival langsung masuk kamar. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Kata orang zaman dahulu, di atas jam sepuluh malam, hantu-hantu sedang bergentayangan dan Rival percaya akan hal itu.

"Keluar lo arwah Vega!" teriaknya mengedarkan seluruh pandangan ke penjuru kamar.

"Kalau lo berani hadapin gue!"

Seketika kamar Rival menjadi mencekam dan menakutkan. Barang-barang di kamar Rival mulai berterbangan dan berjatuhan.

"Keluar!" tantang Rival.

Arwah Vega duduk di atas lemari sambil menatap Rival sengit. Rival yang melihat arwah Vega mendongak. "Mau lo apa,hah?"

"Harus mati. Harus mati," jawabnya.

"Siapa yang harus mati, hah?"

"Dia. Dia. Dia."

"Siapa maksud lo?" Dada Rival naik turun.

Arwah Vega menghilang begitu saja.

"Sialan!" umpat Rival kesal. Rival masih berpikir keras siapa orang yang dimaksud arwah Vega.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro