Mulai membaik

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bu, Imron mau berangkat kuliah." Imron menjabat tangan Ibunya. Jian, Ibu Imron hanya mengernyit. Dia tidak yakin kondisi Imron sudah benar-benar membaik.

  "Kamu sudah yakin?" tanyanya.

Imron mengangguk mantap dan berjalan keluar rumah. Imron segera menaiki motornya yang sedari tadi terparkir di depan rumah. Dengan kecepatan sedang, Imron melajukan kendaraan menuju kampus yang menempuh waktu kira-kira 15 menit.
Tidak  berselang lama, Imron sudah sampai  parkiran kampus, memarkirkan motor dan berjalan menuju kelas. Lima menit kemudian, Imron sampai di depan kelas dan langsung masuk ke dalam kelas. Semua mata memandang Imron dengan perasaan takut sambil bergidik ngeri. Imron tetap cuek.  Cowok itu memilih langsung duduk di bangkunya. Rival dan Sakti langsung menghampiri Imron ke bangku.

 "Lo udah baikan, Ron?" tanya  Sakti

Imron hanya mengangguk. Lantas cowok berambut cepak itu langsung memainkan ponsel. Imron sengaja supaya dua orang temannya ini tidak terlalu ingin tahu dengan kehidupan yang sangat menganggu. Imron hanya tidak ingin teman satu kelasnya terkena imbas karena kesalahan dirinya sendiri.

 "Lo yakin?" Kini Rival yang berbicara.

Saat Rival yang berbicara, Imron hanya menaikkan sebelah alis, tidak menjawab pertanyaan Rival sama sekali.

 "Lo kenapa sih sama gue?" tanya Rival, lagi. "Yang punya masalah itu  gue sama Vega, bukan sama lo." Emosi Rival sudah mulai memuncak. Jujur, Rival tersinggung dengan sikap Imron yang selalu mengacuhkannya. Entah kenapa selama ini Imron ikut memusuhi Rival, padahal Rival selama ini berusaha bersikap baik pada Imron. Tetap saja Imron memusuhi Rival. Sebenarnya, Rival sangat peduli dengan keadaan Imron yang dirundung masalah  kematian Vega. Apa mau dikata, Imron tidak memedulikan perhatian Rival sebagai seorang teman.

 "Kan lo musuh sahabat gue, jadi otomatis lo juga musuh gue," jawab Imron enteng, tanpa menatap wajah Rival.

Sakti menepuk bahu Rival yang sudah bersiap memukul Imron, bermaksud untuk mengurungkan niatnya.

 "Jangan, Val, kasihan dia," bisik Sakti.

 Rival menarik napas panjang dan memilih kembali ke tempat duduk. Sedangkan Sakti masih tetap di sana.

 "Kalau ada apa-apa bilang gue, ya?" Sakti menepuk-nepuk bahu Imron, setelah itu dia juga kembali ke tempat duduk yang berada di sebelah Rival.

  "Kita harus bantu dia, Val," kata Sakti.

 "Dia aja kayak gitu ke gue. Kalau lo mau bantu dia, silakan, gue nggak mau!" Rival mulai berubah pikiran. Awalnya, niat Rival baik akan membantu Imron untuk segera menyelesaikan masalah yang dihadapi. Mengingat sikap Imron yang acuh, membuat Rival mengurungkan niat baiknya.

 "Lo nggak mau, kan, terus dihantui sama Vega?"

"Iya, tapi lo lihat aja,  sikap dia aja kayak gitu, Sak!"

 "Sabar, Bro," kata Sakti. "Lo harus bantuin gue pokoknya. Lo nggak mau kan kita semua celaka?"

Rival berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Oke, gue bantu lo."

Sakti membisikan sesuatu di telinga Rival. Ya, kedua manusia itu sedang merencanakan sesuatu. Rencana yang sudah mereka susun dari awal.

"Gue setuju." Rival mengangguk.

"Kapan kita ke rumah Vega?" Sakti kini yang berbicara.

"Minggu?"

Rival mengangguk kembali. "Semoga kita bisa menguak apa yang sebenarnya, ya, Sak?"

Rival dan Sakti mantap dengan rencana mereka, yaitu mendatangi rumah Vega dan mencari tahu sebab kematian Vega yang sebenarnya karena sampai-sampai teman satu kelas mereka sering dihantui oleh arwah penasaran Vega.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro